News

Kerangkeng Milik Bupati Langkat Bukan Rehabilitasi, Tapi Eksploitasi

Sebanyak 27 orang berada dalam kerangkeng di kediaman Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin (TRP) akhirnya dievakuasi. Ruangan berukuran 6×6 meter itu sudah menampung orang sejak 2012.

Informasi terkini, para ‘tahanan’ bupati itu merupakan pasien rehabilitasi ketergantungan narkoba.

“Ternyata kerangkeng itu sudah ada sejak 2012. Informasi awal dijadikan tempat rehabilitasi untuk orang atau masyarakat yang kecanduan narkoba atau ada yang dititipkan orangtuanya terkait kenakalan remaja,” kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi, Senin (24/1/2022).

Menurut polisi, 27 orang tersebut diantarkan sendiri oleh orangtua masing-masing. Bahkan, para orangtua dan menandatangani surat pernyataan. “Mereka datang ke situ diantarkan oleh orangtuanya dengan menandatangani surat pernyataan. Isinya antara lain, direhabilitasi, dibina dan dididik selama 1,5 tahun. Mereka umumnya adalah warga sekitar lokasi,” kata Hadi.

Meski berdalih tempat rehab pecandu narkoba, nyatanya kerangkeng buatan TRP tak berizin. Pada 2017, BNNK Langkat sudah sempat berkoordinasi dengan Terbit Rencana Perangin-Angin, jika memang dijadikan tempat rehabilitasi harus ada perizinannya. “Namun, sampai detik ini belum ada (perizinannya) dan saat ini sedang didalami oleh tim gabungan,” katanya.

Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah menegaskan isu kerangkeng untuk alasan rehab pecandu narkoba tak bisa dibenarkan.

“Rehabilitasi narkoba itu tidak boleh alasan atau dasar untuk melakukan atau mempekerjakan orang secara sewenang-wenang, karena ada rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang sudah ada standarnya. Bukan mengarah ke praktik yang mengarah merendahkan para pelaku narkoba,” kata Anis, Selasa (25/1/2022).

Apalagi temuan awal Migrant Care menyebut bahwa para ‘pasein’ TRP mendapat perlakuan tak manusiawi selama berada di kerangkeng.

Seperti bekerja di kebun sawit selama 10 jam. Makan hanya dua kali sehari. Serta tak bisa melakukan aktivitas lain di luar kerangkeng. Bahkan beberapa pekerja mengaku mendapat penyiksaan selama berada di kerangkeng milik sang bupati tersebut.

“Kita mendorong Komnas HAM melakukan investigasi lebih dalam mengenai hal ini, kita berharap penyelidikannya menindaklanjuti temuan awal kami, itu juga menjadi dasar bagaimana proses hukum yang akan berlangsung, kami menunggu Komnas HAM,” ucapnya.

Daripada dibilang tempat rehabilitasi, Migrant Care lebih setuju kerangkeng tersebut merupakan tempat eksploitasi.

Ivan Setyadhi

Dreamer, Chelsea Garis Biru, Nakama, Family Man, Bismillah Untuk Semuanya, Alhamdulillah Atas Segalanya
Back to top button