News

Kuasa Hukum Merasa Ada Kesalahan Prosedur dari Penetapan Tersangka Firli Bahuri


Kuasa hukum Firli Bahuri, Ian Iskandar merasa ada kesalahan prosedur dari penetapan kliennya sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di Polda Metro Jaya. Salah satunya, tidak adanya penyelidikan perkara, namun langsung naik ke tahap penyidikan.

Mungkin anda suka

Hal itu diungkapkan Ian, saat sidang praperadilan, di Ruang Sidang Utama Prof H.Oemar Seno Adji, di Pengadilan Jakarta Selatan, Senin (11/12/2023).

“Laporan polisi yang langsung ditindaklanjuti dengan sprindik pada tanggal yang sama yaitu 09 Oktober 2023, menunjukkan tidak adanya penyelidikan dan adanya kesalahan prosedur dalam penetapan tersangka,” kata Ian.

Ian pun merasa selama proses penyidikan perkara, terdapat beberapa keganjilan. Salah satunya yang ia klaim yakni soal tidak adanya saksi yang memberikan keterangan mengetahui, melihat, atau mendengar adanya pemerasan dan penerimaan gratifikasi dari mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL) ke Firli Bahuri.

“Bukti berupa foto tidak dapat dikualifikasi sebagai alat bukti yang sah, sebab pengambilan foto sebagai bagian dari alat bukti elektronik tersebut tidak dilakukan secara sah dan tidak membuktikan adanya pemerasan, gratifikasi atau suap, tetapi hanya menunjukkan SYL dan temannya menemui FB,” kata Ian.

Selain itu, Ian menyebutkan Valas milik Firli yang disita pihak kepolisian tidak dapat disimpulkan sebagai terjadinya pemerasan, gratifikasi atau suap. Hal ini dapat dilihat dari jenis dan seri valas yang tidak menunjukkan terjadinya perbuatan tersebut.

“Karena waktu perolehan valas tersebut sebelum adanya penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi Kementerian Pertanian pada tahun 2020 sampai dengan 2023,” tutur Ian menerangkan.

Menurut Ian, alat bukti dalam menetapkan Tersangka Firli tidak sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor: 21/PUU-XII/2014, yang pada pokoknya menyatakan alat bukti harus bersifat kuantitatif dan kualitatif. Nilai dia, Polda Metro Jaya hanya memenuhi formil kuantitatif.

“Tidak ada satu pun alat bukti yang mampu membuktikan adanya actus rea maupun mens rea yang memenuhi unsur Pasal 12 e atau Pasal 12 B atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ujar Ian

Maka itu, Ian menegaskan penetapan tersangka kliennya Filri Bahuri oleh Polda Metro Jaya tidak sah.

“Dengan demikian penetapan tersangka FB atas dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 e atau Pasal 12 B atau Pasal 11 UU Tipikor Jo. Pasal 65 KUHP berdasarkan S.Tap/325/XI/RES.3.3./Ditreskrimsus Tanggal 22 November 2023 tidak sah dan tidak berdasarkan undang-undang sehingga tidak mempunyai kekuatan mengikat,” tutup dia.

Back to top button