News

Bivitri Susanti Blak-blakan soal Film Dirty Vote: Tak Dibayar-Hasil Patungan


Film dokumenter Dirty Vote sukses menuai perhatian publik. Sinema ini menampilkan tiga pakar hukum tata negara sebagai aktor yang menyajikan data mengulas tentang dugaan praktik kecurangan dalam Pemilu 2024.

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti sebagai salah satu pemeran pun blak-blakan dirinya bersama dua rekannya yakni Feri Amsari dan Zainal Arifin Mochtar serta sang sang sutradara Dandhy Laksono tak mendapat bayaran sepeser pun.

“Teman-teman harus tahu bahwa film itu tidak ada dana dari asing seperti yang dituduh-tuduhkan. Jadi kami bertiga, para artis ini tidak dapat bayaran sama sekali,” kata Bivitri secara virtual dalam Kuliah Umum Perdana Departemen Hukum Tata Negara UGM, Selasa (13/2/2024).

“Dandhy apalagi enggak dapat bayaran, yang ada kami kalau hitung-hitungan untung rugi, rugi tuh. Kami tidak dibayar, kami patungan,” ujar Bivitri menambahkan.

Uang patungan tersebut, kata Bivitri menjelaskan, digunakan untuk menyewa alat untuk membuat film, dan menyewa studio.

“Alat untuk bikin film itu mahal banget. Kami akhirnya patungan dan dengan sengaja yang boleh ikut patungan pun kami jaga, tidak boleh ada yang terlibat sama sekali dengan pasangan calon,” ujar dia membeberkan.

Bivitri lantas merinci uang patungan tersebut berasal dari kantong pribadi dan beberapa dari organisasi, yang catatan keuangannya dapat dilihat secara terbuka.

“Jadi kalau ada yang menyangka kami dibayar mahal untuk jadi artis, tidak sih, sama sekali tidak ada (pasangan capres-cawapres) 01, 02, 03 sama sekali tidak boleh bahkan terlibat,” kata Bivitri menegaskan.

Sebagai informasi, film dokumenter Dirty Vote yang mengungkap dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024 ditayangkan di media sosial YouTube. Fim ini sedikitnya sudah ditonton 15,4 juta kali sejak diluncurkan Minggu (11/2/2024). Dirty Vote ditayangkan di tiga akun YouTube yaitu akun resmi Dirty Vote (6,7 juta), PSHK (6,4 juta), dan Refly Harun (2,4 juta). Film dokumenter ini dikemas dalam format eksplanatori, menampilkan analisis dari tiga pakar hukum tata negara yaitu Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari. Mereka mendalami bagaimana kekuasaan telah digunakan untuk memengaruhi hasil pemilu, menabrak batasan demokrasi yang seharusnya.

Dalam film tersebut, ketiga ahli memberikan penjelasan yang didukung oleh fakta dan data, menguraikan bentuk-bentuk kecurangan dan analisis hukum yang berkaitan. Bivitri Susanti telah menyatakan film ini adalah rekaman sejarah tentang demokrasi yang rusak. Dengan kata lain, kekuasaan disalahgunakan oleh mereka yang dipilih melalui demokrasi itu sendiri.

Sutradara Film Dirty Vote, Dandhy Laksono berharap film ini menjadi bahan refleksi dalam masa tenang pemilu, mengedukasi publik dan mendorong adanya diskusi. 

Back to top button