Penerapan sistem proporsional terbuka atau mencoblos nama calon anggota legislatif (caleg) dalam pemilu memiliki keunggulan tersendiri. Salah satunya memberikan ruang veto bagi publik terhadap calon pilihan partai.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, ketika pemilih tidak dilibatkan dalam menentukan siapa calon yang akan masuk ke surat suara, maka mereka masih memiliki hak veto untuk berbeda dengan partai melalui sistem proporsional terbuka.
“Mereka masih mempunyai veto untuk berbeda dengan partai, menunjukkan kedaulatannya, begitu,” kata anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini dalam diskusi virtual mengenai Pemilu 2024, Jumat (13/1/2023).
Pernyataan Titi seiring mencuatnya wacana penerapan sistem proporsional tertutup atau mencoblos gambar partai di Pemilu 2024. Jika diterapkan, sistem proporsional tertutup ini menggantikan sistem proporsional terbuka yang diterapkan dalam Pemilu di Indonesia sejak 2009.
Titi menjelaskan, aspek yang harus menjadi perhatian saat ini adalah demokrasi internal partai, terlepas apa pun pilihan sistem pemilu.
Artinya, lanjut Titi, keterlibatan anggota partai dan pengurus partai dalam penentuan caleg partai yang diusung beserta nomor urut masing-masing caleg.
“Jadi, itu yang bagi saya harus kita tuntaskan. Apa pun pilihan sistemnya, demokrasi internal partai itu harus menyertai,” ucapnya seperti dikutip Antara.
Apabila Indonesia memberlakukan sistem proporsional tertutup tanpa membenahi demokrasi internal partai, Titi mengatakan, langkah tersebut hanya akan melanggengkan elite dan para pemilik partai politik.
“Misalnya, keterlibatan anggota nyaris tidak ada di dalam pengambilan keputusan partai. Maka bila kembali ke proporsional tertutup, kita hanya akan melanggengkan elite dan ya para pemilik partai yang juga merupakan pemilik modal, kalau bisa dikatakan begitu,” kata Titi menambahkan.
