Kanal

Jokowi dan Bapanas: Cetak Rekor Impor Beras


Keberadaan Badan Pangan Nasional (Bapanas) bukannya menjamin persediaan dan stabilitas harga pangan. Impor pangan justru ugal-ugalan.

Pada 2023, impor beras Indonesia mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah negeri ini. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Indonesia melakukan impor beras sebanyak 3,6 juta ton.

Angka ini mengalahkan era kepemimpinan Habibie yang mengimpor beras sebanyak 3 juta ton pada 1998-1999. Tingginya impor beras, menandai rezim Jokowi kurang perhatian terhadap sektor pertanian.

“Selama 5 tahun terakhir impor beras di 2023 ini merupakan yang terbesar,” kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, Jakarta, Senin (15/1/2024).

Pudji mengatakan, impor beras pada 2023, melompat 6 kali lipat ketimbang 2022. Pada 2022, Indonesia mengimpor beras sebanyak 429 ribu ton, dan 2021 sebesar 407,7 ribu ton, 356 ribu ton pada 2020 dan 444 ribu ton pada 2019.

Pudji merincikan, jenis beras yang paling banyak diimpor Indonesia adalah semi milled or wholly milled rice dengan volume impor 2,7 juta ton atau sekitar 88,18 persen.

Lalu, broken rice, other than of a kind dengan volume impor 345 ribu ton atau sekitar 11,29 persen dari total impor.

Selanjutnya ada Basmati rice, semi-milled or wholly milled rice dengan volume 7.133 ton atau 0,23%; other fragrant rice, semi milled 6.950 ton (0,23 persen); dan glutinous rice 1.300 ton (0,02 persen).

Impor beras terbanyak berasal dari Thailand, yaitu 1,38 juta ton, atau mencakup 45,12 persen dari total impor beras.

Disusul Vietnam dengan 1,14 juta ton (37,47 persen); Pakistan 309 ribu ton (10,10 persen); Myanmar dengan 141 ribu ton (4,61 persen), dan dari negara lainnya 83 ribu ton (2,70 persen).

Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat MPP menilai, Bapanas gagal menjalankan tugas sebagai penjaga stok dan stabilitas harga beras.

Kepemimpinan Arief Prasetyo Adi di Bapanas, dinilainya justru menimbulkan carut marut di sektor perberasan. Termasuk kenaikan harga beras yang cukup signifikan, belakangan ini.

Dirinya mencium adanya skenario yang membuat pemerintah Indonesia semakin tergantung dengan pangan impor.

Misalnya, Bapanas menggunakan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) untuk menjalankan program bantuan sosial (bansos) beras 10 kilogram (kg) menjelang pemilu 2024.

“Instruksi menggunakan beras cadangan sebagai bansos ini, terutama menjelang pemilu. Dampaknya beras kosong, harga naik terus sehingga muncul desakan impor beras dalam jumlah besar. Ini skenario besar,” kata dia.

Menyangkut bansos beras ini, kata Hidayat, mengacu kepada Perpres 125 tahun 2022 bahwa tanggung jawab penyaluran bantuan pangan beras dialihkan dari Kemensos kepada Bapanas dan Perum Bulog.

Kebijakan ini tidak hanya menciptakan ambiguitas dalam peran Bapanas, tetapi juga mengurangi stok beras yang tersedia untuk masyarakat luas. Sehingga, memicu peningkatan harga di pasaran.

Dirinya pun mengkritik Bapanas di bawah Arief cenderung 
menjadi tugang bagi-nagi bansos beras jelang Pemilu 2024, ketimbang menjaga pasokan dan harga bahan pangan.

“Alih-alih memastikan stok stok beras, Bapanas kini juga bertugas sebagai penyalur bansos. Akibat kebijakan tersebut, stok beras yang seharusnya aman dan mencukupi sampai bulan puasa dan Lebaran, kini menipis,” jelasnya.

Pada awal Januari 2024, Perum Bulog melaporkan adanya persediaan beras sebanyak 1,4 juta ton. Namun, jumlah itu terkikis cepat akibat penyaluran bansos yang menyedot 660 ribu kg beras tiap tahap.

Tingginya impor beras Indonesia, menurutnya, merupakan kesalahan pemerintah saat ini. Pertanda tidak punya keberpihakan terhadap sektor pertanian. Sehingga produksi nasional tak mencukupi kebutuhan.

