Market

Bentrok Pulau Rempang, Pemerintah Berpihak ke Mana?

Bentrok Pulau Rempang, Pemerintah Berpihak ke Mana?

Anggota Brimob Polda Kepri yang tergabung dalam Tim Terpadu membersihkan pemblokiran jalan yang dilakukan warga Pulau Rempang di Batam, Kepulauan Riau, Jumat (8/9/2023). (Foto: Antara).

Terkait bentrok Pulau Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepri, Ketua PP Muhammadiyah bidang UMKM, Pemberdayaan Masyarakat, dan Lingkungan Hidup, Anwar Abbas mengingatkan pemerintah agar menjalankan 3 hal ini.

“Pertama, beri ganti rugi yang pantas dan berkeadilan. Kedua, beri mereka saham di perusahaan yang akan berinvestasi. Ketiga, buatkan mereka tempat tinggal di pulau yang sama. Bisa apartemen atau rusun. Sehingga mereka tetap bisa tinggal di daerah yang sudah lama mereka diami, sukai dan cintai,” kata Buya Anwar, sapaan akrabnya, Jakarta, Senin (11/9/2023).

Intinya, kata Buya Anwar, pemerintahan Jokowi haruslah menjadikan konstitusi khususnya pasal 33 ayat 3 sebagai pijakan utama.

“Dalam pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa tugas pemerintah dan negara adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,” papar Wakil Ketua Umum MUI itu.

“Dan juga sesuai dengan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang mengatakan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Saya kira, pemerintah konsisten dan konsekuen dengan apa yang telah diamanatkan oleh konstitusi itu,” tambah Buya Anwar.

Pada Senin (11/9/2023), unjuk rasa rasa yang menolak pembangunan Kawasan Rempang atau Rempang Eco City kembali pecah menjadi bentrokan di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam. 
Laporan Antara, warga yang awalnya melakukan aksi damai, tiba-tiba menghancurkan pagar.

Tidak hanya itu, warga juga melemparkan batu, kayu, hingga bom molotov ke arah halaman kantor BP Batam. Untuk menghentikan itu petugas lantas melepaskan gas air mata dan water canon ke arah kerumunan massa aksi unjuk rasa.

Dari pantauan Antara, beberapa petugas dan karyawan BP Batam mengalami luka-luka akibat lemparan batu. Beberapa petugas yang terluka itu terdiri dari petugas Direktorat Pengamanan (Ditpam) BP Batam dan polisi. Mereka langsung dibawa ke klinik di dalam kantor BP Batam untuk mendapat perawatan.

Kepala Biro Humas, Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait mengatakan, salah satu korban yang terluka merupakan pejabat utama BP Batam, yakni Direktur Pengamanan (Dirpam) BP Batam, Brigjen Pol Muhammad Badrus. “Ada sekitar enam orang yang terluka, baik dari Ditpam maupun dari polisi. Salah satunya yang terluka itu jenderal bintang satu. Dia kena lemparan di bagian dagu sampai berdarah,” ujar Tuty.

Dalam aksi sebelumnya, Kamis (7/9/2023),  warga Rempang memblokade petugas yang ingin melakukan pengukuran tanah. Akibatnya terjadi bentrok yang berujung kepada penangkapan 8 orang warga. Selanjutnya, Polresta Barelang (Batam, Rempang, Galang) menetapkan mereka sebagai tersangka. “Ada delapan orang yang tersangka yang kami amankan dan sudah dibawa ke Polresta Barelang,” kata Kapolresta Barelang, Kombes Pol. Nugroho Tri Nuryanto di Batam Kepulauan Riau, Jumat (8/9/2023).

Ada Jejak TW di Pulau Rempang

Mengingatkan saja, perusahaan China yakni Xinyi Glass Holdings Ltd yang dikenal sebagai produsen kaca terbesar di dunia, kepincut untuk membangun pabrik di Pulau Rempang. Tak main-main, Xinyi siapkan dana US$11,6 miliar, atau setara Rp175 triliun (Asumsi kurs:Rp15.000/US$) untuk membangun Rempang Eco City.

Dana sebesar itu ekuivalen dengan 45,93 persen dari total investasi yang dibidik di Pulau Rempang, yakni sebesar Rp381 triliiun. Tapi jangan khawatir. Ada konglomerat kakap yang sudah lama mengincar Pulau Rempang. Yakni Tomy Winata alias TW yang dikenal sebagai pemilik Artha Graha Group.

Lewat  PT Makmur Elok Graha (MEG), anak usaha Artha Graha, TW dipercaya menggarap Rempang Eco City di areal seluas 17 ribu hektare. Proyek ini sempat tertunda selama 18 tahun.

Pada 2007, rencana investasi tersebut mengalami kendala, karena adanya aduan dari masyarakat yang mengaku telah merugikan negara Rp3,6 triliun dalam kerja sama tersebut. Tommy Winata pun sempat diperiksa di Mabes Polri terkait hal tersebut. Proyek tersebut juga tak terwujud karena adanya masalah pembebasan lahan.

Diharapkan, 306.000 tenaga kerja terserap hingga 2080. Nantinya, Rempang Eco-City akan fokus dikembangkan ke dalam 7 zona utama. Di antaranya zona industri, zona agro-wisata, zona pemukiman dan komersial, zona pariwisata, zona hutan dan pembangkit listrik tenaga surya, zona margasatwa dan alam, serta zona cagar budaya.

Di Pulau Rempang, perusahaan milik TW itu, mendapatkan konsesi kerja sama selama 80 tahun. Untuk memudahkan prosesnya, maka Perda Kawasan Wisata Terpadu Eksklusif (KWTE) Nomor 17/2021. Kemudian diubah dengan Perda Nomor 3/2023. 

Topik
Komentar

BERITA TERKAIT

Back to top button