News

Menyorot Putusan Tahun 2008 soal Sistem Pemilu, MK Kini Bermain Dua Kaki?

Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan Nomor 22-23/PUU-VI/2008 telah menetapkan sistem pemilu proporsional daftar terbuka berdasarkan suara terbanyak. Hal itu mengabulkan gugatan atas pasal 214 (a, b, c, d) UU Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD yang memakai sistem proporsional daftar tertutup.

Putusan MK tahun 2008 itu menjadi sorotan kalangan DPR di antaranya anggota Komisi VIII DPR Yandri Susanto. Politikus PAN yang juga menjabat Wakil Ketua MPR itu berharap para hakim MK bisa bersikap negarawan ketika memutuskan gugatan sistem pemilu.

Yandri menyebut MK sebenarnya sudah membuat putusan pada 2008 soal sistem pemilu agar berjalan secara proporsional terbuka. “Jadi, kalau sampai MK memutuskan hal yang berbeda dengan putusan yang 2008, artinya MK sedang bermain dua kaki,” kata Yandri dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Rabu (31/5/2023).

Yandri sebagai salah satu perwakilan dari Fraksi PAN bersama perwakilan dari Fraksi Golkar, Gerindra, PKB, PPP, PKS, NasDem, dan Demokrat menginginkan sistem Pemilu 2024 yang tengah digugat di MK, tetap berjalan secara proporsional terbuka. Adapun, isu tentang sistem kepemiluan belakangan heboh di publik setelah muncul klaim mantan Wamenkumham Denny Indrayana.

Denny mengklaim menerima informasi bahwa MK sudah memutuskan gugatan sistem pemilu berubah dari proporsional terbuka menjadi tertutup. Awalnya, dalam pernyataan sikap perwakilan delapan fraksi,   dibuka dengan pernyataan Ketua Fraksi Golkar, Kahar Muzakir yang menyebut proporsional terbuka sudah lama berlaku dalam sistem pemilu di Indonesia.

Menurutnya, sistem pemilu secara proporsional terbuka yang sudah berjalan, sebaiknya tidak berubah. Sebab, pergantian bisa memicu protes dari para calon legislatif. “Jadi, kalau ada yang coba mengubah-ubah sistem, itu orang yang mendaftar sebanyak itu akan memprotes,” kata Kahar.

Adapun anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Habiburokhman mengingatkan, bahwa DPR punya kewenangan mengatur anggaran apabila MK bersikeras ke hal tertentu dalam memutuskan gugatan tentang sistem kepemiluan.

“Kami legislatif juga punya kewenangan apabila memang MK berkeras. Kami juga akan menggunakan kewenangan kami, ya, begitu juga dalam konteks budgeting, kami juga ada kewenangan, mungkin itu,” tegas Habiburokhman.

Sedangkan Ketua Fraksi  Partai Demokrat DPR Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas mengatakan delapan perwakilan parpol di DPR sebenarnya sudah bersikap agar sistem Pemilu 2024 berjalan secara terbuka. “Fraksi partai Demokrat tentu tetap konsisten hari ini sistem proporsional terbuka itu sistem terbaik,” kata Ibas.

Lebih lanjut Ibas mengungkapkan, para partai peserta Pemilu 2024 sudah menjalani semua tahapan pesta demokrasi dengan memakai proporsional terbuka. Dari situ, dia mengingatkan kepada MK bisa memutuskan gugatan tentang sistem kepemiluan dengan tepat.

“Bisa memutuskan yang terbaik untuk bangsanya yang bisa mengganti UU per hari ini, seperti yang diamanatkan UU, salah satunya, ya, parlemen dan pemerintah,” ujar Ibas.

Back to top button