News

Dikritisi DPR, Mahfud Tegaskan Tak Ada Perbedaan Data Transaksi Janggal Kemenkeu

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan HAM (Menko Polhukam) sekaligus Ketua Komite Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Mahfud MD kembali menegaskan tak ada perbedaan data menyangkut dugaan transaksi janggal di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang disampaikan dirinya maupun Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Hal itu dikemukakan Mahfud dalam Rapat Dengar Pendapat (RDPU) bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Selasa (11/4/2023).

“Tidak ada perbedaan data yang disampaikan oleh Ketua Komite TPPU tanggal 29 Maret 2023 dengan yang disampaikan oleh Menteri Keuangan (Sri Mulyani) dalam RDPU komisi XI DPR tanggal 27 Maret 2023,” kata Mahfud.

Tak adanya perbedaan itu berdasarkan sumber data yang diperoleh Mahfud dan Sri Mulyani berasal dari lembaga yang sama, yaitu Pusat Pemeriksaan dan Analisis Keuangan (PPATK).

“Berasal dari sumber data yang sama yaitu data agregat Laporan Hasil Analisis (LHA) dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) PPATK tahun 2009-2023,” ucap Mahfud menegaskan.

Data terkait transaksi janggal mencapai Rp349 triliun itu diterima Menkeu Sri Mulyani dan Menko Polhukam Mahfud MD.

Mahfud menambahkan, data yang disampaikan Menkeu Sri Mulyani tersebut hanya mencantumkan Laporan Hasil Analisis-Laporan Hasil Pemeriksaan (LHA-LHP). Sedangkan, kata Mahfud menambahkan, data yang dirinya sampaikan sudah mencantumkan LHA-LHP yang dikirimkan pada Aparat Penegak Hukum (APH).

“Kementerian keuangan hanya mencantumkan LHA-LHP yang diterima dan tidak mencantumkan LHA-LHP yang dikirimkan ke APH yang terkait dengan Kementerian Keuangan,” ucap Mahfud menegaskan.

Komisi III DPR Tak Yakin

Diketahui, anggota Komisi III DPR RI Taufik Basri mengkritisi data tentang transaksi janggal di Kemenkeu. Dia tidak yakin adanya kesamaan data yang dipaparkan Menko Polhukam Mahfud MD dan Menkeu Sri Mulyani.

“Kalau Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Laporan Hasil Analisis (LHA), kalau Kementerian Keuangan surat. Ini juga berbeda, tadi ternyata tidak seluruhnya LHA,” kata Tobas, sapaan akrab Taufik Basari dalam RDPU.

“Kalau yang saya tangkap dari Ibu Sri Mulyani berarti itu mesti kami koreksi. Jadi, 300 LHA dengan jumlah Rp349 triliun. Datanya sama karena sumbernya sama, memang itu tidak pernah dipermasalahkan memang tidak ada yang mempermasalahkan bahwa itu berbeda karena memang satu sumber,” katanya menambahkan.

Menurut Tobas, hal tersebut terjadi akibat cara penyajian dan kategorisasi yang berbeda. Oleh karena itu, data yang dihasilkan juga akan berbeda.

“Kalau masuk kategori A ternyata nilainya X, kategori B nilainya Y. Berbeda dengan yang ini kategori Z nilainya M, kategori Q nilainya S begitu. Langkah selanjutnya pasti beda,” kata Tobas memaparkan.

Untuk itu, Tobas mengimbau jangan sampai ada perbedaan data. Sebab pendalaman data terkait dengan transaksi mencurigakan sebesar Rp349 triliun di lingkungan Kemenkeu bertujuan untuk menentukan langkah selanjutnya.

“Kenapa kemudian cara penyajian dan klasifikasi kategorisasi ini menjadi penting untuk kami pastikan sama persis tidak ada kurang 0,1 pun. Ini akan menentukan tindak lanjut karena ‘kan kita rapat ini bicara untuk tindak lanjut,” katanya.

Tobas juga meminta adanya data akhir yang sudah disinkronkan. Hal ini dinilai akan menjadi landasan dalam mengambil langkah selanjutnya.

“Kami memohon agar kami mendapatkan satu kepastian penyajian dan kategorisasi data yang ini harus bisa menjadi pegangan kami untuk tindak lanjut,” ucap Tobas.

Selain itu, dia juga meminta agar istilah LHA dan surat yang digunakan oleh PPATK dan Kemenkeu disinkronkan. Kedua istilah ini, kata Tobas, juga dapat membuat perbedaan pada hasil akhirnya.

“Saya berikan masukan karena tadi ada dua istilah berbeda yang nanti akan berujung berbeda. Ini koreksi kalau saya keliru, ya, antara penggunaan istilah LHA dan surat. Menurut keterangan Sri Mulyani tidak seluruhnya LHA, dalam tabel ini disebutnya LHA. Kami kategorikan mana yang memang LHA, mana yang dia surat dalam bentuk analisis transaksi karena berbeda,” ujar Tobas menambahkan.

Back to top button