News

Guru Besar Hukum: OJK Jadi Penyidik Tunggal Pidana Keuangan Tidak Tepat

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Prof Hibnu Nugroho berpendapat, langkah menjadikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai penyidik tunggal dalam menangani tindak pidana di sektor jasa keuangan tidak tepat.

Prof Hibnu mengatakan lembaga penegak hukum lain seharusnya juga diberikan kewenangan serupa lantaran uang yang diawasi merupakan milik publik dan negara.

“Ini tidak memberikan keterbukaan. Lembaga lain punya kewenangan dong, uang punya negara, tidak hanya OJK, jadi kurang tepat kalau hanya OJK,” kata Prof Hibnu kepada wartawan, Senin (16/1/2023).

Hibnu menilai Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) yang mengatur kewenangan penyidik tunggal ini berbenturan dengan peraturan perundang-undangan lain.

“Dilihat dari struktur atau sistem keliatannya benturan dengan undang undang lain. Dalam UU (KUHAP), penyidik tunggal Polri, di luar itu ada PPNS tertentu,” ujarnya.

“Semua lembaga boleh melakukan penyidikan, tapi di bawah pengawasan korwas polri, itu harus ditegaskan,” sambungnya.

Lebih lanjut, Hibnu mengatakan kewenangan baru bagi OJK ini berpotensi menimbulkan penyalahgunaan. Pasalnya dari mulai pengawasan hingga penyidikan sektor keuangan, hanya OJK yang melakukannya.

“Berpotensi penyalahgunaan. OJK milik publik, masa polisi enggak bisa. Kalau uang OJK silakan, itu uang negara, harus ada keterbukaan. Jangan sampai negara dalam negara, penyidik dalam penyidik,” ujarnya.

Sebelumnya OJK diberi kewenangan menjadi satu-satunya institusi yang memiliki hak untuk melakukan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan. Hal itu diatur dalam Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).

Hal itu tercantum dalam Pasal 49 ayat (5). Artinya, selain sebagai regulator dan pengawas, OJK juga bertugas sebagai instansi tunggal yang melakukan penyidikan.

“Penyidikan atas tindak pidana di sektor jasa keuangan hanya dapat dilakukan oleh penyidik Otoritas Jasa Keuangan,” demikian bunyi Pasal 49 ayat (5).

Back to top button