News

Hilangkan LPSDK, ICW Sebut KPU Sesat Berfikir

Peneliti Indonesia Watch Corruption (ICW) Kurnia Ramadhana menyinggung perihal motto atau tagline Komisi Pemilihan Umum (KPU), yakni KPU melayani.

“Terkait dengan tagline KPU melayani, melayaninya sudah terjawab dengan berbagai problematik yang ada,” ujar Kurnia dalam diskusi bertajuk ‘Kotak Pandora Kebijakan KPI RI: Menggelar Karpet Merah Untuk Napi Korupsi dan Menghapus Pelaporan Dana Kampanye’ secara virtual, Minggu (11/6/2023).

Ia menyebut, bahwa KPU saat ini sedang melayani kepentingan politik praktis, hingga melupakan soal dua hak konstitusional masyarakat dalam pelaksanaan pemilu.

“Pertama hak konstitusi masyarakat untuk dapat berpartisipasi mengawasi penyelenggaraan pemilu. Itu mereka tabrak ketika mereka hapuskan LPSDK (Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye),” terangnya.

“Kemudian yang kedua mereka juga mengabaikan hak konstitusional pemilih atau warga negara, untuk mendapatkan calon-calon yang setidak-tidaknya secara formil, dianggap berintegritas karena telah melewati masa jeda waktu lima tahun (untuk eks napi korupsi),” kata dia.

Lalu perihal LPSDK, ia menilai pernyataan Komisioner KPU Idham Kholik yang menyatakan bahwa hal ini tidak diatur dalam Undang-Undang (UU), justru menandakan KPU kurang cermat.

“Memang rasa-rasanya anggota KPU itu harus lebih cermat lagi membaca UU Pemilu, karena di dalam UU Pemilu tertuang sejumlah prinsip pemilu, tiga diantaranya jujur, terbuka, dan akuntabel,” imbuh dia.

“Saya rasa LPSDK itu instrumen yang dibuat pada KPU sebelumnya, untuk memastikan tiga prinsip ini terpenuhi,” sambungnya.

Tak hanya itu, ia menambahkan, bahwa jika merujuk pada teori hukum tentunya KPU sebagai lembaga negara yang independen, di mana mereka diberi kewenangan untuk membuat aturan sendiri.

“Aturan itu bisa dikeluarkan oleh KPU sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Bukan tidak disebut dalam UU,” tegas Kurnia.

“Maka pertanyaan lebih lanjutnya atau reflektifnya adalah berarti dalam mindset komisioner KPU, LPSDK itu adalah instrumen yang melanggar UU. Itu sesatnya berpikir dari anggota KPU ketika melontarkan argumentasi,” tutup Kurnia.

Back to top button