News

Korupsi Proyek BTS Kominfo Diawali dengan Riset Abal-abal

Proyek itu sudah diatur terlebih dahulu, artinya pelelangan itu sudah tidak fair, sudah bermasalah sejak awal. Sudah diatur siapa yang jadi pemenangan, siapa yang jadi ini, itu sudah diatur

Kejaksan Agung (Kejagung) menemukan indikasi terjadinya korupsi pada penyediaan infrastruktur Base Tranceiver Station (BTS) dan infrastruktur pendukung Kominfo periode 2020-2022, telah dimulai sejak perencanaan.

“Diawal kita melakukan penyelidikan, kita menduga ada permainan proyek disitu, ketika kita dalami setelah bekerjasama dengan ahli perhitungan negara ditemukan item besar, salah satunya adalah studi klayakan, artinya itu mulai dari perencanaan,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung), Ketut Sumedana, ketika dijumpai Inilah.com di kantornya, Rabu (24/5/2023).

Untuk diketahui, studi kelayakan ini dibuat oleh tenaga ahli Human Development Universitas Indonesia, Yohan Suryanto.

Yohan yang kini berstatus tersangka diketahui sempat mengembalikan uang senilai Rp1 miliar ke Kejagung.  Menurut Ketut,  kepada penyidik  Yohan mengaku mendapatkan pesanan membuat riset abal-abal untuk kepentingan BAKTI Kominfo.

Selain dari tahap perencanaan, Kejagung juga menemukan fakta bahwa proses pelelangannya ikut bermasalah, dimana sudah diatur siapa ajak pihak yang akan menggarap proyek ini.

“Proyek itu sudah diatur terlebih dahulu, artinya pelelangan itu sudah tidak fair, sudah bermasalah sejak awal. Sudah diatur siapa yang jadi pemenangan, siapa yang jadi ini, itu sudah diatur,” kata Ketut.

Pernyataan Ketut seiring dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dari pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) , dimana pada persyaratan kriteria kualifikasi yang ditetapkan tidak sesuai dengan Perdirut BAKTI Nomor 7 Tahun 2020.

Berdasarkan hasil pengujian atas kelengkapan dokumen prakualifikasi yang dilakukan,  peserta yang dinyatakan lulus prakualifikasi dan kertas kerja evaluasi, tidak ditemukan kesesuaian.  Namun demikian, peserta tetap dinyatakan lulus oleh Pokja Pemilihan.

Dari situ, kemudian BPK menemukan  Kemitraan Fiberhome  Telkom Infra-MTD, yang mana status PT Fiberhome Technologies Indonesia (FTI) diduga tidak memenuhi sebagai technology owner (pemilik teknologi) sebagaimana tertuang dalam dokumen prakualifikasi.

Salah satu yang menjadi sorotan yakni, PT FTI melampirkan salinan kontrak pengalaman penggunaan teknologi BTS 4G milik perusahaaan Datang Mobile Communications Equipment Co., Ltd. (DT) sebanyak 12 paket pekerjaan sejumlah 4.166 site.

“Dokumen yang dilampirkan oleh PT FTI untuk membuktikan hubungan dengan DT adalah dokumen akta perusahaan Wuhan Fiberhome International Technologies Co., Ltd yang menunjukkan susunan pemegang saham sebagai berikut: Fiberhome Telecommunications Technologies sebesar 83,35%, CICT sebesar 10%, dan DT sebesar 6,65%,” tulis dokumen BPK.

Selain itu pengalaman pembangunan BTS dan infrastruktur pendukungnya yang disampaikan oleh PT FTI tidak sesuai persyaratan dalam dokumen prakualifikasi, dimana tertulis harus memiliki pengalaman pembangunan sejenis dalam 5 tahun.

Untuk diketahui, tahap pertama pembangunan BTS dilakukan di 4200 tower pada 2021, sedangkan pada 2022 sebanyak 3.704.  pembangunan ini digarap oleh tiga konsorsium, Fiberhome, Telkom Infra, dan Multitrans Data (Kemitraan FTM).  Ketiganya menggarap Paket 1 dan 2 untuk wilayah Sumatera, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, serta Maluku.

