News

OKI: Perlu Langkah-langkah Kolektif untuk Cegah Penistaan Alquran

Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menegaskan bahwa perlu adanya langkah-langkah kolektif untuk mencegah terulangnya tindakan penistaan Alquran. Hukum internasional, menurut OKI, harus digunakan untuk menghentikan Islamofobia.

OKI, yang beranggotakan 57 negara dengan penduduk mayoritas Muslim, merilis pernyataan itu setelah pertemuan darurat di Jeddah, Arab Saudi, pada Minggu (2/7/2023). Pertemuan diadakan untuk membahas insiden pembakaran kitab suci Alquran di Swedia yang bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha pekan lalu.

“Kita perlu mengirim pesan yang jelas bahwa tindakan penistaan Alquran yang mulia dan penghinaan terhadap Nabi kita Muhammad SAW bukanlah sekadar insiden Islamofobia biasa. Kita harus terus-menerus mengingatkan masyarakat internasional mengenai mendesaknya penerapan hukum internasional, yang secara jelas melarang advokasi kebencian berdasar agama,” kata Sekretaris Jenderal OKI Hissein Brahim Taha, seperti dikutip dari AFP, Senin (3/7/2023).

Seorang laki-laki imigran Irak merobek dan membakar Alquran di luar masjid di pusat kota Stockholm pada hari pertama libur Idul Adha, Rabu (28/6/2023). Tindakan itu membuat marah Turki, anggota OKI. Padahal, Swedia membutuhkan dukungan Turki untuk menjadi anggota aliansi militer NATO.

Satu hari setelah insiden itu, Kamis (29/6/2023), Sekjen NATO Jens Stoltenberg mengatakan bahwa ia memahami emosi yang muncul. “Kita juga telah melihat protes-protes menentang Turki dan NATO dalam beberapa minggu ini di Swedia. Saya tidak menyukainya, tetapi saya membela hak untuk tidak setuju. Ini adalah bagian dari kebebasan berpendapat,” ujarnya.

Stoltenberg mendesak kompromi atas masuknya Swedia ke NATO. Para pejabat senior dari Turki, Swedia, dan Finlandia akan bertemu pada 6 Juli mendatang untuk mencoba mengatasi keberatan Turki atas bergabungnya Swedia dengan NATO.

Pada akhir Januari lalu, Turki menangguhkan pembicaraan dengan Swedia setelah seorang politikus sayap kanan Denmark bernama Rasmus Paludan membakar salinan Alquran di dekat kedutaan besar Turki di Stockholm.

Pada Rabu lalu, polisi Swedia mengizinkan seorang laki-laki bernama Salwan Momika, yang mengaku sebagai pengungsi dari Irak, melakukan protes dengan merobek, menginjak, lalu membakar salinan Alquran. Namun, seusai aksi tersebut, polisi mendakwa pria 37 tahun itu melakukan agitasi terhadap kelompok etnis atau kebangsaan.

Insiden tersebut memicu protes besar di depan Kedutaan Besar Swedia di ibu kota Irak, Baghdad. Dalam pernyataan, Kementerian Luar Negeri Irak menyebut telah memanggil duta besar Swedia dan meminta pemerintah Swedia ‘mengambil tindakan yang diperlukan guna mencegah terulangnya penistaan terhadap Alquran.” Mereka juga meminta Swedia mengekstradisi laki-laki itu untuk diadili di Irak.

Menanggapi seruan OKI terkait langkah-langkah guna menghindari pembakaran kitab suci pada masa depan, pemerintah Swedia, Minggu, merilis pernyataan, mengutuk pembakaran itu, dan menyebutnya sebagai tindakan ‘Islamofobia’.

“Pemerintah Swedia sepenuhnya memahami bahwa tindakan Islamofobia yang dilakukan individu pada demonstrasi di Swedia bisa menyinggung umat Islam. Kami mengutuk keras tindakan ini, yang sama sekali tidak mencerminkan pandangan pemerintah Swedia,” kata Kementerian Luar Negeri Swedia dalam pernyataan. Namun, mereka juga menegaskan bahwa Swedia memiliki kebebasan berpendapat yang dilindungi secara konstitusional.

Negara-negara seperti Irak, Kuwait, Uni Emirat Arab, dan Maroko, telah memanggil duta besar Swedia sebagai bentuk protes. Pada Minggu, Iran menunda penugasan duta besarnya yang baru untuk Swedia.

Back to top button