News

Konflik PSN Berkontribusi bagi Turunnya Indeks HAM di Era Jokowi


Jelang satu dekade pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), indeks Hak Asasi Manusia (HAM) bukannya mengalami kemajuan, justru menurun. Hal ini diungkapkan oleh Peniliti Hukum dan Konstitusi Setara Institute, Sayyidatul Insiyah dalam rilis indeks HAM 2023.

Penurunan ini dirincikan dalam berbagai indikator, misalnya saja terkait dengan hak sipil dan politik (sipol) yang di dalamnya terdapat hak hidup, kebebasan beragama dan berkeyakinan, hak memperoleh keadilan, hak atas rasa aman, hak turut serta dalam pemerintahan, dan kebebasan berekspresi dan berpendapat.

“Hak hidup, kita tahu mungkin di situ ada sedikit peningkatan pada 2019 2,5 dan tahun ini di angka 3,3. Sebetulnya itu juga dikontribusi oleh ketiadaan eksekusi mati misalkan pasca tahun 2016, atau terkait dengan progresivitas di dalam KUHP,” terang Sayyidatul di Hotel Akmani, Jakarta Pusat, Minggu (10/12/2023).

“Terkait dengan pergeseran sebuah hukuman mati yang semula menjadi pidana pokok menjadi pidana alternatif,” sambungnya.

Sedangkan hak kebebasan berekspresi dan berpendapat justru dibanding 2019 yakni di angka 1,9 justru semakin turun di 2023 ini, berada di angka 1,3. Begitu juga dengan hak atas rasa aman pada 2019 di kisaran angka 3,6, namun pada 2023 menurun menjadi 3,3.

Di lain sisi, hak kebebasan beragama dan berkeyakinan memang mengalami peningkatan, pada 2019 di angka 2,4 lalu pada 2023 menjadi 3,4. Namun, Sayyidatul menyebut bahwa capaian ini tidak sepenuhnya dilakukan oleh Jokowi, melainkan oleh pemerintah daerah (pemda).

Kemudian pada aspek hak ekonomi, sosial, dan budaya (ekosob) yang didalamnya ada hak atas kesehatan, pendidikan, pekerjaan, tanah, dan budaya. Dari beberapa data yang ada, penurunan yang cukup drastis terlihat pada hak atas tanah.

“Hak atas tanah pada 2019 3,4, namun tahun ini 1,9 yang sebetulnya ini juga kita tahu bagaimana sebetulnya Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dijalankan oleh Presiden, berdampak pada semakin menjalarnya konflik agraria,” tegasnya.

Lebih parahnya lagi, konflik agraria ini semakin merembet pada peristiwa pelanggaran terhadap masyarakat adat. “Yang seringkali kemudian tanah adatnya dirampas dengan atas nama investasi maupun PSN itu sendiri,” pungkasnya.
 

Back to top button