Arena

Duh! e-Doping Marak di Kalangan Atlet Esports


Isu e-doping kini menjadi sorotan utama dalam dunia esports, terutama oleh Pengurus Besar Esports Indonesia (PB ESI). Kabid Hukum dan Legalitas PB ESI, Yudistira Adipratama, menekankan pentingnya mengatasi tantangan integritas yang ditimbulkan oleh perkembangan teknologi dalam olahraga elektronik.

Dalam keterangannya, Yudistira menyatakan bahwa e-doping, sebagai terminologi baru di lingkungan esports, berkaitan dengan penggunaan teknologi dalam turnamen untuk mencapai keunggulan tidak adil, termasuk eksploitasi bug. Hal ini, menurut Yudistira, mengancam nilai-nilai sportivitas dan integritas dalam kompetisi esports.

Indonesia, menurut Yudistira, telah menjadi pelopor dalam pembentukan infrastruktur hukum terkait esports. 

“PB ESI dinilai memiliki peranan penting dalam pembentukan tren-tren kebijakan ekosistem esports dan olahraga elektronik di masa depan,” kata Yudistira dalam acara Games of Strategies di Kuala Lumpur, Malaysia, Senin (29/1/2024).

Terminologi e-doping ini pertama kali digunakan oleh Sekretaris Jenderal PB ESI, Frengky Ong, selama SEA Games 2023 di Kamboja, khususnya dalam pertandingan final Valorant. Kasus eksploitasi bug yang terjadi saat itu mendorong Indonesia untuk menyerukan regulasi yang melarang penyalahgunaan bug dalam esports, menganggapnya setara dengan doping dalam olahraga konvensional.

Kini, istilah e-doping telah menjadi bagian dari regulasi dalam penyelenggaraan esports di Asian Games 2022 Hangzhou. Dalam aturan ini, atlet dilarang melakukan eksploitasi teknologi atau bug yang bertujuan meningkatkan performa secara tidak berintegritas dan tidak sportif.

Langkah ini menandai komitmen serius Indonesia dalam menjaga nilai-nilai integritas dan sportivitas dalam dunia esports. Dengan tantangan yang semakin kompleks seiring perkembangan teknologi, PB ESI dan stakeholders terkait dituntut untuk terus berinovasi dalam menciptakan ekosistem esports yang adil dan kompetitif.

Back to top button