Market

Proyek Renovasi Aula dan Kantor Bupati Madina Disoal, CBA Dorong KPK Turun Gunung


Beberapa waktu lalu, Pemkab Mandailing Natal (Madina), Sumatra Utara dihebohkan dengan terungkapnya dugaan suap dalam rekrutmen Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Diduga ada kasus lain berbau korupsi.

“Di Pemkab Madina bukan hanya kasus suap penerimaan PPPK saja yang viral. Ada kasus lain di tahun yang sama terkait proyek rehabilitasi dan ubah suai aula dan kantor bupati. KPK harus turun gunung ke Madina,” papar Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, Jakarta, Senin (6/5/2024).

Dalam proyek senilai Rp2,4 miliar ini,  kata Uchok, dimenangkan oleh perusahaan yang bernama CV Anugrah Permai. Yang aneh, penawaran dari pemenang  tendernya cukup mahal, bahkan tergolong boros.

“Proyek ini sepertinya terlalu mahal, boros, dan hanya membuang – buang uang negara saja. Oleh karena itu,  KPK harus bertindak dengan menggandeng BPK untuk melakukan penyelidikan atas proyek rehabilitasi dan ubahsuai aula dan kantor bupati Madina,” kata Uchok.

Menurut Uchok, CV Anugrah Permai ini, tidak layak menang lelang dan mengerjakan proyek tersebut. Alasannya itu tadi, harga yang ditawarkan terlalu mahal dan tinggi. Bahkan mengalahkan penawaran dari perusahaan lain yang ikut tender.

“Kenapa CV yang berikan penawaran harga mahal yang menang? Kami meminta KPK periksa pejabat – pejabat terkait seperti Bupati Madina, dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Madina,” pungkasnya.

Dari data LPSE Kabupaten Mandailing Natal atau @lpse.madina.go.id, terlihat mencantum proyek rehabilitasi aula dan kantor bupati ini seperti dilihat wartawan, Minggu (5/5).

Dari data Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), disebutkan alasan kenapa CV yang lain yang memiliki penawaran terendah tidak menang dalam proyek itu. Misalnya saja, CV Dwi Lestari memberikan penawaran Rp2,29 miliar, tidak hadir saat klarifikasi teknis.

Pun demikian CV Shifaiz Konstruksi dengan penawaran Rp2,10 miliar, tidak hadir saat klarifikasi teknis dan setelah dilakukan klarifikasi/konfirmasi mengenai bukti kepemilikan peserta yaitu berupa nota/bon/fakta, bahwa Toko Surya Teknik (pemilik toko) tidak mengakui kalau nota/bon/faktur tersebut tidak benar dan aneh dari harga juga tidak sesuai. Berarti peserta memasukkan data isian peralatan (bukti kepemilikan) palsu.

Sementara CV Dwi Prima Sejahtera dengan penawaran Rp2,12 miliar, dari keterangan LPSE Madina, tidak memenuhi sisa kemampuan paket (SKP). Dan PT Cleosa Cikal Futuristik dengan penawaran Rp2,25 miliar, menurut LPSE ada masalah terkait bon atau kuitansi peralatan. 
 

Back to top button