News

Indonesia Harus Belajar dari Kegagalan Proyek Ambisius Melaka Gateway


Mega proyek Melaka Gateway dirampingkan menjadi pengembangan terminal kapal pesiar bernama Melaka International Cruise Terminal. Proyek yang diubah ukurannya kini bernilai RM682 juta, jauh lebih kecil dan diharapkan selesai pada 2026.

 

Apa yang disebut-sebut Malaysia sebagai mega proyek berupa Melaka Gateway atau Gerbang Melaka kini tinggal puing-puing bak monument. Indonesia harus belajar banyak dari Malaysia dalam pembangunan proyek-proyek strategis termasuk Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara agar dana dan waktu tidak terbuang sia-sia. 

Proyek Melaka Gateway yang ambisius pertama kali dirancang pada 2014 sebagai proyek besar yang akan menghasilkan manfaat ekonomi seperti membuka 45.000 lapangan kerja baru, proyeksi kedatangan 2,5 juta wisatawan, penanaman modal asing langsung (FDI) dan akses terhadap pengetahuan teknis dari China. Namun karena banyak kendala, proyek tersebut kini direduksi menjadi terminal kapal pesiar. 

post-cover

Tham Siew Yean, Visiting Senior Fellow di ISEAS – Yusof Ishak Institute mengungkapkan, ketika pertama kali disusun, proyek ini terdiri dari pengembangan empat pulau, tiga di antaranya telah direklamasi. Mereka masing-masing seharusnya menjadi tuan rumah terminal kapal pesiar, kawasan industri maritim, terminal peti kemas dan curah serta pelabuhan laut dalam. 

“Banyak kontroversi ketika proyek ini diluncurkan pada 2014. Kemudian, Tiongkok secara agresif berinvestasi di pelabuhan-pelabuhan sebagai bagian dari Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI),” ujar Tham Siew Yean yang juga Profesor Emeritus, Universiti Kebangsaan Malaysia, dalam tulisannya di ISEAS – blog Yusof Ishak Institute, Fulcrum.

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika usulan kemitraan awal Gerbang Melaka dengan Powerchina International, Shenzhen Yantian Port Group, dan Rizhao Port Group menyebabkan proyek tersebut diberi label sebagai proyek BRI oleh para pengamat.

post-cover
Pintu masuk ke proyek Melaka Gateway telah diblokir. (Foto: Nikkei Asia/Prem Kumar)

Tidak Penuhi Batas Waktu 

Dua pernyataan media dari Melaka Gateway pada tahun 2016 menunjukkan bahwa batas waktu awal penyelesaian pelabuhan laut dalam adalah tahun 2019 atau bahkan lebih awal. Seluruh proyek seharusnya selesai pada tahun 2025. Saat ini sudah jelas bahwa proyek ini tidak akan dapat memenuhi jadwal.

Pada 2018, izin operasionalnya dicabut oleh Kementerian Perhubungan Malaysia karena kurangnya kemajuan, tetapi izin ini kemudian diaktifkan kembali pada 2020 setelah perselisihan hukum antara pemegang konsesi utama proyek tersebut, Kaj Development Sdn Bhd (KAJD) dan kementerian transportasi.

Pada September 2023, Melaka Gateway mengumumkan kebangkitan proyek tersebut di situs webnya yang telah diperbarui. Proyek yang diperkecil ini mendapat persetujuan federal dan negara bagian, dengan investor, pemegang saham, dan kepemimpinan baru. Catatan resmi di Komisi Perusahaan Malaysia menunjukkan bahwa pada Juni 2022, seluruh ekuitas KAJD dipegang oleh warga Malaysia, termasuk Sultan Johor, yang juga raja saat ini (dengan sepertiga saham).

Dari Pelabuhan ke Terminal Pesiar

Tham Siew Yean menjelaskan, mega proyek ini kemudian dirampingkan menjadi pengembangan terminal kapal pesiar bernama Melaka International Cruise Terminal. Proyek yang diubah ukurannya kini bernilai RM682 juta, jauh lebih kecil dari RM40 miliar yang dilaporkan untuk keseluruhan pengembangan keempat pulau tersebut. Terminal kapal pesiar diharapkan selesai pada tahun 2026.

