News

Jalan Rusak, antara Ego Kalah Pilkada dan Saling Lempar Tanggung Jawab

Mencuatnya masalah jalanan rusak parah di Provinsi Lampung baru-baru ini seakan membuka lembaran potret buruknya kondisi nyata infrastruktur publik yang selama ini kurang menjadi şorotan masyarakat luas.

Bermula dari Bima Yudho Saputro, seorang warga Lampung sekaligus TikToker pada pertengahan April lalu yang membuat heboh setelah menyampaikan kritik soal jalanan rusak di daerahnya yang menjadi viral di media sosial (medsos).

Kritik yang disampaikan Bima terhadap Pemerintah Provinsi Lampung melalui akun TikToknya @awbimaxreborn diwarnai kontroversi setelah ia dilaporkan ke Polda Lampung oleh seorang warga bernama Ginda Ansori terkait dugaan penghinaan dalam video viral mengkritik Pemprov Lampung.

Pembelaan terhadap Bima pun bermunculan, dari mulai warganet hingga kalangan pejabat dan politisi di Senayan, Jakarta. Tak ketinggalan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga turut memberi perhatian dengan memantau pembangunan proyek jalan di Lampung usai ramai menjadi sorotan.

Tidak tanggung-tanggung, lebih dari itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga ikut memberi atensi atas permasalahan jalanan rusak di provinsi yang dikenal dengan keindahan pantainya itu. Bahkan Presiden Jokowi pada Jumat (5/5/2023) didampingi oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) dan Menteri BUMN Erick Thohir (Etho) meninjau kondisi infrastruktur jalan yang rusak di Lampung.

Sisi lain yang juga penting disoroti dari kasus jalanan rusak di Lampung diungkap oleh anggota DPR RI, Irma Suryani. Politikus Partai NasDem kelahiran Kota Metro, Lampung, itu mengungkapkan bahwa jalanan rusak di Lampung itu juga bersangkutan dengan politik.

Irma menyebut bahwa dalam Pilkada Lampung lalu, di daerah-daerah yang jalanannya banyak rusak parah, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi kalah. Dia menduga, hal itu menjadi salah satu alasan pembangunan di daerah itu tidak dilakukan secara maksimal oleh sang gubernur.

Irma pun menyindir Arinal jangan hanya mampu memenangkan pilkada tapi tidak mampu memberikan kesejahteraan dan pelayanan yang baik kepada masyarakat di daerahnya.

“Kepala daerah tidak boleh pilih-pilih wilayah dalam memberikan pembangunan apa pun, sekalipun misalnya wilayah tersebut tidak memenangkan kepala daerahnya saat pilkada,” ujar Irma dalam keterangannya, dikutip di Jakarta, Minggu (7/5/2023).

Sebagai putri kelahiran Lampung, Irma mengaku banyak melakukan perjalanan ke daerah-daerah di Lampung. “Jalan Metro ke Pugung Raharjo yang sering saya lewati tidak pernah tersentuh perbaikan. Begitu juga jalan di Seputih yang mengarah ke Punggur. Itu yang saya tahu persis,” ungkap anggota Komisi IX DPR itu yang meminta kepada semua kepala daerah, termasuk Arinal, berlaku adil dalam mengelola pembangunan di daeranya.

Lebih lanjut, Irma menilai kunjungan Presiden Jokowi yang melihat langsung kondisi infrastruktur di Lampung sekaligus pelajaran serta kritik keras terhadap Gubernur Lampung Arinal dalam mengelola pembangunan daerah.

Senada dengan Irma, anggota DPD RI dari Provinsi Sumatera Selatan, Jialyka Maharani menegaskan pembangunan infrastruktur tidak boleh dipolitisiasi. Jialyka mencontohkan, ada daerah yang tidak mendapatkan bantuan pembangunan karena kepala daerah kalah suara di wilayah itu ketika pemilihan kepala daerah.

“Tidak ada ceritanya daerah yang bukan basis suara kepala daerah dihukum tidak mendapatkan sentuhan pembangunan sama sekali,” tegas senator termuda kelahiran 1997 itu dalam keterangan tertulisnya, Selasa (9/5/2023).

Ia mengaku kerap mendapat aduan dari masyarakat di daerah terkait fenomena maraknya jalan rusak yang tidak kunjung diperbaiki oleh pemerintah. “Sudah saatnya pemerintah daerah menjalin konektivitas dan kolaborasi antar-stakeholder untuk mempercepat pembangunan infrastruktur,” ujarnya.

