Kanal

Mengapa Yahudi Israel Ngotot Ingin Menguasai Masjid Al Aqsa?

Tempat suci ketiga umat muslim yakni Masjid Al Aqsa kembali menjadi target serangan biadab tentara Israel. Padahal di masjid itu, umat Islam sedang khusyuk beribadah. Serangan terhadap Masjid Al Aqsa sudah seringkali terjadi. Mengapa Yahudi Israel begitu ngotot ingin menguasai masjid ini?

Pada Rabu (5/4/2023), dalam sehari pasukan Israel melakukan serangan dua kali ke Masjid Al Aqsa. Di insiden pertama, mereka memaksa masuk gedung dengan dalih memburu provokator. Salah satu saksi mengatakan sejumlah polisi Israel menyerang umat Muslim yang sedang beribadah. Polisi Israel juga menangkap lebih dari 350 orang.

Di malam hari, pasukan Israel kembali menyerbu Al Aqsa. Kali ini, mereka mengerahkan granat kejut dan memerintahkan umat Islam yang beribadah untuk segera pergi. Mereka mengklaim upaya ini untuk mencegah provokator bertindak lebih jauh.

Insiden pada bulan suci Ramadan itu, membuat negara Liga Arab menggelar rapat darurat. Banyak negara mengutuk aksi serangan itu. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Antonio Guterres syok dan tercengang melihat foto-foto dan video para polisi Israel memukuli jemaah di masjid Al Aqsa, Yerusalem timur.

Insiden itu semakin lebih memprihatinkan karena bertepatan dengan kalender perayaan agama Yahudi, Kristen, dan Muslim yang seharusnya penuh perdamaian dan tanpa kekerasan. “Tempat peribadatan seharusnya hanya digunakan untuk ibadah yang damai,” tutur juru bicara Sekjen PBB Stephane Dujarric seperti dikutip dari AFP.

Selama bertahun-tahun, kompleks Masjid Al Aqsa memang kerap menjadi titik bentrok antara tentara Israel dengan warga Palestina. Tahun lalu, lebih dari 300 warga Palestina ditangkap, di mana 170 orang di antaranya terluka saat pasukan Israel melancarkan serangan di kompleks tersebut saat bulan Ramadan. Mei 2021, pasukan Israel juga menyerbu kompleks Al Aqsa menggunakan gas air mata, peluru baja berlapis karet, dan granat kejut terhadap jemaah di bulan Ramadan.

Meningkatnya kekerasan di Al Aqsa secara berulang menjadi tanda bahwa Israel tak pernah surut keinginannya untuk mengambil alih kompleks Masjid Al Aqsa di Yerusalem. Upaya warga Israel, yang sebagian besarnya adalah Yahudi, untuk masuk dan ‘menguasai’ Al Aqsa juga semakin terlihat jelas selama beberapa waktu terakhir.

Berdasarkan status quo, hanya Muslim yang memiliki hak tunggal untuk beribadah di dalam kompleks Al Aqsa. Orang non-Muslim hanya diizinkan berkunjung ke kompleks tersebut. Sementara orang Yahudi, diperbolehkan melakukan kegiatan keagamaan di Tembok Barat atau Tembok Ratapan, di bagian luar kompleks Al Aqsa.

Lapangan terbuka berbentuk persegi panjang seluas 35 hektar di sudut tenggara Kota Tua direbut oleh Israel dalam Perang Enam Hari tahun 1967 bersama dengan sisa Yerusalem Timur dan kemudian dianeksasi. Di bawah hukum internasional, wilayah tersebut dianggap sebagai wilayah yang diduduki, tetapi Israel menganggapnya sebagai wilayah yang disengketakan.

Israel menganggap seluruh Yerusalem sebagai ibu kotanya, tetapi warga Palestina menginginkan sektor timur, yang mencakup Kota Tua dan tempat-tempat sucinya, sebagai ibu kota negara di masa depan. Kompleks dalam bentuknya saat ini dibangun pada abad ketujuh di situs Kuil Yahudi Kedua yang dihancurkan oleh Romawi sekitar tahun 70 Masehi.

Dikenal oleh umat Islam sebagai Al-Haram al-Shareef (tempat suci yang mulia), kompleks ini menampung Masjid Al-Aqsa dan Dome of the Rock, sebuah tempat suci beratap emas yang terkenal. Dipercaya sebagai tempat Nabi Muhammad naik ke langit saat Isra dan Mi’raj dengan menunggang bouraq, Masjid Al-Aqsa merupakan situs tersuci ketiga dalam Islam setelah Masjidil Haram Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah, keduanya di Arab Saudi.

Namun tak hanya dimuliakan oleh umat Nabi Muhammad, daerah ini juga dihormati oleh orang Yahudi, yang datang dari seluruh dunia untuk berdoa di Tembok Barat, juga dikenal sebagai Tembok Ratapan, sisa dari Kuil Kedua yang terletak tepat di bawah lapangan terbuka dan merupakan tempat tersuci orang Yahudi dapat berdoa. Dalam bahasa Ibrani, seluruh area disebut sebagai Har HaBayit atauTemple Mount.

