News

Demokrat Tak Pasang Foto Gibran, Eks Kader Sebut SBY Setengah Hati?

Ketua Forum Komunikasi Lintas Pendiri Deklarator dan Kader (FKLPDK) Sahat Saragih mengungkap alasan Partai Demokrat tidak memasang foto Calon Wakil Presiden (cawapres) Gibran Rakabuming Raka dalam spanduk dan baliho partai.

Mantan pendiri dan kander Partai Demokrat ini menilai tidak munculnya foto Gibran pada seluruh atribur partai bukan sebuah kesengajaan.

Bahkan Sahat menilai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak sepenuhnya mendukung Gibran menjadi cawapres pendamping Prabowo Subianato.

“Saya boleh katakan juga, SBY juga setuju. Alasannya, indikasinya adalah coba lihat, seluruh spanduk atau iklan dari partai saya partai Demokrat tidak ada gambar Gibrab,” jelas Sahat di kawasan Cawang, Jakarta Timur, Selasa (28/11/2023).

Ia menegaskan jika Partai Demokrat memang sengaja tidak memasang foto Gibran pada spanduk dan baliho partainya. Hal ini menunjukan jika SBY ingin tetap dilihat sebagai seorang negarawan yang tidak ingin terkesan berpihak.

“Saya berkeyakinan juga abang saya, SBY adalah negarawan, tidak sembarangan juga dia pro sana pro sini,” kata Sahat.

Sahat menilai Presiden keenam itu lebih mementingkan kepentingan negara untuk rakyat agar menjadi makmur dan berkeadilan. Bukan kepentingan kekuasaan saja.

Sebelumnya, Sahat Saragih keluar dari barisan pendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, pasangan yang sempat ia dukung pada September lalu. Kini ia mengalihkan dukungannya untuk pasangan nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

“Karena Prabowo sangat tergantung dengan dukungan penguasa itu artinya Prabowo tidak memiliki kepercayaan diri,” kata Sahat di 678 Hotel, Cawang, Jakarta Timur, Selasa (28/11/2023).

Ia khawatir, bila Prabowo nantinya terpilih sebagai presiden hanya sebagai simbol saja, tapi penguasa sesungguhnya adalah Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Artinya, sambung eks kader Partai Demokrat itu, sama saja perpanjangan masa jabatan bagi Jokowi. Eks Wali Kota Solo itu, ia anggap terlalu haus kekuasaan hingga menghalalkan segala cara termasuk memanfaatkan Prabowo.

“Dampaknya kekuasaan digunakan untuk memporak-porandakan tatanan hukum di Indonesia, hanya untuk kepuasan nafsu politik. Tidak ada lagi etika dan aturan hukum di Indonesia,” jelas dia.

Back to top button