Market

Kemenkeu Belum Bayar Pertamina, Jangan Kaget Solar dan Pertalite Langka Susul LPG Melon

Setelah LPG subsidi berukuran 3 kilogram (kg), atau LPG melon mengalami kelangkaan di sejumlah daerah, bisa jadi disusul kelangkaan solar atau Pertalite. Lho kok bisa?

Ekonom dari Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng mengatakan, pasca LPG melon langka, biasanya berlanjut dengan solar atau Pertalite ikut langka. “Karena soal uang. Pertamina uangnya makin tipis, kas bisa jebol karena Pemerintah enggak bayar-bayar utangnya tepat waktu. Terutama utang kompensasi dan subsidi BBM maupun LPG,” kata Salamuddin, Jakarta, Senin (7/8/2023).

Kata dia, pembayaran kompensasi tepat waktu, adalah soal utama dalam hubungan pemerintah dengan Pertamina. Satu sisi, Pertamina tidak berani menagih. Di sisi lain, pemerintah kalau belum ada masalah pasti menunda pembayaran dan mengalokasikan anggaran untuk keperluan lain. “Intinya, kasihan Pertamina sebenarnya. Utang belum dibayar pemerintah tapi harus menjual BBM dan LPG dengan harga subsidi,” kata Salamuddin.

Dalam catatan Salamuddin, pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan yang dipimpin Sri Mulyani, telah melakukan sebagian utang kompensasi hingga kuartal III-2022. Namun utang subsidi dan kompensasi untuk BBM dan LPG di kuartal IV-2022, baru akan dibayar pada kuartal I-2023.

“Kebiasaan begini, sebesar 70 persen dari kompensasi yang jatuh tempo pada tahun berjalan, baru akan dibayarkan pada tahun berikutnya. Mengingat kurangnya catatan yang akurat sebagaimana diatur dalam UU APBN. Akibatmya pembayaran kemungkinan lebih rendah. Karena mengacu kepada asumsi harga minyak yang memang dibikin rendah,” tuturnya.

Namun, masih dijelaskan Salamuddin, kewajiban Kemenkeu membayar dana kompensasi bakal membengkak jika nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, ambruk.
Diperkirakan, Pertamina akan menerima US$9 miliar (Rp135 triliun) sebagai kompensasi dan subsidi US$4,5 miliar (Rp67,5 triliun) pada 2023. Totalnya sebesar US$13,5 miliar, atau setara Rp202,5 triliun dengan asumsi kurs Rp15.000/US$. “Besar sekali nilainya di atas Rp200 triliun. Ini boleh dibilang agak gawat,” ungkapnya.

“Besarnya utang pemerintah kepada Pertamina sepanjang tahun, kata Salamuddin, adalah masalah serius. Tahun ini, kelangkaan LPG melon diduga kuat karena itu tadi. Keuangan Pertamina sedang berat. Dikhawatirkan berlanjut ke solar dan pertalite yang jatah subsidinya diprediksi jebol.

“Tampaknya masalah keuangan akan menjadi masalah besar bagi Pertamina. Apalagi sekarang tidak gampang mencari utang bank untuk membiayai impor atau pengadaan BBM, Karena bank sudah lebih berhati-hati dalam meminjamkan untuk keperluan ini,” pungkasnya.

Back to top button