Market

Literasi Keuangan dan Digital Jeblok, CFDL: Kejahatan Keuangan Masih Tinggi

Founder Center for Financial and Digital Literacy (CFDL), Rahman Mangussara menerangkan, masih rendahnya literasi digital dan keuangan, memicu tingginya kriminal di finansial digital.

“Harus diakui bahwa kerawanan di bidang keuangan digital Indonesia mencemaskan,” kata Daeng Rahman, sapaan akrabnya di Jakarta, Rabu (5/7/2023).

Kata dia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat, indeks literasi digital masyarakat Indonesia pada 2022, mencapai 3,54 dari skala 5. naik tipis dibandingkan 2021 yang berada di level 3,49.

Empat komponen pengukuran indeks literasi digital, lanjut Rahman, yakni kecakapan digital, etika digital; keamanan digital dan budaya digital, kenaikan keamanan digital terendah. Hanya 0,02. Sementara, budaya digital justru merosot.

Survei ini menemukan, masyarakat tidak memiliki kesadaran dan kemampuan yang baik untuk melakukan aktivitas penting dalam melindungi data pribadi. Sebanyak 71,2 persen responden belum bisa membedakan e-mail yang berisi spam, virus, malware atau e-mail biasa. Padahal spam menjadi salah satu cara penyebaran malware yang menyebabkan kebocoran data,’’ terang Rahman.

Sedangkan indeks literasi keuangan di Indonesia, kata Rahman, saat ini, cenderung lebih baik. Berdasarkan survei terbaru Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tidak melebih 50 persen. Memang lebih rendah ketimbang indeks inklusi keuangan yang melejit hingga 85,10 persen.

Dia pun menyarankan masyarakat meningkatkan kewaspadaan, karena kejahatan cyber kian rumit dan canggih. Serta meningkatkan keahlian dalam melindungi kerahasiaan data. Mengingat, sebagian besar pengguna internet adalah generasi yang lahir dan besar di masa teknologi internet mulai berkembang,.

“Seharusnya mereka tidak kesulitan menghadapi revolusi digital ini dan pada saat yang sama mampu memahami potensi ledakannya. Namun keamanan digital bukan masalah individu. Ini tugas bersama. Baik masyarakat, pemerintah, otoritas, perusahaan dan kerja sama antarnegara,” imbuhnya.

Rahman menyinggung implementasi Bulan Inklusi Keuangan yang diinisiasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), seharusnya dikolaborasikan dengan itu tadi, literasi digital. “Saya pasti salah jika mengatakan inklusi keuangan tidak lagi perlu setelah indeksnya sudah begitu tinggi. Yang ini saya katakan adalah, tanpa akselerasi program, koordinasi antarlembaga atau program menyeluruh, sulit bagi indeks literasi keuangan mengejar inklusinya,” terang Rahman.

Masih tingginya tingkat kejahatan siber, lanjutnya, bakal menjadi bumerang bagi pencapaian inklusi keuangan. Perlu kolaborasi program edukasi antarlembaga, implementasi UU Perlindungan Data Pribadi, penegakan kewenangan OJK dalam perlindungan konsumen dan masyarakat, ditambah kesadaran publik untuk meningkatkan kecakapan dan keamanan digital. “Kita akan memasuki ekonomi dan keuangan digital yang terjamin keamanannya. Go Digital, Go Secure,” pungkasnya.

Back to top button