Market

IRES: Rencana Privatisasi PGE dari Menteri Etho Melanggar Konstitusi

Direktur Indonesia Resources Studies (IRES), Marwan Batubara bersama sejumlah tokoh menolak privatisasi Pertamina Geothermal Energy (PGE), anak usaha PT Pertamina dibungkus initial public offering (IPO) yang digagas Menteri BUMN, Erick Thohir (Etho).

Dikutip Sabtu (18/2/2023), Jakarta, Marwan menerangkan, privatisasi yang dibungkus penawaran saham perdana atau IPO, melanggar konstitusi dan sejumlah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). “Kami melawan rencana Menteri Erick yang dilontarkan pada 20 Januari 2020 tentang privatisasi PGE dan sejumlah anak usaha PLN, dibungkus IPO. Itu melanggar konstitusi dan sejumlah aturan,” tandasnya.

Dikatakan Marwan, PGE yang 100 persen sahamnya digenggam Pertamina, merupakan penyelenggara usaha bidang panas bumi penghasil listrik yang 100 persen dayanya dijual ke PLN. Kementrian BUMN rencananya menjual 25 persen saham PGE. Rencana ini diklam untuk mendapatkan dana murah, meningkatkan transparanasi dan akuntabilitas, serta berbagai alasan lain. “Apapun alasan Erick adalah absurd, mengada-ada dan mengkhianati UUD 1945, kami dengan ini menyatakan penolakan keras atas rencana privatisasi PGE,” tegasnya.

Kata Marwan, privatisasi PGE melalui IPO yang digagas Menteri Etho, melanggar pasal 33 UUD 1945 yang mengamanatkan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. “Selain itu, melanggar pasal 3 butir (a) dan Pasal 4 ayat (1) UU Panas Bumi No.21/2014 yang memerintahkan agar eksploitasi panas bumi diselenggarakan untuk menunjang ketahanan dan kemandirian energi serta bermanfaat bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat,” tuturnya.

Selain itu, lanjut Marwan, ide Menteri Etho itu, melanggar keputusan MK No.36/2012 dan No.85/2013 yang mengamanahkan agar penguasaan Sumber Daya Alam (SDA) oleh negara harus bermanfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat, dan karena itu pengelolaannya harus dilakukan BUMN. “serta melanggar UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara, karena SDA panas bumi dan pemilik manfaatnya melalui PGE adalah Pemerintah Republik Indonesia. Kementrian BUMN telah merekayasa pemilikan kekayaan negara, melalui manipulasi pembentukan anak/cucu BUMN, sehingga Aset Negara dengan mudah dimiliki swasta,” paparnya.

Poin lainnya, kata Marwan, privatisasi PGE bakal mengurangi penerimaan negara/APBN dan keuntungan BUMN karena dilakukannya proses Unbundling, yaitu memisah-misahkan rantai bisnis Pertamina menjadi sejumlah anak-anak usaha atau sub-holding. “Karena turunnya pendapatan, akan mengurangi kemampuan BUMN/Pertamina melakukan cross-subsidy, menjalankan tugas perintisan, membangun serta menyediakan jasa dan pelayanan kepada masyarakat tidak mampu dan wilayah terpencil, tertinggal dan terluar. Hal ini jelas akan meningkatkan kesenjangan pendapatan kaya miskin dan kesejahteraan antar wilayah,” imbuhnya.

Selanjutnya Marwan mengkritisi pernyataan Menteri Etho bahwa IPO subholding BUMN bertujuan mencari dana murah adalah manipulasi informasi tendensius. Erick telah membohongi rakyat. Faktanya Pertamina telah memperoleh kredit bunga rendah tanpa IPO. “Sejak 2011 hingga awal 2021, total obligasi Pertamina sekitar 14 miliar dolar AS. Dengan tingkat bunga (kupon) berkisar 1,4 persen hingga 6,5 persen (weighted average: sekitar 4,60%). Nilai kupon tersebut, lebih rendah ketimbang kupon PGN yang telah IPO, yakni 5,125 persen,” paparnya.

Penolakan rencana privatisasi PGE, Marwan tidak sendiri. Sejumlah tokoh nasional mendukungnya. Baik dari kalangan akademisi hingga para pakar. Yakni, Prof Sri Edi Swasono (Guru Besar UI), Prof Mukhtasor (Guru Besar ITS), Prof Daniel M Rosyied (Guru Besar ITS), Prof Juajir Sumardi (Guru Besar Unhas), Said Didu (mantan Sekjen KBUMN), Anthony Budiawan (PEPS), M Mursalin (CSIL), Arie Gumilar (FSPPB), Ugan Gandar (Pengamat Migas) dan masih banyak lainnya.

Back to top button