News

Didakwa Terima Suap Rp8,6 Miliar, Eks Kabasarnas Ajukan Eksepsi


Mantan Kepala Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Kabasarnas) RI Marsdya TNI (Purn) Henri Alfiandi mengajukan permohonan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan tim oditur dalam kasus dugaan penerimaan suap pengaturan proyek pengadaan barang dan jasa di Basarnas.

Henri mengajukan permohonan eksepsi kepada majelis hakim militer setelah berdiskusi dengan kuasa hukumnya.

“Kami mengajukan eksepsi  pada tanggal 22 April (2024),” kata Henri kepada majelis hakim militer, di ruang Sidang Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Jalan Raya Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur, Senin  (1/4/2024).

Ketua Majelis Hakim Militer Letjen TNI Adeng mengabulkan permohonan eksepsi Henri untuk dilaksanakan pada Senin (22/4/2024) tiga pekan lagi. Mengingat dalam dua pekan ini masuk libur lebaran Idul Fitri 1445 Hijriah.

Tim oditur pun sepakat dengan keputusan hakim untuk pelaksanaan sidang berikutnya tiga pekan lagi. Nantinya, eksepsi akan dibacakan oleh tim penasihat hukum Eks Kabasarnas Henri Alfiandi.

“Kita sepakati pembacaan eksepsi, karena besok mau libur, akan dibacakan penasihat hukum terdakwa (Henri) 22 April hari Senin tahun 2024,” kata hakim Adeng.

Salah satu kuasa hukum Henri, Muhammad Andrian Zulfikar menjelaskan alasan kliennya mengajukan eksepsi karena dakwaan dari tim oditur tidak jelas.

“Memang ada dua versi beberapa dakwaan yang dikatakan adalah Rp7,8 miliar atau Rp8,6 miliar. Sehingga kenapa kami melakukan eksepsi?, karena memang terdapat inkonsistensi dari surat dakwaan yang dibuat oleh oditur,” kata Andrian usai sidang kepada awak media.

Selain itu, ingin membantah tudingan dari KPK yang menyebutkan suap diterima Henri mencapai Rp88,3 Miliar sebagaimana diberitakan oleh media massa sebelumnya. Sebab, seiring berjalan kasus suap diterima oleh Henri tak sampai puluhan miliar.

Sebagaimana diketahui, kasus ini awalnya terungkap dari  operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Selasa (25/7/2023) tahun lalu.

“Jadi kami ingin mengklarifikasi juga ke media  bahwa, karena kemarin masih beredar Rp 88,3 miliar itu karena itu sudah tidak make sense,” kata kuasa hukum Henri.

Sebelumnya, tim oditur militer mendakwa Eks Kabasarnas RI Marsdya TNI (Purn)  Henri Alfiandi didakwa menerima suap Rp8,6 miliar dalam sejumlah proyek pengadaan barang dan jasa di Basarnas. Uang suap tersebut, diberi kode dengan nama Dana Komando (Dako).

Dalam dakwaan jaksa menjelaskan, uang tersebut  atas permintaan Henri kepada Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil (saksi 9)  dan Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan (MG) (Saksi) 10). Tujuannya agar Roni dan Mulsunadi terus memenangkan sejumlah paket proyek di Basarnas khususnya di tahun 2021 dan 2023.

“Bahwa total Dana Komando yang diberikan oleh saksi-9 (Roni) dan saksi-10 (Mulsunadi) kepada terdakwa (Henri) selama terdakwa menjabat sebagai Kabasarnas adalah sebesar Rp8.652.710.400,- (delapan milyar enam ratus lima puluh dua juta tujuh ratus sepuluh ribu rupiah) dan pemberian tersebut disebabkan karena adanya permintaan dari terdakwa selaku Kabasarnas, dengan harapan saksi-9 dan saksi-10 diberikan kepercayaan untuk mengerjakan proyek-proyek yang akan datang,” kata salah satu Oditur (Jaksa) di ruang Sidang Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Jalan Raya Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur, Senin  (1/4/2024).

Oditur menjelaskan, Henri memerintahkan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas RI Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (saksi 2) untuk mengatur penerimaan Dako dari sejumlah pihak swasta. Lalu, Afri mengatur uang Dako tersebut untuk kepentingan dinas, sosial dan kebutuhan pribadi Henri.

“Bahwa dalam pengurusan dan penggunaan Dana Komando dari rekanan Terdakwa (Henri) selalu memerintahkan Saksi-2 (Afri) termasuk mentransfer uang Dana Komando kepada Sukarjo, Iwan Pasek, Santi Pratiwi, Adelia, Rachael Sandika Putri, Adella, Nurseha, Sri Nurseha, Retri Koesuma sesuai jumlah nominal yang Terdakwa (Henri) tentukan dan tujuannya adalah untuk kepentingan dinas, sosial dan pribadi,” papar Oditur.

Back to top button