Kanal

Ibu Aminah Tidak Hilang di Pintu Raudhah

“Assalamualaikum. Pak Fahd, mohon bantuannya, jemaah ada yang nyasar. Awalnya di pintu 28. Pas disusulkan, tidak ada. Atas nama Aminah binti Kamis. 63 tahun.” Saya menerima pesan itu dari jemaah kloter, sekitar pukul 09.00. Bagi saya, ini pengalaman yang luar biasa. Bu Aminah ‘hilang’ di depan pintu menuju Raudhah. Izinkan saya menceritakannya.

Salah satu impian jemaah haji yang berkunjung ke Madinah adalah memasuki Raudhah. Taman surga yang terletak di antara rumah dan mimbar Nabi Muhammad SAW. ‘Maa baina baitiy wa mimbariy raudlatan min riyadlil jannah’. Sejak pandemi, memasuki Raudhah tidak mudah lagi. Perlu izin khusus yang diterbitkan perusahaan penjamin peziarah, namanya ‘tasreh’. Selama musim haji, mengurus ‘tasreh’ juga tidak mudah, perlu izin khusus. Antrean membludak.

Mungkin anda suka

Jemaah setiap kloter mendapatkan tasreh yang dikelola oleh Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) setempat. Setiap kloter dijadwalkan agar jamaahnya bisa bermunajat di Raudhah, salah satu tempat mustajabnya doa-doa. Sabtu, 10 Juni 2023, pukul 05.00, kloter JKS 25 mendapatkan giliran itu—khusus untuk jemaah perempuan. Jemaah laki-laki dilakukan siangnya, setelah shalat zuhur.

Usai shalat subuh, jemaah ibu-ibu sudah mengantre di pintu 28. Mereka antusias. Antrean panjang mengular. Tapi mereka tidak peduli. Tidak ada yang lebih istimewa bagi mereka hari itu kecuali berkesempatan berdoa di mihrab Nabi, salah satu tempat terjaminnya permohonan seorang mukmin. Setiap hari, puluhan ribu orang dari seluruh dunia diizinkan masuk Raudhah secara bergiliran. Masing-masing diberi waktu 3-5 menit saja. Semua memanfaatkan waktu yang pendek itu untuk mengutarakan daftar permohonan yang panjang.

Bu Aminah sudah menantikan kesempatan berdoa di Raudhah ini sejak lama. Saat tiba di Madinah 5 hari yang lalu, ia bertanya-tanya, “Kapan bisa ke Raudhah?” Hari ini pertanyaan itu akan menemukan jawabannya. Semalaman ia susah tidur. Ia berangkat ke masjid lebih awal. Mengantre dengan perasaan tak sabar. Di kepalanya, berderet daftar doa. Baik yang pribadi maupun titipan keluarga tercinta. Rencananya, semua akan ia tumpahkan di mihrab Nabi.

Namun, nahas, saat waktunya tiba Bu Aminah masuk angin. Ia muntah ketika mengantre. Perutnya kosong, barangkali. Kepalanya pusing. Bu Aminah ‘kliyengan’ dan dipaksa duduk di karpet masjid depan pintu 28.

“Ibu tidak usah ikut masuk ke Raudhah, ya? Karena yang sakit tidak boleh masuk. Sebaiknya istirahat. Berdoa di sini sama saja. Insya Allah.” Kata ketua kloter, mempertimbangkan kesehatan Bu Aminah.

Mendengar ‘perintah’ itu, Bu Aminah belum tahu betul apa yang terjadi. Ia belum sempat mencerna semuanya. Rasanya ia hanya terlambat makan. Tadi baik-baik saja. Kenapa sekarang pusing sekali?

Tak mau merepotkan teman-teman jemaahnya yang lain, akhirnya, dengan berat hati, Bu Aminah mengangguk setuju pada anjuran ketua kloter. Ia harus mengubur impiannya masuk ke Raudhah. Sambil menahan kepala yang berat, Bu Aminah duduk bersimpuh di karpet depan pintu 28. Ia melihat teman-temannya berjalan mengikuti alur antrean. Bu Aminah hanya bisa terduduk, menangis, dan berdoa di sana.

Singkat cerita, karena antrean yang panjang, kunjungan rombongan JKS 28 usai pukul 07.00 lebih. Mereka keluar di dekat Babussalam, pintu 1. Terpisah jauh dari Bu Aminah, ketua rombongan jamaah perempuan, dan beberapa jamaah bergegas menjemput Bu Aminah.

Sayang, setelah dicek beberapa orang, Bu Aminah ‘menghilang’. Tidak ada yang bisa menemukan Bu Aminah di tempat semula, sudah dicari ke mana-mana, Bu Aminah dinyatakan ‘hilang’. Menyadari hal itu, sekelompok ibu-ibu segera melapor kepada ketua regu dan ketua rombongan. Mayoritas jemaah laki-laki berada di hotel.

Sesampainya di hotel, pencarian pun ditingkatkan. Kegawatan dileskalasi. Suami Bu Aminah dan beberapa jemaah laki-laki didampingi Karu dan Karom menyisir setiap pintu dekat pintu 28. Lalu ke area sekitarnya di luar. Foto disebar ke setiap grup WA, dengan satu berita: Bu Aminah hilang! Aminah binti Kamis. Usia 63 tahun.

Empat jam sejak Bu Aminah berpisah dengan rombongan, setelah pencarian yang dilakukan sejumlah orang, saya mendapatkan info tersebut. Pesan yang saya tulis di bagian awal catatan ini saya terima dari Ketua Rombongan 9. Dari hotel, saya bersiap bergerak. Saya menyiapkan payung, makanan, dan minuman secukupnya—karena saya tahu Bu Aminah belum makan. Tidak lupa, saya mengabarkan ke berbagai WAG petugas dan jemaah Indonesia yang berada di Madinah.

