Market

OJK Sebut Inflasi dan Resesi Akan Terjadi Bersamaan di 2023, Indonesia Perlu Waspada

Senin, 19 Des 2022 – 16:07 WIB

OJK Sebut Inflasi Tinggi dan Resesi Akan Terjadi Bersamaan di 2023

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar mengatakan dunia akan dihadapi dengan resesi dan inflasi secara bersamaan di 2023 – (Foto: Antara)

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengatakan ekonomi global akan menghadapi tantangan besar pada 2023. Sebab OJK menyebut di 2023 nanti dunia akan menghadapi kenaikan inflasi dan resesi dalam waktu yang bersamaan.

“Tahun depan tantangan ekonomi makro ada dua. Apakah menghadapi inflasi, sehingga harus meningkatkan tingkat suku bunga sehingga inflasi turun, atau menghadapi resesi yaitu menurunkan tingkat suku bunga sehingga ekonomi bergerak,” kata Mahendra dalam webinar bertajuk Sosialisasi dan Edukasi Perlindungan Konsumen yang dipantau di Jakarta, Senin (19/12/2022).

Menurut dia, otoritas moneter tidak memungkinkan mengatasi kedua hal tersebut sekaligus. Sebab tugas utama mereka hanya untuk mengendalikan tingkat inflasi, bukan menanggulangi pelemahan ekonomi.

“Kalau dia menggunakan obat penanggulangan inflasi. Maka dampak kepada pertumbuhan ekonomi di luar kompetensinya, bukan di situ tugas BI (Bank Indonesia) atau bank sentral lainnya dimanapun seluruh dunia, tapi di penanggulangan stabilitas harga,” kata Mahendra.

Dengan demikian, menurut dia, apabila harga melambung tinggi dan berbarengan dengan pelemahan ekonomi, maka pemerintah harus turun tangan mengatasinya. Salah satunya dengan mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Tahun depan dua hal itu terjadi sekaligus. Inflasinya tinggi, resesinya berat. Jadi mau naikkan tingkat bunga, makin resesi. Tidak naikkan tingkat bunga, inflasinya naik terus,” kata Mahendra.

Selain itu, lanjut dia, konflik geopolitik yang pernah analis perkirakan belum selesai di 2023. Sebab permasalahan itu baru bisa tuntas dalam waktu 10 tahun ke depan dan tentu akan mempengaruhi logistik dan rantai pasokan tingkat global.

Namun demikian, dia menyebut para analis hingga lembaga multilateral memperkirakan ekonomi Indonesia dan kawasan Asia Tenggara akan tetap tumbuh positif di kisaran 5 persen year on year (yoy) pada 2023.

“Bagaimana ini kok bisa? Jawabannya adalah karena kita memiliki pasar dalam negeri dan pasar kawasan yang besar. Pasar dalam negeri ini yang harus dioptimalkan aspek konsumsinya, aspek investasinya, aspek belanja pemerintahnya,” kata Mahendra.

Dalam kesempatan ini, dia mengatakan Indonesia harus menstimulasi sumber pertumbuhan- pertumbuhan baru di daerah, sebagai bekal untuk menghadapi ketidakpastian perekonomian global pada tahun- tahun mendatang.

“Kita harus menstimulir pertumbuhan -pertumbuhan ekonomi baru, di daerah-daerah baru, di kawasan yang selama ini belum terjangkau baik,” kata Mahendra.

Back to top button