Selanjutnya, putri Bupati Ogan Ilir (OI), Ilyas Panji Alam ini meminta para pemimpin daerah harus merangkul semua masyarakat di daerah, tanpa mengkooptasi masyarakat berdasarkan pilihan mereka saat pilkada sebelumnya.

Kondisi jalan di Provinsi Lampung juga menjadi sorotan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Hilmy Muhammad. Menurutnya, masalah jalan rusak di Lampung ini menjadi cerminan nasional atau daerah-daerah lainnya.

Pria yang akrab disapa Gus Hilmy itu juga meminta agar daerah-daerah lain tidak jumawa dan merasa jalan di daerah paling bagus. Tidak hanya di luar Jawa, di Jawa sendiri, masih banyak jalan yang pembangunannya terhambat.

“Untuk daerah lain, meskipun tidak menjadi sasaran inspeksi Presiden, tidak perlu jumawa dan merasa jalannya sudah baik. Di Jawa juga masih banyak jalan yang kurang layak, jadi tidak perlu melakukan bullying terhadap Lampung. Saya kita, semua menteri juga pernah ke Lampung, mengapa baru sekarang ini terjadi pengambilalihan pembangunan jalan?,” kata dia dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (12/5/2023).

Oleh sebab itu, Gus Hilmy berharap kasus jalan rusak di Lampung ini menjadi pintu masuk komunikasi dan koordinasi yang baik antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. Pemda, menurut Gus Hilmy, juga bisa mengajak para wakil rakyat, baik DPRD, DPR maupun DPD, untuk duduk bersama untuk menyelesaikan hal ini.

Fenomena jalan rusak tidak hanya terjadi di Lampung. Di daerah-daerah lain pun, termasuk di Pulau Jawa, bahkan di pinggiran Jakarta cukup banyak ditemui, seperti Depok, Tangerang, Bekasi, dan Bogor. Hampir merata di berbagai daerah. Selain karena faktor kepala daerahnya yang diduga tak mau memperbaiki lantaran kalah perolehan suara saat pilkada di wilayah jalan rusak tersebut, penyebab lainya yaitu adanya saling lempar tanggung jawab.

Salah satu contohnya terjadi di wilayah Batam, Kepulauan Riau, baru-baru ini. Polemik penanganan jalan rusak yang tak kunjung usai di daerah ini terjadi karena saling lempar tanggung jawab antara Pemerintah Kota (Pemkot) Batam dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepri.

Gubernur Kepri Ansar Ahmad menyebut penyebab sejumlah ruas jalan provinsi yang ada di Batam tak bisa dilakukan perbaikan lantaran keterbatasan dana. Pihak Pemrov Kepri juga menyerahkan aset jalan itu ke Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Adapun di daerah penyangga Ibu Kota, persoalan jalan rusak yang berlangsung selama bertahun-tahun juga sudah kerap menjadi perbincangan masyarakat setempat. Di daerah Citayam, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, misalnya. Di daerah yang berbatasan langsung dengan Kota Depok ini, sejumlah jalan yang rusak menjadi polemik berkepanjangan karena tak kunjung diperbaiki.

Alasannya, menurut warga, aparat pemerintahan desa sempat saling mengklaim bukan tanggung jawabnya untuk memperbaiki. Selama ini memang banyak orang menganggap bahwa Citayam terletak di wilayah Depok. Namun, tak sedikit pula yang menganggap wilayah ini berada di Kabupaten Bogor. Maklum, daerah ini sebagian masuk wilayah Depok dan sebagian lainnya masuk Kabupaten Bogor.

Terlepas dari penyebab itu semua, jalan yang rusak harus menjadi prioritas tanggung jawab pemerintah atau kepala daerah untuk segera diperbaiki karena merupakan infrastruktur publik. Artinya, jangan ada lagi pembedaan perlakuan karena faktor pikada atau saling lempar tanggung jawab.

Harus adil dan jangan korup

Dari permasalahan jalan rusak yang tak diperbaiki bila penyebabnya dari sisi lain tersebut, maka terlepas apapun alasannya memang harus cepat diperbaiki. Selain infrastruktur jalan merupakan urat nadi perekonomian, jalan yang rusak juga dapat membahayakan penggunanya.

Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menegaskan, semua kepala daerah siapapun dalam konteks membangun daerah harus adil karena kepala daerah menjalankan fungsi pembangunan dan mensejahterakan rakyat. “Salah satunya membangun kebutuhan-kebutuhan publik, yaitu infrastruktur,” ujar Ujang saat dihubungi Inilah.com di Jakarta, Jumat (12/5/2023).

