News

ICW Sebut Pengangkatan Pj Kepala Daerah oleh Kemendagri Mencederai Demokrasi

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Yassar Aulia menilai pengangkatan Penjabat (Pj) kepala daerah oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah mencederai demokrasi di Indonesia. Sebab, proses pemilihannya tidak transparan, bukan pilihan rakyat serta terkesan hanya diperuntukkan bagi orang terdekat.

Ia menyebut per 26 mei 2022, setidaknya sebanyak 116 Pj Kepala Daerah telah diangkat. Menurutnya, mayoritas Pj tersebut berlatar belakang sekretaris daerah dan kemudian disusul dari mereka yang berafiliasi dengan Kemendagri.

“Ini menjadi masalah karena dalam konteks kemendagri ini perannya sangat besar dalam menentukan siapa-siapa saja yang terpilih,” kata Yassar dalam diskusi daring bertajuk ‘Pasca Putusan KIP: Mendagri Harus Buka Dokumen Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah!’ dipantau di Jakarta, dikutip Kamis (3/8/2023).

Yassar juga menyoroti soal batasan kewenangan seorang Pj kepala daerah. Menurutnya, jika merujuk pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati, dan Pejabat Wali Kota, jabatan ini memiliki kewenangan, hak dan kewajiban yang sama persis dengan kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat secara demokratis melalui Pilkada.

Akan tetapi yang menjadi perbedaan, tambah Yassar, setidaknya ada empat kewenangan yang tidak boleh dilakukan oleh Pj tersebut antara lain melakukan mutasi pegawai, membatalkan perizinan yang telah dibuat pejabat sebelumnya, membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan pejabat sebelumnya dan membuat kebijakan yang bertentangan dengan program pemerintah sebelumnya.

Akan tetapi, pengecualian tersebut ternyata bisa dilangkahi dengan persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) sesuai dengan Pasal 132 a ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008. “Nah ini berpotensi untuk terjadi juga larangan-larangan lainnya yang seharusnya menjadi pengecualian yang dapat dilakukan oleh seorang pejabat,” ujar Yassar.

Selain itu, tambah Yassar, yang menjadi masalah juga Pj kepala daerah merupakan jabatan yang bersifat strategis dan memiliki implikasi yang kuat kewenangannya bisa mengusulkan peraturan daerah hingga merancang kegiatan. Namun, posisi ini justru malah diisi oleh mereka yang tidak memiliki mandat dan ketentuan mereka sendiri. “Jadinya sangat bisa dibilang terikat dengan pihak yang melantik, dalam hal ini Mendagri,” ungkap Yassar.

Untuk itu, pihaknya berupaya untuk melihat dokumen-dokumen dari Pj kepala daerah untuk memastikan akuntabilitas, profesionalisme dan objektivitas mereka serta tidak sarat akan konflik kepentingan karena banyak yang berasal dari pihak pemerintah, yaitu lingkungan Kemendagri.

Back to top button