“KAJD mengandalkan status warisan budaya Melaka di UNESCO dan baru-baru ini mengumumkan kolaborasinya dengan Global Ports PLC untuk mendatangkan 7 juta wisatawan setiap tahunnya. Yang terakhir adalah operator pelabuhan kapal pesiar independen yang beroperasi terutama di Karibia dan Mediterania. Di Asia Timur, ia hanya hadir di Singapura dan Vietnam,” katanya.

Meski begitu, proyek ini bukannya tanpa tantangan. Pertumbuhan global diperkirakan akan lamban sementara investasi global diperkirakan akan melemah, sehingga akan menyulitkan menarik investor untuk berinvestasi pada proyek-proyek yang dapat menarik lebih banyak wisatawan kapal pesiar. Ada juga persaingan yang cukup besar untuk wisata kapal pesiar di pantai barat Semenanjung Malaysia. 

Proyek Strategis Nasional (PSN) dan IKN

Seperti kita ketahui, pemerintahan Presiden Joko Widodo telan merencanakan banyak Proyek Strategis Nasional. Berdasarkan Permenko Nomor 9 Tahun 2022 daftar PSN terdapat 200 proyek dan 12 program. Sementara estimasi total nilai investasi sejumlah Rp5.481,4 triliun.

PSN antara lain terkait akses jalan, bendungan dan irigrasi, kawasan, perkebunan, kereta api, energi, pelabuhan, air bersih dan sanitasi, bandar udara, pariwisata, perumahan, pendidikan, tanggul pantai dan teknologi. Salah satu proyek besar yang menjadi sorotan bahkan dinilai sebagai megaspekulasi dalah pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Proyek ini memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Kabupaten Kutai Kertanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. 

Langkah ini ditargetkan akan sepenuhnya tercapai pada 2045 sebagai proyek andalan Jokowi untuk menciptakan pemerataan ekonomi serta mengurangi populasi dan kemacetan lalu lintas. Pembangunan IKN diperkirakan menelan biaya sekitar Rp466 triliun. Namun, pemerintah hanya berkomitmen untuk menginvestasikan 19% Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari total dana yang dibutuhkan. 

Menurut Rencana Pembangunan Menengah Nasional (RPJMN), rincian rencana pembiayaan dari menunjukkan APBN akan berkontribusi Rp 90,4 triliun, Badan Usaha milik Negara/Swasta (BUMN/BUMS) Rp 123,2 triliun, dan Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) Rp 252,5 triliun. Di sisi lain, Jokowi berharap lain dengan 80% pendanaan akan berasal dari investor asing.

Kepala Otorita IKN, Bambang Sutantono menyampaikan, progres pembangunan infrastruktur di IKN berjalan sesuai rencana. Khususnya proyek infrastruktur dasar tahap 1. Sejauh ini progres proyek IKN tahap 1 yang dikerjakan oleh Kementerian PUPR sudah mencapai sekitar 70 persen.

“Progres Istana yang sudah lebih dari 50 persen, sekitar 54 persen 55 persen. Kemudian juga empat kantor kementerian koordinator juga sudah di atas 50 persen,” ujar Bambang Susantono dalam tayangan yang disiarkan kanal Youtube RRI Net Official. Pemerintah sedang mengejar penyelesaian sejumlah proyek pembangunan IKN agar bisa menggelar Upacara Kemerdekaan pada 17 Agustus 2024.

Saat ini terdapat keraguan bahwa tidak akan mudah bagi pemerintah untuk mendapatkan 80% investasi asing. Pemerintah harus memberikan bukti kelayakan IKN dan jaminan bahwa proyek tersebut akan terus berlanjut. Sementara pemerintah sendiri saat ini tidak lagi memprioritaskan pengeluaran untuk infrastruktur. Anggaran infrastruktur negara ini telah menurun sejak 2017 ketika mencapai puncaknya sebesar 2,8% PDB, namun tahun lalu tinggal 1,9% PDB menurut laporan Maybank.

Dengan kurangnya visibilitas mengenai keberhasilan proyek tersebut, pemerintah mungkin harus meningkatkan pendanaannya menjadi lebih dari 20%. Artinya anggaran pemerintah akan kembali tersedot ke proyek IKN seperti yang terjadi dalam pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Sementara kemampuan kas pemerintah juga semakin terbatas dan masih terus menambah utangnya.

Pemerintah harus lebih cermat dalam menjalankan proyek-proyek strategisnya termasuk IKN yang ambisius. Apa yang kini terjadi dengan proyek Melaka Gateway harus menjadi pelajaran. 

Back to top button