Market

Pengamat Sarankan Jokowi Jangan Korbankan Warga Rempang untuk Investasi

Pengamat Sarankan Jokowi Jangan Korbankan Warga Rempang untuk Investasi

Pengamat kebijakan publik dari UPN Veteran-Jakarta, Achmad Nur Hidayat. (Foto: Antara).

Pengamat kebijakan publik dari UPN Veteran-Jakarta, Achmad Nur Hidayat menilai, konflik tanah di Pulau Rempang, Kota Batam, Kepri, memperlihatkan betapa rumitnya pertarungan antara hak asasi rakyat, ambisi bisnis swasta, dan dilema kepentingan pemerintah.

“Sebagai bangsa yang berdiri di atas prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, kita harus merenung: apakah kita telah memenuhi janji tersebut,” kata Matnur, sapaan akrabnya, Jakarta, Rabu (13/9/2023).

Sejarah mencatat, bagaimana masyarakat adat Pulau Rempang, yang terdiri dari Suku Melayu, Suku Orang Laut, dan Suku Orang Darat, telah bermukim di pulau tersebut sejak 1834.

“Mereka itu, bukanlah pendatang, melainkan bagian dari warisan budaya dan sejarah bangsa ini. Namun, ironisnya, mereka yang telah berakar kuat di tanah ini, kini terancam oleh kepentingan bisnis dan pemanfaatan tanah melalui hak guna usaha (HGU),” papar Matnur.

Sebagai ekonom sekaligus pengamat kebijakan publik, Matnur memahami bagaimana pentingnya investasi dan pembangunan untuk pertumbuhan ekonomi.

Namun, pertumbuhan ekonomi yang tidak memperhatikan hak-hak dasar rakyat, adalah pertumbuhan ekonomi yang cacat. “Kita tidak bisa membangun negeri di atas penderitaan dan pengorbanan rakyat kecil,” tandasnya.

Suka atau tidak, menurut CEO Narasi Institute ini, konflik Pulau Rempang adalah satu dari banyak kasus di Indonesia. Di mana, rakyat kecil acapkali menjadi korban dari kepentingan bisnis dan politik. Pemberian HGU kepada pihak swasta tanpa memperhatikan hak-hak masyarakat lokal, merupakan  bentuk ketidakadilan yang harus segera diatasi.

“Saya menyayangkan sikap pemerintah yang cenderung memihak kepada investor dan mengabaikan hak-hak masyarakat. Seharusnya, pemerintah hadir sebagai mediator yang adil, bukan sebagai pihak yang menambah beban rakyatnya,” papar Matnur.

Belakangan, kata dia, terkuak indikasi kuat bahwa pemegang HGU telah melanggar ketentuan dengan tidak memanfaatkan tanah tersebut, selama bertahun-tahun.

“Ini adalah kesempatan bagi pemerintah untuk menunjukkan komitmennya kepada rakyat dengan mencabut HGU tersebut dan memberikannya kembali kepada masyarakat adat,” ungkapnya.

Dirinya juga menyayangkan sikap represif dari aparat terhadap masyarakat, merupakan bentuk pengkhianatan terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. Sebagai bangsa yang beradab, kita harus menyelesaikan konflik dengan dialog dan musyawarah, bukan dengan kekerasan.

“Dalam konteks konflik Pulau Rempang, saya ingin mengutip kata-kata Bung Karno: “Jangan sekali-kali melupakan sejarah (Jas Merah)”. Mari kita tidak melupakan sejarah dan perjuangan rakyat Pulau Rempang. Bangsa Indonesia seharusnya berjuang bersama mereka untuk keadilan dan kebenaran,” pungkasnya.

Topik
Komentar

BERITA TERKAIT

Back to top button