353434742 799032281586772 1568713352782804498 N - inilah.com

Saya pun melakukan pencarian. Diawali dengan ‘bismillah’. Saya berpikir ke mana harus mencari Bu Aminah? Sudah dicari banyak orang ke mana-mana, dicek infonya ke berbagai grup jemaah Indonesia di Madinah, kenapa belum ketemu?

Di tengah berbagai dugaan, saya terpikir untuk mengirim salam kepada Rasulullah. Memohon ‘syafaat’-nya untuk memecahkan persoalan ini. “Assalamualaikum, Ya Rasulullah. Izinkan aku mencari tamumu yang hilang. Izinkan aku menemukannya dan membawanya pulang ke hotel.” Bisik saya sambil terus berjalan. Lalu saya melanjutkan dengan shalawat dan zikir.

Ajaibnya, setelah berjalan kurang lebih 1,5 km, saya tiba di pintu 28. Dan tahukah apa yang saya temukan? Seorang ibu tua berusia 60 tahun sedang duduk menyelonjorkan kaki di sana, wajahnya bingung. Ya, saya menemukan Bu Aminah. Tepat di depan pintu 28! Sendirian, duduk di atas karpet masjid di teras, di bawah tiang.

Setelah memastikan identitasnya, saya menanyakan apakah Bu Aminah sudah makan? Ia menggelengkan kepala. Saya pun menyodorkan beberapa makanan dan minuman. Bu Aminah makan lahap sekali.

“Mas, antar saya pulang. Saya takut.” Kata Bu Aminah. “Saya tidak tahu jalan. Di rumah juga saya penakut orangnya. Tidak pernah ke mana-mana.”

Saya mengangguk. “Ibu tadi ke mana saja?” Tanya saya.

“Tidak kemana-mana, Mas. Saya dari tadi nunggu di sini. Tidak ada yang jemput. Katanya mau dijemput.” Jelas Bu Aminah.

Ha? Bagaimana mungkin? Sejak tadi lebih dari 10 orang mencari Bu Aminah ke sini. Bahkan 10 menit yang lalu, seorang teman petugas saya minta ke pintu 28 untuk mengecek. Ia mengaku tidak melihat orang Indonesia yang tersesat.

“Saya dari tadi tidak melihat orang Indonesia, Mas.” Kata Bu Aminah.

352691957 799032251586775 6991128771205307061 N - inilah.com

Saya tidak mau memperpanjang bagaimana Bu Aminah hilang, kenapa ia tidak mencari bantuan, atau lainnya. Yang penting ibu itu kini sudah ditemukan. Perlu segera saya bawa ke hotel untuk istirahat, juga untuk sarapan pagi. Waktu sudah hampir pukul 11. Zuhur hampir tiba.

“Ibu tadi tidak ke Raudhah jadi ya?” Tanya saya.

Bu Aminah mengangguk sedih. “Iya, Mas. Padahal saya tidak kenapa-kenapa. Pengen banget ke Raudhah. Pengen berdoa di sana. Tapi tadi ketua kloter dan tim kesehatan melarang.” Curhat Bu Aminah.

“Tidak apa-apa, Bu. Di Masjid Nabawi, berdoa di mana saja, Insya Allah atas perkenan Rasulullah. Apalagi ibu berdoa di

depan gerbang menuju Raudhah, dikasih waktu lama juga untuk akrab sama Masjidnya Nabi.” Hibur saya.

“Iya, Mas. Dari tadi juga saya berdoa aja. Sambil nangis. Semua doa sudah dibaca.” Katanya.

Saya tersenyum dalam hati. Seindah ini cara Rasulullah ingin membuat ummatnya berdoa di masjidnya. Bahkan membuatnya ‘hilang’ dan tidak ditemukan. Ya, Bu Aminah tidak nyasar, bahkan mungkin juga tidak hilang, hanya tidak ada orang yang berhasil menemukannya selama 5 jam. Kalaupun saya berhasil menemukan, saya percaya itu karena saya meminta izin kepada ‘Tuan Rumah’-nya Masjid Nabawi. Tuan Rumah yang sebenarnya menahan Bu Aminah agar terus berdoa—meski dengan cara seperti ini.

Saya ingat perkataan seorang guru, bahwa siapapun yang datang ke Madimah dan masjid Nabawi, pasti karena undangan dan perkenan Rasulullah. Visa-nya langsung Rasulullah yang mengeluarkan. Termasuk visa ke Makam Nabi, ke Raudhah, tidak semua orang bisa mendapatkannya.

Tiba di hotel, jemaah teman-teman Bu Aminah sudah menunggu. Bu Aminah segera menghampiri suaminya. Ia lalu jadi pusat cerita yang dikerubuti.

353440481 799032304920103 5919276087266444809 N - inilah.com

“Ibu ke mana aja?” Tanya mereka.

“Saya tidak kemana-mana! Nunggu terus di sini. Tidak ada yang jemput. Katanya mau dijemput.” Jawabnya.

5 jam setelah Bu Aminah hilang, ia ditemukan dengan selamat di depan pintu Raudhah. Dengan air mata yang kering dan doa yang tuntas. Seperti yang pernah dicita-citakannya. Meski perut sedikit lapar dan ingin segera ke toilet.

Terima kasih, Ya Rasulullah.

FAHD PAHDEPIE

Back to top button