Hangout

Kadar Polusi Udara di Jakarta dan Sekitar Meningkat, Mantan Direktur WHO Ungkap Tiga Dampak Bagi Kesehatan

Indeks kualitas udara (AQI) di jakarta yang mencapai 157 dengan tingkat ambang batas polutan utama sebesar (Konsentrasi Partikular) PM 2,5 dikutip dari iqair.com pukul 13.52 WIB, disebut-sebut dapat menyebabkan tingginya masyarakat yang terinfeksi saluran pernapasan seperti batuk pilek.

Tingginya tingkat polusi udara mengakibatkan Jakarta termasuk dalam kategori tidak sehat diikuti dengan kota lain seperti Kota Tangerang yang tingkat kualitas udaranya mencapai 170, Tangerang Selatan 177 dan Kota Bekasi berada di angka 154.

Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Tjandra Yoga Aditama menyebut tingginya angka polusi udara di Jakarta dan sekitarnya masih bersifat fluktuatif, artinya dari waktu ke waktu tidak selalu tinggi polusi udaranya, ada dimana tingkat polusi udara itu rendah.

“Jadi polusi di kota berfluktuasi dari waktu ke waktu,” kata Prof. Yoga pada Inilah.com di Jakarta, Selasa (30/5/2023).

Menurut statement organisasi kesehatan dunia (WHO), sekitar 90 persen penduduk dunia hidup di lingkungan yang kadar polusinya melebihi ambang batas, yaitu PM2,5. Oleh karenanya, ini menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat.

Selanjutnya terdapat tiga dampak dari tingginya kadar polusi udara menurut Prof. Tjandra. Pertama, polusi udara membuka peluang infeksi saluran pernapasan akut.

“Yang pertama adalah bisa terjadi infeksi saluran pernapasan. Penyakit saluran pernapasan itu adalah sesuatu yang akut, artinya tadinya nggak ada dalam hitungan hari jadi ada kemudian balik lagi,” jelas Prof. Tjandra.

Lalu, dampak yang kedua adalah memperburuknya pasien yang sudah memiliki penyakit kronis seperti asma dan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK).

“Yang kedua, adalah perburukan dari orang yang sudah punya penyakit, jadi orang yang sudah punya asma misalnya maka asmanya akan mungkin lebih kambuh pada saat polusi udara sedang tinggi-tingginya,” ujar Prof. Tjandra.

Kemungkinan dampak ketiga yang terjadi adalah timbulnya penyakit paru yang lebih kronis. Namun ia menegaskan itu masih belum pasti dan masih menjadi kemungkinan. Pasalnya polusi udara yang sifatnya fluktuatif dapat menurunkan resiko penyakit tersebut.

“Ada saja polusi udara ini tidak sama, tidak berjalan terus menerus, berapa lama kemudian balik lagi. Memang sulit melihat jangka panjangnya,” ungkap Direktur Pascasarjana Universitas YARSI itu.

Back to top button