Market

Mahfud: 3,5 Ton Emas Impor Tak Bayar Pajak, BUMN ATM dan SB Group Terlibat

Lama tak terdengar, Satgas Tindak Pidana Pencucian Uangan (TPPU) Kemenkeu, menemukan dugaan penggelapan pajak dari importasi emas, yang nilainya fantastis.

Mungkin anda suka

Disampaikan Menko Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam), Mahfud Md, Satgas TPPU menemukan fakta baru terkait transaksi mencurigakan dalam importasi emas senilai Rp189 triliun.

“Kita temukan fakta pemalsuan data kepabeanan yang menyebabkan hilangnya pungutan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 atas emas batangan ex impor seberat 3,5 ton,” kata Mahfud yang menjabat Ketua Komite TPPU Satgas di Jakarta, Rabu (1/11/2023).

Temuan itu, kata Mahfud, setelah dilakukan pendalaman oleh Satgas TPPU bersama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Direktorat Jenderal Pajak (DJP), bersama KPK.

“Modus kejahatan yang dilakukan adalah mengkondisikan seolah-olah emas batangan yang diimpor telah diolah menjadi perhiasan dan seluruhnya telah diekspor,” kata Mahfud.

Menurut Mahfud yang kini berstatus bakal Cawapres Ganjar Pranowo itu, berdasarkan data yang Satgas TPPU peroleh, emas batangan seberat 3,5 ton, diduga beredar di perdagangan di dalam negeri.

Artinya, transaksi emas selama 2017-2019 yang melibatkan 3 entitas terafiliasi dengan SB Group, yang bekerja  sama dengan perusahaan di luar negeri, diduga telah menyalahgunakan Surat Ketetapan Bebas PPh Pasal 22. “Dengan demikian Group SB telah menyalahgunakan Surat Ketetapan Bebas PPh Pasal 22,” ujar Mahfud.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pun, menurut Mahfud, telah memperoleh dokumen perjanjian tentang pengolahan anoda logam/dore dari salah satu BUMN (PT ATM) ke SB Group (PT LM) pada 2017, yang diduga perjanjian ini sebagai kedok Group SB untuk melakukan ekspor barang yang tidak benar.

“Saat ini masih ditelusuri jumlah pengiriman anoda logam dari PT ATM ke PT LM dan pengiriman hasil olahan berupa emas dari PT LM ke PT ATM, untuk memastikan nilai transaksi yang sebenarnya,” tutur Mahfud.

Selanjutnya, DJP memperoleh data Group SB, melaporkan SPT rekayasa, sehingga DJP menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan (SPRIN BUKPER) pada 14 Juni 2023 terhadap 4 wajib pajak Group SB.

Data sementara yang diperoleh, terdapat Pajak Kurang Bayar beserta denda yang diperkirakan mencapai ratusan milyar rupiah untuk Group SB.

Dalam menjalankan bisnisnya, SB Group memanfaatkan orang-orangnya, sebagai instrumen untuk melakukan tindak pidana kepabeanan, perpajakan dan TPPU.

Dan, PPATK telah menyerahkan data tambahan transaksi keuangan mencurigakan yang berasal dari puluhan rekening Group SB kepada DJP untuk dilakukan analisis kebenaran pelaporan pajaknya.

Pihak penyidik DJBC, kata Mahfud, meyakini telah memperoleh bukti permulaan, terjadinya tindak pidana kepabeanan dalam penanganan surat yang dikirimkan PPATK Nomor SR-205/2020. Nilai transaksi mencurigakan sebesar Rp189 Triliun.

“Penyidik telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor 07 tanggal 19 Oktober 2023 dengan dugaan pelanggaran Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang TPPU, serta menyampaikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Bidang Pidsus Kejaksaan Agung,” ungkap Mahfud.

Back to top button