Img 3029 - inilah.com
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung), Ketut Sumedana, ketika dijumpai Inilah.com di kantornya, Rabu (24/5/2023). (Foto:Inilah.com/Nebby)

Selanjutnya, paket 3 dikerjakan oleh PT Aplikanusa Lintasarta, Huawei, dan PT SEI (Kemitraan LHS) di wilayah Papua Barat dan Papua bagian tengah-barat. Sedangkan paker 3 dan 4 dikerjakan  PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera (PT IBS) dan ZTE (Kemitraan IZ) untuk wilayah Papua bagian tengah-utara dan Papua bagian timur-selatan.

Adapun kontrak paket 1 dan 2 telah ditandatangani pada 29 Januari 2021 dengan nilai kontrak sebesar Rp 9,5 triliun. Lalu untuk paket 3, 4, dan 5 dimenangi oleh konsorsium PT Aplikanusa Lintasarta, Huawei, dan PT SEI serta IBS dan ZTE dengan total nilai kontrak Rp 18,8 triliun.

“Kita hanya mengambil berdasarkan waktu pekerjaan. Berarti cuma satu tahun berjalan ditambah dengan adendum jadi 2 tahun. Sedangkan proyek ini (total anggaran) Rp 28 triliun itu untuk 5 tahun berjalan. Artinya ada beberapa bagian yang belum dikerjakan atau dieksekusi. Yang kita pakai (sidik) yang sudah dieksekusi,” kata Ketut.

Selain temuan itu, Kejaksaan juga memiliki bukti bahwa dari proyek yang mestinya dikerjakan selama tiga tahun, ternyata dirancang selesai hanya dalam satu tahun.

“Ada pembelian-pembelian yang dilakukan dengan markup (harga),” kata Ketut.

Ia menambahkan, juga ditemukan adanya indikasi manipulasi pertanggungjawaban progres proyek, dimana proyek yang belum selesai tapi sudah dibayarkan 100 persen.

“Proyek yang belum selesai sudah dibayar 100 persen. itu yang ditemukan, dari sekian pembangunan BTS  yang ada,” kata dia.

Dari laporan Kominfo yang termaktub dalam hasil pemeriksaan BPK nomor 68A/LHP/XVI/05/2022, tercatat dari 4.200 BTS yang direncanakan dibangun pada 2021, hanya 32 BTS yang tuntas 100% dan dicatat sebagai aset tetap, sedangkan sisany  4.168 BTS belum selesai 100%, dicatat sebagai konstruksi dalam pengerjaan.

Menkopolhukam yang juga merangkap jabatan sebagai Menkominfo pasca penetapan Johnny Plate, sempat menyinggung soal manipulasi proyek ini. Klaim dari Kominfo bahwa proyek BTS tak sesuai target lantaran terhalang kebijakan Covid-19 tidak dapat diterima Mahfud.

“Masalah terjadi saat proyek senilai lebih dari Rp 28 triliun tersebut cair sebesar lebih dari Rp 10 triliun di tahun 2020-2021. Namun, pada Desember saat laporan penggunaan dana harus dipertanggungjawabkan, hingga Desember 2021 hasil towernya tidak ada alasannya Covid-19,” kata Mahfud, Senin (22/5/2023).

Whatsapp Image 2023 05 23 At 13.56.30 - inilah.com
Pelaksana tugas Menteri Komunikasi dan Informatika (Plt Menkominfo) Mahfud MD, ketika jumpa pers, dikantornya, Selasa (23/5/2023). (Foto:Antara)

Setelah pencairan anggaran, lantas pemerintah meminta laporan dan pertanggungjawaban pengerjaan proyek pada Desember 2021. Namun, hingga waktu tersebut belum ada menara yang dibangun oleh pelaksana proyek.