Banyaknya jalan yang rusak, ungkap Ujang, karena kepala daerahnya ada yang tidak paham, tidak adil, dan banyak korupsinya. Dulu ketika mencalonkan sebagai kepala daerah banyak mengeluarkan uang dan kemudian setelah jadi kepala daerah tentunya akan mengeruk uang untuk mengembalikan duit dana kampanye yang telah dikeluarkan, sehingga pembangunan-pembangunan terlupakan.

“Pembangunan-pembangunan infrastruktur itu lihat saja menjadi terabaikan, dan ujung-ujungnya jalan-jalan bolong, rusak di mana-mana. Itu faktanya,” kata Ujang.

Artinya, Ujang mengamati, di situ pembangunannya tidak jalan dan ada ketidakadilan yang dilakukan oleh kepala daerah, dan di situ pula banyak korupsi. “Saya melihatnya seperti itu. Jadi sangat sederhana kita melihat, memotret soal kepala daerah yang tidak membangun infrastruktur jalan karena ya tidak adil di satu sisi dan di sisi yang lain banyak korupsinya,” terang Direktur Eksekutif Indonesia Political Review ini.

Ia juga mencermati biasanya kalau bupati atau kepala daerahnya tidak korup maka pembangunan infrastrukturnya di daerahnya bisa berjalan. Contohnya, banyak juga di daerah-daerah yang kepala daerahnya bagus, infrastruktur jalannya bagus-bagus dan mulus. “Jadi kalau ada kasus jalan rusak di daerah ini mungkin kepala daerahnya tidak mengerti, tidak adil, dan mohon maaf cenderung biasanya di daerah itu  banyak korupsinya,“ tutur Ujang menegaskan kembali.

Adapun dengan adanya kepala daerah yang saling lempar tanggung jawab tak mau memperbaiki jalanan rusak lantaran merasa bukan tanggung jawabnya di wilayahnya, Ujang menyebut harus melihat aturan undang-undangnya atau regulasinya seperti  apa.

“Jadi, tidak boleh tak bertanggung jawab. Mestinya semuanya beracuan pada peraturan yang ada dan saling bahu membahu gotong royong, bertanggung jawab masing-masing di wilayahnya. Siapa melakukan apa, tugasnya seperti apa, ya itu harus dijalani oleh setiap kepala daerah. Jadi enggak boleh lempar tanggung jawab,” beber Ujang menerangkan.

Ujang bilang, orang yang hebat adalah yang mengambil tanggung jawab, bukan yang melempar tanggung jawab. “Itu yang harus dilakukan.”

Meski begitu Ujang menuturkan bahwa perlu dilihat dulu status jalannya milik siapa, apakah jalanannya milik negara, milik provinsi atau milik kabupaten/kota. Dari situ, bisa terlihat siapa pemiliknya yang harus bertanggung. “Jangan sampai rakyat yang dirugikan. Kalau lempar tanggung jawab itu bukan pemimpin yang bagus,” tambah Ujang kembali menekankan.

Tiga prinsip pembangunan

Direktur Riset Trust Indonesia, Ahmad Fadhli kepada Inilah.com di Jakarta, Jumat (12/5/2023), menegaskan prinsip pembangunan ada tiga, yaitu keadilan, kesejahteraan, dan keberlanjutan. Jika ada kepala daerah yang membangun wilayahnya berdasarkan “like and dislike” karena dukungan pada saat Pilkada, maka selain tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, juga kepala daerah tersebut bukan merupakan seorang pemimpin daerah, melainkan pemimpin golongan.

Fadhli menyebut pembangunan infrastruktur jalan merupakan salah satu program utama dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada saat kampanye dulu. Dengan infrastruktur jalan yang baik, akan mempermudah akses secara ekonomi dan sosial, sehingga pada akhirnya adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Perlu diketahui bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006, terdapat pembagian penanggung jawab terhadap jalan umum berdasarkan statusnya, yaitu mulai dari jalan nasional, provinsi, kabupaten, kota dan desa.

“Masyarakat tidak mau tahu soal kewenangan tersebut, jika ada jalan rusak pasti yang disalahkan adalah pemerintah yang ada di daerah tersebut, padahal bisa saja jalan yang rusak merupakan jalan nasional kewenangan dari pemerintah pusat yang notabene anggarannya pun berasal dari APBN,” jelas Fadhli.

Soal saling melempar tanggung jawab, menurut Fadhli, mungkin karena kewenangan tersebut, karena pemerintah provinsi tidak memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki jalan nasional. Walaupun tidak memiliki tanggung jawab dalam memperbaiki, namun pemerintah provinsi dapat melakukan koordinasi dan pelaporan mengenai skala prioritas perbaikan jalan nasional tersebut kepada pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Back to top button