Market

Dihantam Kabar Buruk dari Paman Sam, Rupiah Babak Belur

Pada Senin (9/10/2023), nilai tukar (kurs) rupiah melemah menjadi Rp15.660 per dolar AS. Dampak kenaikan angka pengangguran di AS jauh di atas ekpekstasi. Semakin mendorong The Fed mengerek naik suku bunga (Fed Fund Rate/FFR).

Sejatinya, kondisi ini sudah diprediksi Menteri Keuangan era SBY, Chatib Basri. “Harapan akan naiknya FFR semakin tinggi. Untuk itu, Bank Indonesia (BI) dan pemerintah perlu segera intervensi,” papar Chatib, dikutip dari akun instagram @chatibbasri, Senin (9/10/2023).  

Berdasarkan penelitiannya atas apa yang disebut dengan The Impossible Trinitiy, jika BI ingin memiliki independent monetary policy, maka nilai tukar bergerak mengikuti pasar dan modal bergerak bebas. Masalahnya, BI tidak mungkin mengadopsi floating exchange rate secara penuh, karena akan mendorong rupiah tersungkur terlalu dalam. 

Ada trauma krisis 1998, di sisi lain, BI tidak bisa bebas mengerek tinggi suku bunga, seperti yang dilakukan The Fed. Karena, Indonesia punya misi, mendorong pertumbuhan ekonomi.  

“Bila BI ingin menjaga rupiah, maka opsinya adalah menaikkan bunga mengikuti FFR untuk menjaga paritas bunga, atau intervensi di FX market atau kombinasi keduanya. Dugaan saya saat ini yang dilalukan adalah intervensi FX market,” kata Chatib.

Chatib melihat, intervensi di FX market, atau pasar valas yang dilakukan BI dengan menambah suplai dolar AS dan menyerap rupiah, justru membuat likuditas rupiah menjadi lebih ketat. Pada saat yang sama, surplus fiskal yang terjadi membuat likuditas semakin ketat.  

Akibatnya, Chatib potensi terjadinya perlambatan ekonomi di kuartal IV-2023, tidak terbendung. Bila pelemahan rupiah terus berlangsung, mau tak mau, BI harus menjalankan policy mix: intervensi di FX market untuk menjaga volatilitas (not pegging the level), menaikkan bunga, menerapkan macro prudential.

Chatib mengingatkan akan pemerintah mengakselerasi belanja pemerintah. Hingga Agustus 2023, belanja pemerintah pusat baru Rp1.170 triliun, atau 52,1 persen dari pagu.  

“Fenomena El Nino juga serius untuk Indonesia. Ini mendorong kenaikan harga beras yang perlu diantisipasi. Kenaikan harga beras punya dampak signifikan untuk kelompok miskin dan rentan,” terangnya.

Jika harga beras terus naik, dan supply dunia terbatas, maka subsidi untuk kelompok rentan, perlu diberikan. “Perluas coverage BLT, PKH dan perlindungan sosial. Prioritas fiskal menjadi sangat penting. Belanja pemerintah perlu diarahkan untuk membantu kelompok menegah bawah dan rentan,” tutupnya.  

Mata uang di kawasan Asia bergerak bervariasi. Sebut saja, won Korea Selatan menguat 0,40 persen, peso Filipina menguat 0,08 persen, yuan China naik 0,19 persen, dan yen Jepang menguat 0,09 persen.

Di sisi lain, baht Thailand melemah 0,09 persen, dolar Singapura melemah 0,08 persen, ringgit Malaysia melemah 0,11 persen, dan, dan dolar Hong Kong stagnan.

Back to top button