News

Menkes: Penghapusan Mandatory Spending Tak Buat Indonesia Jadi Negara Gagal Sistemik

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin memberikan tanggapannya atas kekhawatiran publik mengenai kebijakan penghapusan mandatory spending dalam UU Kesehatan bisa membuat Indonesia menjadi negara gagal sistematik.

Ia mengatakan bahwa penghapusan anggaran mandatory spending tersebut tidak membuat Indonesia menjadi negara gagal sistematik. “Enggak, buktinya Singapura spending-nya sepertiganya Amerika outcome-nya lebih bagus dari Amerika. Jadi enggak, sekali lagi teman-teman mesti bisa melihat realita bukan secara emosional dan berargumentasi,” Kata Menkes Budi dalam konferensi pers di Gedung Kemenkes, Jakarta, Kamis (20/7/23).

Budi menambahkan bahwa terdapat negara-negara lain yang memiliki tingkat spending lebih kecil dari Indonesia, namun negara tersebut baik-baik saja. Semua itu tergantung dengan bagaimana program tersebut dijalankan dengan benar. “Negara-negara dengan spending yang lebih kecil, itu kalau programnya benar, lebih bagus hasilnya,” ucap Budi.

Ia menyatakan bahwa dirinya lebih senang melihat hasil outcome dan melihat seperti apa program yang akan dijalankan. “Kalau saya, saya lebih senang liat outcome-nya, kita mau apa sih. Mau mengusut kematian ibu dan anak turun dari segini menjadi segini, yaudah bikin programnya, itu butuh anggaran berapa. Selama saya menjadi Menteri Kesehatan, enggak pernah saya tidak dikasih sama Bu Sri Mulyani,” tambahnya.

Sebelumnya, anggota BPJS Watch Timboel Siregar menilai pemerintah keliru lantaran penghapusan kebijakan mandatory spending yang kurang memperhatikan distribusi tenaga kesehatan, baik itu fasilitas maupun sumber dayanya seperti dokter dan tenaga kesehatan lainnya.

“Di daerah 3T (Tertinggal, Terluar dan Terdepan) juga belum tentu ada puskesmas, belum tentu ada dokter,” kata Timboel saat dihubungi Inilah.com di Jakarta, Senin (17/7/2017).

Selain itu ia juga mengatakan, berdasarkan World Health Organization (WHO), permasalahan yang tengah dihadapi ada dua, yaitu distribusi dokter yang tidak merata dan jumlah dokter yang kurang. Selayaknya, perbandingan dokter dengan masyarakat adalah satu banding seribu. “Ada 273 juta rakyat Indonesia artinya minimal 273 ribu (dokter),” ungkap Timboel.

Back to top button