News

Cengkraman China di Hilirisasi Nikel, Indonesia Untung Atau Buntung?

Data BPS menunjukan China menjadi negara tujuan utama ekspor nikel Indonesia sepanjang tahun 2022

Sejak melesatnya permintaan kendaraan listrik, membuat nikel kini menjadi primadona. Nikel, mineral yang salah satunya menjadi bahan dasar pembuatan baterai kendaraan listrik, kian menjelma sebagai komoditas yang dicari banyak negara.

Beruntung bagi Indonesia karena menjadi negara yang memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Berdasarkan Booklet Nikel 2020 yang dirilis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cadangan bijih nikel RI mencapai 4,5 miliar ton. Sementara sumber daya yang dimiliki, diperkirakan jauh lebih besar lagi, yakni 11,7 miliar ton.

Memang gurihnya potensi nikel ini menjadi magnet bagi investor berdatangan ingin menambang hingga membangun pabrik pemurnian (smelter). Kedatangan pemodal asing kian banyak semenjak Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang ekspor bijih nikel per Januari 2020, serta menggaungkan hilirisasi komoditas ini.

Sejak itu, investor asing, terutama asal China, berduyun-duyun membangun smelter di timur Indonesia. Memang sumber nikel 90 persen tersebar di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara.

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengatakan, sejak Pemerintah menggelorakan hilirisasi, China menjadi negara yang mendominasi industri nikel tanah air.

“Hampir 90 persen (China),” ujar Mulyanto kepada Inilah.com, Jumat (11/8/2023).

Pernyataan Mulyanto diperkuat dengan data dari Kementerian ESDM yang menunjukan mayoritas nilai industri nikel kini sudah dikuasai Cina lewat PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) dan PT Virtue Dragon Nickel Indonesia (VDNI).

Data yang sama juga ditunjukan dari hasil studi antara Auriga Nusantara dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Data itu menunjukkan 9 dari 11 smelter di Morowali dimiliki Cina, dimana Tsingshan Group menjadi pemain utama di Kawasan industri ini.

Screenshot 2023 08 13 At 00.27.15 - inilah.com
Hasil studi antara Auriga Nusantara dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Foto: Tangkapan Layar)

Masuknya investor yang didominasi asal China ini juga dibarengi pelonggaran aturan yang dilakukan pemerintah. Mulyanto memiliki beberapa catatan soal itu.

Salah satunya, dari ragam insentif yang diberikan, seperti insentif harga bijih nikel kepada industri smelter domestik yang hampir separo dibandingkan dengan harga nikel internasional.

“Belum lagi insentif lainnya seperti tax holiday PPH Badan; kemudahan mendatangkan peralatan-mesin yang ditengarai bekas; kemudahan mendatangkan tenaga kerja asing; dan berbagai kemudahan lain operasi smelter dalam kawasan industry,” kata Mulyanto.

Kondisi ini ditambah dengan produk hilirisasi yang sebagian besar adalah NPI (nickel pic iron) dan Fero Nikel, yang kandungan nikelnya hanya sekitar 4-10 persen. Produksi setengah jadi dengan nilai tambah rendah ini,  diekspor hampir mendekati 90 persen menjadi bahan baku industrialisasi di China.

“Sudah begitu, ekspor produk hilirisasi setengah hati ini diberikan cuma-cuma, tanpa dikenakan bea ekspor. Secara umum fasilitas fiskal maupun non-fiskal yang diberikan Pemerintah untuk hilirisasi nikel ini adalah insentif yang super mewah,” kata Mulyanto.

Hilirisasi Bikin Untung Atau Buntung?

Lantas berapa keuntungan yang didapat negara dari kebijakan hilirisasi ini?

Presiden Joko Widodo saat menjajal moda transportasi Light Rail Transit (LRT) Jabodebek bersama selebritis tanah air, Kamis (10/8/2023), sempat mengungkap keuntungan yang didapat negara atas kebijakannya ini.

Presiden mengatakan, sebelum pelarangan ekspor barang mentah berupa bijih (ore) nikel pada 2020, Indonesia hanya mendapat sekitar Rp17 triliun, namun setelah masuk ke industrial downstreaming, seperti hilirisasi, keuntungan yang didapat Indonesia naik menjadi Rp510 triliun.

