Empati

Kisah Midun Mengayuh Sepeda Malang-Jakarta demi Keadilan 135 Nyawa Tragedi Kanjuruhan

Miftahuddin Ramli (52) atau yang akrab disapa Midun, terlihat berkaca-kaca. Dia bersujud, bangkit, dan menahan isak tangis yang menggelayut di hatinya. Pintu Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) tertutup rapat di hadapannya, menghalangi sepeda yang menjadi teman setianya dalam perjalanan 800 Km dari Malang ke Jakarta.

Midun bukanlah seorang pengayuh sepeda biasa. Sepeda yang ia kendarai telah dimodifikasi dengan besi di bagian belakang, menopang sebuah keranda hitam bertuliskan “135”. Angka ini mengacu pada jumlah korban tewas dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, pada 1 Oktober 2022.

Perjalanan ini dimulai pada 3 Agustus 2023, dengan tujuan yang mulia: mengingatkan Indonesia bahwa Tragedi Kanjuruhan belum selesai. Midun, pria asal Kota Batu, Jawa Timur, telah menyinggahi belasan kota dalam perjalanan sejauh 800-an kilometer, membawa pesan penolakan terhadap rencana renovasi Stadion Kanjuruhan dan permintaan kepada pemerintah agar mengusut tuntas tragedi tersebut.

Sepeda kecil itu menjadi teman setia Midun, menyimpan bekal pakaian, ban cadangan, lampu, baterai, kampas rem, dan kunci-kunci untuk keperluan servis di tengah perjalanan.

Menjalin Silaturahmi dan Melawan Lupa

“Perjalanan ini berjudul ekspedisi lintas stadion. Selain menjalin silaturahmi dengan kelompok suporter di wilayah yang saya lewati, tujuannya untuk melawan lupa atau merawat ingatan bahwa Tragedi Kanjuruhan belum selesai,” tutur Midun mengutip postingan video laman twitter Faktabola.

Di setiap kota yang ia lewati, Midun selalu menyempatkan datang ke stadion setempat, membawa masuk sepedanya ke lapangan, dan menyampaikan pesan agar tragedi serupa tidak terjadi lagi di stadion-stadion seantero Tanah Air.

Penolakan di GBK

Namun, perjalanan Midun terhenti di pintu SUGBK. Pusat Pengelola Kompleks Gelora Bung Karno (PPK-GBK) menegaskan bahwa pelarangan sepeda di ring 1 SUGBK adalah sesuai standar operasional prosedur. Direktur Utama PPK-GBK, Rakhmadi Afif Kusumo, menjelaskan bahwa keputusan ini diambil menyusul kejadian pesepeda yang menabrak seorang pelari di ring 1 GBK.

“Kejadiannya itu sesuai protokol tetap. Tidak ada sepeda atau roda dua yang masuk kecuali untuk disabilitas,” kata Rakhmadi saat dikonfirmasi Inilah.com, Selasa (15/8/2023).

Meski diberikan kesempatan untuk berkeliling SUGBK tanpa menggunakan sepeda, Midun menolak. Baginya, sepeda itu lebih penting, simbol perjuangan dan nazar yang telah ia jalankan.

“Kalau saya masuk sendiri ngapain, itu yang lebih penting (sepeda yang dibawanya). Mereka tidak menghendaki saya masuk. Tapi saya yakin itu bukan kehendak mereka yang bertugas, saya paham. Yang penting saya sudah menjalankan nazar saya,” ucap Midun.

Perjalanan yang Menginspirasi

Perjalanan Midun bukan hanya tentang sepeda dan tragedi. Ini adalah perjalanan yang menginspirasi, membuktikan bahwa rivalitas antarsuporter hanya berlangsung 90 menit di lapangan. Di luar itu, mereka semua bersaudara, bagian dari Indonesia.

Saya merasakan haru saat pak Midun sujud di depan GBK. Membayangkan lelahnya, membayangkan perjuangannya, membayangkan harapannya yang masih belum ada titik terang.

Membayangkan keluarga korban yang belum mendapatkan keadilan yang diinginkan.

😭😭😭😭 pic.twitter.com/xdwkrza91J

— Info Suporter Indonesia (@InfosuporterID) August 14, 2023

Midun merasakan uluran tangan yang tulus dari para kelompok suporter di sepanjang perjalanannya. Dari Karawang sampai Bekasi, ia ditemani oleh banyak orang, seperti dalam kampanye. Kelompok suporter Jakmania dan Viking berbaur untuk mengawalnya di jalan, sebuah pemandangan yang menyadarkannya betapa suporter di Indonesia punya perasaan untuk saling menjaga layaknya saudara.

Perjalanan Midun dari Malang ke Jakarta adalah perjalanan melawan lupa. Rute melelahkan dan berliku yang dilalui Midun adalah cerminan dari perjuangan para keluarga korban Tragedi Kanjuruhan dalam menuntut keadilan.

Back to top button