Dekade ketegangan

Situs tersebut telah lama menjadi pemicu konflik antara Israel dan Palestina. Ketegangan sering memuncak selama bulan suci Ramadan. Kunjungan kontroversial pemimpin oposisi Israel saat itu Ariel Sharon ke kompleks masjid pada September 2000 adalah salah satu pemicu utama intifada Palestina kedua, sebuah pemberontakan yang berlangsung dari tahun 2000 hingga 2005. Sehari setelah kunjungan Sharon, polisi Israel menembak mati tujuh pengunjuk rasa Palestina.

Pada tahun 2017, kompleks tersebut ditutup sementara setelah tiga orang Arab Israel melepaskan tembakan ke arah polisi di dekat masjid, menewaskan dua dari mereka, sebelum melarikan diri ke dalam kompleks tersebut. Mereka kemudian ditembak mati oleh pasukan keamanan. Dua tahun kemudian, bentrokan antara polisi dan jemaah di kompleks tersebut menyebabkan puluhan warga Palestina terluka.

Selama Ramadhan tahun 2021, polisi Israel menyerbu Masjid Al Aqsa untuk mengakhiri aksi duduk jamaah – peristiwa yang menyebabkan perang 11 hari antara Israel dan penguasa Jalur Gaza, Hamas. Kompleks itu adalah tempat bentrokan baru selama musim semi 2022 yang menyebabkan ratusan warga Palestina terluka.

Siapa saja yang dapat mengakses Masjid Al Aqsa?

Mengutip SBS News, Masjid Al Aqsa dikelola oleh Yordania dalam koordinasi dengan Palestina tetapi akses ke situs tersebut dikendalikan oleh pasukan keamanan Israel. Konvensi berusia puluhan tahun memungkinkan umat Islam untuk memasuki kompleks masjid setiap saat, siang atau malam, tetapi non-Muslim hanya dapat melakukannya pada waktu-waktu tertentu dan dilarang beribadah di dalam.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir polisi Israel telah berulang kali menutup akses ke Masjid Al-Aqsa selama masa ketegangan. Sementara Yahudi ultra-nasionalis, yang ingin mulai membangun kuil baru di situs tersebut, seringkali terlihat berdoa di dalam masjid.

Pada Maret 2022, aktivis Yahudi Raphael Morris nekat masuk untuk berdoa di dalam kompleks Masjid Al Aqsa dengan menyamar seperti orang Islam. Pria 26 tahun itu mengganti pakaian Yahudi ortodoksnya dengan thobe, yakni pakaian tradisional yang banyak digunakan oleh pria Palestina. Tujuannya, agar ia bisa masuk ke kompleks Masjid Al Aqsa dan beribadah di sana.

Morris hanya satu contoh dari sekelompok orang Yahudi Israel sayap kanan, yang ingin melanggar larangan berdoa di kompleks Masjid Al Aqsa dengan menyamar sebagai orang Islam. Berdasarkan status quo, hanya Muslim yang memiliki hak tunggal untuk beribadah di dalam kompleks Al Aqsa. Orang non-Muslim hanya diizinkan berkunjung ke kompleks tersebut. Sementara orang Yahudi, diperbolehkan melakukan kegiatan keagamaan di Tembok Barat atau Tembok Ratapan, di bagian luar kompleks Al Aqsa.

Januari lalu, Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, juga turut menyedot perhatian karena mendatangi kompleks Al Aqsa. Pada kunjungan itu, Ben-Gvir mengungkapkan pernyataan kontroversial. Dia mengajak orang-orang Yahudi datang ke Al Aqsa pada Hari Paskah, yang juga berbarengan dengan bulan suci Ramadan. “Temple Mount (istilah kompleks Al Aqsa versi Yahudi) adalah tempat paling penting bagi orang Israel, dan kami menekankan kebebasan bagi Muslim dan Kristen,” ujar Ben-Gvir.

Lawatan itu menuai kecaman keras dari banyak pihak mulai dari milisi jalur Gaza, pemerintah Palestina, hingga pemerintah Yordania. Diplomat negara-negara Arab pun cemas kunjungan itu memicu eskalasi konflik di Al Aqsa.

Pada saat yang sama, kelompok lain yakni Return to Temple Mount, juga mengadakan sayembara berhadiah uang tunai kepada orang Yahudi yang berani datang ke Masjid Al Aqsa untuk melakukan ritual agama dengan mengurbankan seekor kambing.

Sementara itu, mengutip Middle East Eye, orang Yahudi religius percaya bahwa penaklukan Temple Mount sebagai simbol besar, yaitu tanda akhir zaman seperti dinubuatkan dalam kitab suci mereka. Bagi mereka, Temple Mount adalah situs tersuci dalam Yudaisme (agama Yahudi). Mereka meyakini pada zaman Romawi kuno, ada dua kuil yang menjadi pusat kerajaan Yahudi di situs tersebut.

Masjid Al Aqsa yang dibangun di era kejayaan Islam diyakini kaum Yahudi berada di atas peninggalan kuil suci mereka. Satu-satunya bagian yang tersisa dari The Second Temple, adalah Tembok Barat, yang menjadi tempat suci orang Yahudi untuk berdoa.

Sehingga desakan warga Yahudi Israel bukan sekadar ingin beribadah di dalam Temple Mount, namun ada keharusan untuk membangun kembali Kuil Ketiga di situs tersebut, sebagai tanda turunnya Mesias dan Hari Penghakiman. Akibatnya Israel tak henti-hentinya berusaha untuk menguasai Masjid Al-Aqsa.

Back to top button