Dari angka yang disebutkannya itu, jelas bahwa negara untung besar. Ada tambahan signifikan dari penerimaan pajak melalui hilirisasi nikel yang dilakukan. Kebijakan ini membuat keuntungan meroket 29 kali.

“Sederhana saja, pajak dari Rp17 triliun dibandingkan Rp510 triliun, besaran mana? Semuanya bisa begitu karena dari hilirisasi. Kita mendapatkan PPN, PPh badan, PPh karyawan, PPh perusahaan, royalti, bea ekspor, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),” kata Jokowi.

Pernyataan itu segera disanggah kembali oleh Ekonom Faisal Basri. Faisal sebelumnya menyebut hilirisasi nikel yang dikembangkan Presiden Jokowi, membuat China untung besar. Catatan Faisal Basri, China mendapat keuntungan 90 persen dari kebijakan hilirisasi. Artinya, negara cuma kebagian 10 persen.

“Proses hilirisasi yang hanya menghasilkan bijih nikel mentah menjadi nickel pig iron (NPI) atau feronikel, dengan 99 persen diekspor ke Cina. Jadi, dengan kata lain, kebijakan hilirisasi ini justru mendukung perkembangan industri di Cina. Dari hasil hilirisasi ini, Indonesia hanya memperoleh sekitar 10 persen, sedangkan 90 persennya mengalir ke Cina,” kata Faisal, dalam Seminar Nasional Indef di Jakarta, Selasa (8/8/2023).

20230811 Infografis Ekspor Nikel China 49 - inilah.com
Infografis Ekspor Nikel China. (Desain:Inilah.com/Febri)

Kini ekonom senior INDEF ini menyebut angka yang dikatakan Jokowi tidak jelas sumber dan cara menghitungnya.

“Angka-angka yang disampaikan Presiden tidak jelas sumber dan hitung-hitungannya. Presiden hendak meyakinkan bahwa kebijakan hilirisasi nikel amat menguntungkan Indonesia dan tidak benar tuduhan bahwa sebagian besar kebijakan hilirisasi dinikmati oleh China,” kata Faisal, dikutip Inilah.com dari laman pribadinya Faisalbasri.com, Sabtu (12/8/2023).

Faisal Basri merujuk pada data tahun 2014, dimana nilai ekspor bijih nikel (kode HS 2604) hanya Rp1 triliun. Ini didapat dari ekspor senilai US$85,913 juta dikalikan rerata nilai tukar rupiah pada tahun yang sama, senilai Rp11,865 per US$.

“Lalu, dari mana angka Rp510 triliun? Berdasarkan data 2022, nilai ekspor besi dan baja (kode HS 72) yang diklaim sebagai hasil dari hilirisasi adalah 27,8 miliar dolar AS. Berdasarkan rerata nilai tukar rupiah pada 2022 sebesar Rp14.876 per dolar AS. Sehingga, nilai ekspor besi dan baja (kode HS 72) setara dengan Rp413,9 triliun,” jelas Faisal.

Terlepas dari perbedaan data antara yang disampaikan Presiden Jokowi dan hitung-hitungan Faisal, memang benar adanya lonjakan ekspor dari hasil hilirisasi nikel. Terlihat adanya lonjakan hingga 414 kali lipat. Ini jelas capaian yang sangat fantastis.

“Namun, apakah uang hasil ekspor mengalir ke Indonesia? Mengingat hampir semua perusahaan smelter pengolah bijih nikel 100 persen dimiliki oleh China dan Indonesia menganut rezim devisa bebas, maka adalah hak perusahaan China untuk membawa semua hasil ekspornya ke luar negeri, atau ke negerinya sendiri,” kata Faisal.

Selanjutnya, dia membandingkan hilirisasi nikel dengan ekspor sawit dan turunannya yang dikenakan pajak ekspor, atau bea keluar plus pungutan, berupa bea sawit.

“Sedangkan ekspor olahan bijih nikel, sama sekali tidak dikenakan segala jenis pajak dan pungutan lainnya. Jadi penerimaan pemerintah dari ekspor semua jenis produk smelter nikel nihil alias nol besar,” kata Faisal. (Nebby/Clara/Diana/Iwan)

Back to top button