News

Kemerdekaan Palestina Sulit Terwujud, Pakar Ungkap Faktor-faktor Penyebabnya

Pengamat Timur Tengah Faisal Assegaf mengatakan setidaknya terdapat tiga faktor yang menyebabkan konflik antara Palestina dengan Israel akan sulit untuk menemukan jalan keluar apalagi kata merdeka bagi rakyat Palestina.

Hal ini dikarenakan adanya faktor nasionalisme, ekonomi dan agama dimana sebanyak tiga agama seperti Nasrani, Yahudi dan Islam sendiri memiliki menganggap Yerusalem merupakan kota yang suci. “Ya memang tiga faktor tadi yang membuat isu Palestina sulit diselesaikan,” kata Faisal saat dihubungi Inilah.com di Jakarta, Kamis (12/10/2023).

Soal kemerdakaan dua negara sebagai win-win solution, Faisal mengaku hal tersebut akan sukar terwujud karena ada beberapa pihak, baik dari Palestina maupun Israel, yang tidak ingin eksistensi salah satu negara.

Bahkan, sambung dia, sejak berdirinya negara Israel di tahun 1948, banyak yang tidak ingin Palestina masih berdiri sebagai sebuah negara. “Jadi ada faktor-faktor internal baik di pihak Palestina maupun Israel yang tidak mendukung terwujudnya negara Palestina merdeka,” jelas Faisal.

Faisal juga menjelaskan bahwa setiap faksi di Palestina juga memiliki ideologi fundamental yang berbeda. Faksi tersebut antara lain Hamas, Fatah, Jihad Islam, Palestine Liberation Organization (PLO) dan lainnya.

Hal ini yang menyebabkan setiap faksi tidak bisa bersatu meskipun mereka sama-sama memperjuangan kemerdekaan Palestina. Salah satu contohnya adalah Fatah yang merupakan kelompok Palestina yang membangun mitra dengan Israel sebagai upaya untuk mempertahankan kekuasaannya di Palestina. “Fatah itu adalah pemerintahan yang diakui oleh Amerika Serikat dan Israel,” ungkap Faisal.

Selanjutnya ada Hamas yang merupakan kelompok dengan pembiayaan yang berasal dari Iran. Bersama dengan Jihad Islam, keduanya sama-sama memperjuangan kemerdekaan Palestina namun memiliki perbedaan dalam hal ideologi yang dianutnya.

Sedangkan Palestine Liberation Organization (PLO) sendiri merupakan induk dari semua kelompok pembela kemerdekaan Palestina, namun dinilai kurang demokratis oleh beberapa pihak sehingga dikuasai oleh kelompok Fatah.

Oleh karena itu, seluruh faksi hingga saat ini tidak dapat menyatukan kekuatannya karena adanya perbedaan kepentingan internalnya. “Yang satu mau mengakui Israel (dan) yang satu enggak akan pernah mau mengakui Israel,” ujar Faisal.

Faisal menilai saat ini pemerintah Indonesia hanya dapat membantu perjuangan masyarakat Palestina dari sisi politik, moral, kemanusiaan dan diplomatiknya saja. Menurutnya, hal tersebut sesuai dengan kemampuan Indonesia saat ini. “Kita tidak seperti Iran kekuatannya, kemampuannya,” ungkapnya. 

Back to top button