Market

Bikin Sulit Banyak Orang, Pendukung Jokowi Kritik Keras Pertalite Jadi Rp10 Ribu/Liter

Senin, 05 Sep 2022 – 19:38 WIB

Keputusan Presiden Jokowi menaikkan BBM subsidi, tak hanya dikritik kelompok oposisi. Pendukungnya pun menyayangkan keputusan tersebut. Dampaknya, harga barang bakal naik minimal 30 persen.

Mantan Koordinator Direktorat Hukum Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf Amin, Hendra Setiawan Boen menilai, keputusan Jokowi mengerek naik harga dua jenis BBM subsidi yakni Pertalite dan Solar, bakal menciptakan kenaikan harga barang atau inflasi hingga 30 persen.

Saat ini, kata Hendra, distribusi semua sektor usaha, terutama rantai makanan dan transportasi publik naik hingga 30 persen. Mau tak mau, masyarakat akan semakin mengencangkan ikat pinggang. Mereka akan menunda belanja barang non-esensial. Tentunya ini memperberat roda perekonomian Indonesia yang selama ini ditopang konsumsi masyarakat.

“Program BLT sebesar Rp600 ribu sebagai bantalan sosial kepada masyarakat, tidak dapat menutup tambahan pengeluaran akibat kenaikan BBM dan barang-barang tersebut, “ ujar Hendra.

Dikatakan praktisi hukum kepailitan ini, kenaikan harga barang-barang yang disebut stagflasi tersebut, pasti memberatkan. Padahal, perekonomian baru saja pulih, setelah dihantam COVID-19 dalam dua tahun terakhir.”

Dampak lainnya, kata Hendra, para pekerja dan buruh, bakal mendesak adanya kenaikan gaji atau upah, guna menyesuaikan dengan kenaikan biaya hidup. Yang membebani arus kas perusahaan, sehingga berpotensi terjadi PHK besar-besaran.

“Perusahaan yang arus kas perusahaan macet juga berpotensi diajukan pailit, atau PKPU oleh kreditur bila pembayaran utang mereka tidak lancar. Belum lagi dampak keamanan dan ketertiban social akibat demo-demo masyarakat yang mulai bermunculan,” ungkapnya.

Dirinya juga mempertanyakan alasan pemerintah menaikan harga yaitu mengikuti harga pasar, padahal harga minyak dunia sedang turun. Bahkan, ada SPBU swasta yakni Vivo bisa menjual BBM di dengan Rp8.900 per liter yang kini sudah diubah menjadi Rp10.900 per liter.

“Lucunya malah pemerintah meminta SPBU swasta tersebut menaikan BBM mereka. Bukankah pemerintah seharusnya senang bila masyarakat mengkonsumsi BBM dari SPBU swasta sehingga tidak membebani alokasi subdisi dalam APBN,” ungkapnya.

Adanya SPBU swasta yang menjual BBM nonsubsidi dengan harga lebih murah, kata dia, membuktikan produksi dan penyaluran BBM di Indonesia, tidak efisien. “Jadi sebelum pemerintah menaikan BBM, bukankah lebih baik jalur produksi dan distribusi diperbaiki serta mengurangi biaya-biaya yang tidak perlu,” tegasnya.

Back to top button