News

Ibadah Haji 2023 Banyak Masalah, MPR Minta Kemenag Gugat Pemerintah Saudi

Wakil Ketua MPR RI, Yandri Susanto, menyampaikan keprihatinan terhadap beberapa masalah serius yang terjadi selama pelaksanaan ibadah haji pada tahun 1444 Hijriah atau tahun 2023, terutama layanan Syarikah Masyariq (perusahaan) di Arafah, Muzdalifah, dan Mina.

“Salah satu tragedi terbesar dalam putaran pelaksanaan ibadah haji adalah tragedi di Muzdalifah yang terjadi baru-baru ini. Oleh karena itu, kami meminta Kementerian Agama (Kemenag) untuk menyampaikan protes dan mengajukan gugatan resmi kepada perusahaan yang ditunjuk oleh Arab Saudi, karena mereka memiliki wewenang penuh,” jelas Yandri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (10/7/2023).

Yandri menyatakan bahwa pemerintah Indonesia perlu menyampaikan protes resmi atau koreksi yang tegas kepada pemerintah Arab Saudi.

“Menurut saya, kita perlu menggugat secara resmi perusahaan yang kami anggap tidak bertanggung jawab agar menjadi tindakan yang lebih formal dan nyata. Kami juga berterima kasih kepada Kementerian Haji Saudi Arabia yang telah memberikan tanggapan yang baik dengan meminta maaf atas kekurangan dalam pengelolaan Arafah, Muzdalifah, dan Mina,” tambahnya.

Selain itu, sebagai langkah antisipasi dan pembelajaran dari tragedi ini, terutama dalam hal penyediaan makanan, tenda, dan bus, Yandri meminta agar kontrak haji untuk tahun depan dapat lebih detail.

“Kami meminta agar Kementerian Agama dalam melakukan kontrak dapat menjelaskan secara rinci hak dan kewajiban yang tercantum di dalamnya. Jangan sampai ada makanan dalam kontrak tetapi tidak ada konsekuensi yang jelas jika makanan tidak tersedia,” jelasnya.

Selain dua masalah tersebut, Yandri juga menyoroti permasalahan visa ziarah yang perlu diperbaiki oleh pemerintah Arab Saudi.

“Peserta haji seharusnya menggunakan visa haji, namun faktanya ratusan ribu visa ziarah dari berbagai negara dapat masuk ke tempat yang sama,” tegas Yandri.

“Bayangkan jika ini disiapkan untuk 4 juta jemaah dari seluruh dunia, tetapi yang masuk melebihi jumlah tersebut karena menggunakan visa ziarah, maka hal ini akan mengganggu semua kegiatan di puncak ibadah haji,” tambahnya.

Jika hal ini tidak dievaluasi, akan mengancam keselamatan jemaah haji Indonesia.

“Kami meminta agar ini dievaluasi dan kami juga meminta kerjasama antara Indonesia dan Imigrasi dari Kemenkumham dalam menyelamatkan jemaah haji. Visa haji ziarah sebenarnya tidak memiliki tempat yang sesuai, tidak ada ruang untuk tenda, bus, dan fasilitas lainnya,” ungkapnya.

Selain itu, karena Indonesia telah mendapatkan kuota haji resmi yang dikeluarkan satu tahun sebelum pelaksanaan haji, aturan ini akan mempermudah pemerintah dalam membahas banyak hal.

“Indonesia telah mendapatkan kuota haji resmi sebanyak 221 ribu jemaah. Hal ini memiliki hikmahnya. Oleh karena itu, Komisi VIII DPR, Kemenag, dan pihak terkait, termasuk Kemenhub, Kemenkes, dan Kemenkumham, akan segera membahas pelaksanaan ibadah haji,” kata Yandri.

“Ketika memiliki waktu yang panjang seperti ini, kita dapat merinci aspek-aspek, seperti lokasi tenda Indonesia, kapasitasnya, dan pemeriksaan fasilitas yang ada,” tutup Yandri.

Back to top button