“Sampai Desember 2021 barangnya tidak ada. BTS itu tower-towernya itu tidak ada. Alasan Covid jadi minta perpanjangan sampai Maret. Seharusnya itu tidak boleh secara hukum tapi diberi sampai 21 Maret untuk itu,”kata  Mahfud.

Lalu pada Maret 2022 saat penyerahan laporan, pengelola proyek mengaku telah mendirikan 1.100 dari target 4.200 menara BTS. Namun setelah diperiksa satelit, tercatat hanya ada 958 yang terdeteksi.

“Tapi dari 958 tower itu tidak diketahui apakah itu benar bisa digunakan atau tidak. Sebab sesudah diambil 8 sampel, semuanya tidak ada yang berfungsi sesuai dengan spesifikasi,” kataMahfud.

Dari situlah kemudian penegak hukum menaksir uang yang terpakai baru sekitar Rp2 triliun dari Rp10 triliun yang dicairkan. Dengan demikian, ada sekitar Rp8 triliun yang lenyap dalam proyek tersebut.

Hal ini sesuai dengan perhitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menaksir negara telah merugi sebesar Rp8 triliun dari proyek ini.

Sementara itu, Handika Honggo Wongso, pengacara Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan, menyatakanperhitungan negara yang dilakukan BPKP  parsial, tidak komprehensif. Sebab hanya menghitung presentasi terbangunnya BTS berdasarkan cut of proses pembangunan BTS hingga Maret 2022.

“Kerugian Rp8,3 triliun itu karena BPKP cut of proses pembangunan BTS paket 1,2,3,4 dan 5 per maret 2022, dengan proges secara komulatif BTS terbangun sekitar 20 persen,” kata Handiko dalam keteranganya beberapa waktu lalu.

Padahal klaimnya, anggaran dengan nilai Rp8,32 triliun yang dianggap kerugian negara tersebut, 90 persennya diperuntukkan untuk belanja perangkat BTS, angkutan sampai lokasi dan kontruksi BTS hingga Desember 2022.

Ia mengklaim, saat ini progres terbangunnya tower tersebut sudah mencapai 90 persen. Meski mengakui kalau progres tersebut belum dilaporkan berita acara serah terima BTS dengan BAKTI, namun ia beralasan hal ini lantaran keburu disidik oleh Kejagung.

BTS 4G di daerah 3T (Foto kominfo) - inilah.com
BTS 4G di daerah 3T (Foto kominfo)

“Akibatnya tidak diperhitungkan oleh BPKP dalam audit,” ujar Handika yang juga sempat menjadi pengacara mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.

Lebih jauh ia mengatakan jika terdapat kendala lain dalam pemasangan BTS di paket 4 dan 5 oleh PT IBS, dimana pemasangannya dilakukan di daerah pedalaman papua yang berstatus merah.

Sedangkan pengacara tersangka Johnny G Plate, Ali Nurdin yang disodorkan pertanyaan, mengaku belum bisa bersuara banyak lantaran masih fokus dalam membentuk tim.”Lagi bentuk tim,” ujar dia singkat kepada Inilah.com, Kamis (25/5/2023).

Sejauh ini Kejagung telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka, yakni Direktur Utama Bakti Kominfo, Anang Achmad Latif, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak, Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia, Yohan Suryanto, Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali, Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan, mantan Menkominfo Johnny G Plate dan Windi Purnama orang kepercayaan dari tersangka Irwan Hermawan.

Dari tujuh tersangka itu, dua diantaranya yakni Mukti Ali dan Irwan Hermawan, berkasnya telah dilimpahkan penyidik ke penuntut.  Selain pelimpahan berkas, kedua tersangka pun telah ditahan Kejagung.  Irwan ditahan di Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sedangkan tersangka Mukti Ali ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung.

“Setelah serah terima tanggung jawab dan barang bukti, Tim Jaksa Penuntut Umum akan segera mempersiapkan surat dakwaan untuk kelengkapan pelimpahan kedua berkas perkara tersebut ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” kata Ketut. (Rizky/Nebby)

Back to top button