News

Kebijakan ‘Buka Dulu Maskermu’, Waspada Pandemi Belum Berakhir

Presiden Joko Widodo mengumumkan pelonggaran kebijakan masker bagi masyarakat di luar ruangan atau di area terbuka. Banyak negara di dunia juga sudah mengeluarkan kebijakan yang sama. Apakah kebijakan ini terburu-buru?

Dalam keterangannya di Istana Kepresidenan Bogor pada Selasa (17/5/2022), Presiden Jokowi mengungkapkan bahwa kebijakan tersebut diambil dengan memperhatikan kondisi penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia yang saat ini makin terkendali. Jika masyarakat sedang beraktivitas di luar ruangan atau di area terbuka yang tidak padat orang, maka diperbolehkan untuk tidak menggunakan masker.

Mungkin anda suka

“Namun, untuk kegiatan di ruangan tertutup dan transportasi publik, tetap harus menggunakan masker,” ujar Presiden.

Sementara bagi masyarakat yang masuk kategori rentan, lansia, atau memiliki penyakit komorbid, Presiden tetap menyarankan menggunakan masker saat beraktivitas. Demikian juga bagi masyarakat yang mengalami gejala batuk dan pilek, tetap harus menggunakan masker ketika melakukan aktivitas.

Keputusan ini disambut positif oleh banyak kalangan. Para pemimpin di daerah juga memberikan respons positif demikian pula para pengusaha. Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja menilai pelonggaran atas ketentuan wajib masker menandakan semakin terkendalinya penyebaran wabah COVID-19.

“Dengan semakin terkendalinya penyebaran wabah COVID-19 maka tentunya diharapkan semakin mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional,” kata Alphonzus, Rabu (18/5/2022).

Beberapa negara sudah sejak beberapa bulan lalu mengeluarkan mencabut mandat penggunaan masker. Seperti di Inggris yang sudah berlaku sejak 19 Januari 2022, Amerika Serikat, Uni Emirat Arab, Denmark, Spanyol, Prancis, Italia dan beberapa negara lainnya. Beberapa negara juga sudah tidak menerapkan tes swab PCR dan antigen kepada pelaku perjalanan dalam dan luar negeri.

Gerakan Massif Pakai Masker

Masih belum lepas dari ingatan kita, bagaimana masyarakat dari kota hingga pelosok desa ‘dipaksa’ untuk memakai masker guna menekan penyebaran virus COVID-19. Tak cukup dengan memberikan masker gratis, sosialisasi dan imbauan secara masif juga memberikan sanksi berupa hukuman fisik seperti pushup atau lainnya. Tak sedikit orang yang menolak kebijakan itu.

Ketika itu pemerintah, ilmuwan, praktisi kesehatan hingga relawan terus berjuang membuat orang untuk mengubah gaya hidup lebih sehat termasuk menggunakan masker. Dan terbukti dengan jelas bahwa masker mengurangi kematian akibat COVID-19 seiring dengan gerakan tanpa henti melakukan vaksinasi. Masyarakat pun makin menyadari masker sebagai senjata ampuh untuk menangkap pandemi COVID-19 dan penyakit-penyakit lainnya di masa depan.

Yang ditakutkan, kesadaran menggunakan masker yang tumbuh dibarengi dengan aktivitas hidup sehat bisa ambyar dengan pelonggaran terburu-buru ini. Masyarakat merasa sudah bebas dan mulai menanggalkan kebiasaan yang bagi sebagian orang sudah menjadi gaya hidup sehat dengan mengabaikan semua ketentuan protokol kesehatan.

Ada dua kemungkinan yang terjadi dari pelonggaran masker ini. Pertama, masyarakat yang masih takut dan masih tinggi kesadarannya akan kesehatan dan bahaya penularan penyakit, apapun jenisnya, akan tetap melanjutkan pemakaian masker. Bisa jadi kelompok ini merasa aneh melihat orang lain membuka master demikian pula orang lain melihat dia sebaliknya sebagai orang yang aneh.

Kemungkinan kedua adalah kelompok masyarakat yang benar-benar menanggalkan maskernya bahkan ketika ia berada di dalam ruangan. Kelompok terakhir ini akan sulit untuk menumbuhkan kesadaran kembali jika suatu saat –mudah-mudahan tidak terjadi– muncul lagi penyakit yang mengharuskan penggunaan masker untuk mencegah penyebarannya.

Selain itu, saat ini masih banyak beberapa jenis penyakit terutama yang berhubungan dengan pernapasan yang sangat rentan menyebar. Seperti batuk, pilek, influenza, tuberculosis hingga hepatitis akut yang kini tengah melanda. Pencegahan awal terbaik dari penyebaran penyakit ini adalah menggunakan masker.

Memang menggunakan masker dalam jangka waktu lama juga tidak sehat bagi kesehatan. Dalam sebuah studi penggunaan masker N95 dan masker bedah yang berkepanjangan oleh para profesional kesehatan selama COVID-19 telah menyebabkan efek samping seperti sakit kepala, ruam, jerawat, kerusakan kulit, dan gangguan kognisi pada sebagian besar dari mereka yang disurvei.

Meski demikian, para pakar sepakat penggunaan masker lebih penting untuk menekan penyebaran penyakit yang mengancam jiwa.

Pandemi Belum Berakhir

Yang mesti diingat adalah pandemi ini belum berakhir. Belum ada satupun negara atau pakar kesehatan dunia yang menyebut pandemi ini sudah berakhir. Ini bukan akhir dari sebuah pandemi tapi hanya situasi ketika memang sedang aman.

Kebijakan pelonggaran harus ditinjau kembali kalau kekebalan populasi dinilai sudah mengalami penurunan signifikan mengingat kekebalan vaksin hanya bertahan 4-6 bulan.

Sudah seharusnya pelonggaran aturan penggunaan masker ini juga diikuti dengan komunikasi tanpa henti mengenai risiko penularan COVID-19. Pada akhirnya masyarakat paham bahwa ini belum berakhir. Perlu juga ketentuan lebih tegas bahwa masker hanya boleh dilepas di ruang terbuka.

Jadi kebijakan ‘buka dulu maskermu’, meminjam istilah ‘buka dulu topengmu’ pada lirik lagu Topeng dari Peterpan, tetap harus diawasi dengan ketat. Lihat saja saat ini di Indonesia tercatat 6,05 juta kasus COVID-19 dengan korban meninggal dunia sebanyak 156 ribu jiwa. Ingat, ancaman penyakit ini masih menghantui entah sampai kapan. [ikh]

Back to top button