Market

Harga Beras Terus Meroket, DPD dan DPR Kompak Sebut Pemerintahan Jokowi Tak Peduli Kedaulatan Pangan


Mahalnya harga beras bukti bahwa pemerintahan Jokowi tidak serius dalam mengatasi permasalahan pangan. Lupakan janji politik Jokowi soal kedaulatan pangan di negeri gemah ripah loh jinawi ini.

Anggota Komisi IV DPR, Luluk Nur Hamidah menilai, pemerintah saat ini, seharusnya mengeluarkan kebijakan khusus untuk mewujudkan kedaulatan pangan. Selama ini, belum ada upaya yang terukur guna mewujudkannya.

“Jadi saya fokusnya bukan hanya beras. Karena beras hanyalah satu hal saja dari sekian banyak isu pangan yang sangat problematik. Produksi pangan turun terus, belum lagi minimnya anggaran kedaulatan pangan dan lain-lain. Kesimpulanya ya itu tadi, pemerintah tidak serius,” tegas Luluk dalam dialog di Gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Jakarta, Rabu (6/3/2024).

Permasalahan pangan, kata politikus perempuan asal PKB ini, acapkali diselesaikan pemerintahan Jokowi dengan impor. Pertanda, kedaulatan pangan bukan lagi hal yang prioritas. Berpikir pun tidak.

“Yang menarik ini menurut saya berapa sebenarnya uang yang kita gunakan untuk impor, dan kalau uang ini kita pakai untuk insentif petani kita, cukup enggak sih untuk mendongkrak produktivitas pertanian,” kata Luluk.

Wakil Ketua Komite II DPD, Abdullah Puteh menilai, kebijakan impor yang sering ditempuh pemerintahan Jokowi, menunjukkan kegagalan dalam penguatan pangan.

“Rentang kendali masih terlalu jauh. Usul saya, sistem pembangunan pertanian, yang untuk fasilitas pertanian diberikan ke daerah, seperti pupuk, bibit. Ini tidak bisa dilakukan sesaat, harus melalui manajemen modern, saat ini banyak masyarakat yang tidak memiliki akses fasilitas,” ucap Senator asal Aceh ini.

Untuk mengatasi permasalahan pangan yang terus terjadi, dia mengusulkan agar anggaran pertanian diperkuat. Pemerintah harus berikan insentif khusus untuk petani. Agar mereka bisa lebih giat dalam mengolah lahannya. Sehingga produktivitas beras nasional bisa dikerek naik.

Di sisi lain, Pengamat Pertanian Khudori menyoroti banyaknya alih fungsi lahan pertanian sejak diberlakukannya UU Cipta Kerja Omnibus Law. Cukup banyak lahan pertanian yang berubah menjadi proyek pembangunan, tanpa memikirkan efek jangka panjang di sektor pangan.

Keberadaan UU Cipta Kerja, kata dia, menganulir sejumlah undang-undang yang bertujuan untuk melindungi lahan pertanian berkelanjutan, terutama terkait konversi lahan.

“Selain itu, sampai saat ini tidak ada inovasi untuk meningkatkan produktivitas, selalu stagnan, serta harus ada diversifikasi produk, agar tidak tergantung hanya pada satu produk,” jelasnya.

Asal tahu saja, berdasarkan panel harga Badan Pangan Nasional (Bapanas) Rabu (6/3/2024), harga beras premium malah naik menjadi Rp16.500 per kilogram (kg). Sedangkan beras medium stabil di level RpRp14.340/kg.

Harga itu jauh di atas harge eceran tertinggi (HET) yang dipatok berdasarkan Perbadan No.7/2023 yakni Rp10.900-Rp11.800/kg untuk beras medium, dan Rp13.900-Rp14.800/kg untuk beras premium. 
 

Back to top button