Tak percaya? BPS mencatat, terjadi penurunan produksi beras nasional pada 2023 sebesar 2,05 persen dibandingkan 2022. Yakni dari 31,54 juta ton pada 2022, menjadi 30,90 juta ton pada 2023.

Penurunan ini, sejalan dengan menyusutnya luas panen pada 2023 sekitar 2,45 persen, atau setara 0,26 juta hektare (ha) menjadi 10,20 juta ha, dibandingkan 2022 seluas 10,45 juta ha.

Sedangkan dari data Bapanas, kebutuhan beras Indonesia pada 2024 diperkirakan mencapai 31,2 juta ton. Artinya, defisitnya tidak besar-besar amat. Tapi, kenapa impornya hingga jutaan ton? Apalagi menjelang Pemilu 2024 digenjot habis-habisan.

Celakanya, negara-negara penghasil beras seperti Vietnam, Thailand dan China mempertetat ekspor berasnya. Karena, negara-negara itu, tak ingin kesamber krisis pangan yang banyak dialami negara lain.

Mereka sengaja menahan pangan di negerinya tidak dijual. Kalau pun dijual, maharnya tentu lebih mahal biasanya.  “Ini meningkatkan risiko kegagalan impor, yang jika terjadi, dapat mempercepat lonjakan harga beras,” kata Hidayat.

DPR: Kinerja Jeblok Bapanas

Kalangan politikus di DPR, sangat menyayangkan kinerja Arief Prasetyo Adi dalam memimpin Bapanas yang rajin mengimpor komoditas pangan. Tak hanya beras, jagung, bawang hingga gula harus impor.

Anggota Komisi IV DPR Sutrisno, melontarkan kritik menohok kepada Arief yang belakangan rajin bicara soal impor beras. Seolah-olah, impor adalah satu-satunya solusi dalam menyelesaikan gejolak harga beras.

Politikus PDI Perjuangan (PDIP) itu, mengingatkan pemerintah termasuk Bapanas untuk tidak keluar rel. Dalam hal ini, pemerintahan Jokowi, seharusnya memperkuat ketahanan pangan nasional. Bukan malah gembar-gembor impor bahan pangan.

“Bapanas memiliki peran strategis dalam mewujudkan kedaulatan pangan Indonesia, termasuk meningkatkan produksi beras di dalam negeri,” kata dia.

Pandangan senada disampaikan anggota Komisi IV DPR asal Fraksi PKS, Hermanto, seharusnya kewenangan Bappanas sebagai stabilisator harga, dikedepankan. Susun strategi pangan yang terukur.

“Kapan stok beras ditumpuk dan kapan harus dilepas, karena Bappanas adalah satu-satunya instansi resmi pemerintah yang diberi kewenangan mengurus beras negara. Kalau bisanya cuman impor, tukang becak juga bisa lakukan,” tandasnya.

Terkait impor beras 3,6 juta ton, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menerangkan, pemerintah menambah kuota impor beras sebanyak 1,6 juta ton untuk berjaga-jaga agar stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) tetap aman.

Meski demikian, Arief mengklaim impor 1,6 juta ton belum menjadi prioritas pemerintah. Sebagai informasi, pemerintah resmi menambah kuota impor beras sebanyak 1,6 juta ton.

Dengan penambahan kuota ini, total beras impor yang akan didatangkan pemerintah pada tahun ini sebanyak 3,6 juta ton.

Maka, jika ditambah dengan kuota akhir 2023 yang ditangguhkan awal 2024 sejumlah 500 ribu ton, jumlah beras impor sepanjang 2024 mencapai 4,1 juta ton. Lagi-lagi impor beras tertinggi sepanjang sejarah Indonesia.

Dia menyebut, dengan adanya kesepakatan penambahan kuota impor, nantinya pemerintah tidak perlu menunggu waktu lama jika diperlukan impor. “Tinggal kita kontrol kapan (beras impor) masuknya,” ujar dia.

Meski demikian, Arief memastikan, importasi yang dilakukan akan tetap terukur, sehingga harga gabah di tingkat petani masih bisa terjaga. Kuota impor beras yang ditetapkan pemerintah telah mempertimbangkan tingkat produksi dan kebutuhan dalam negeri.

Back to top button