News

Aksi Gejayan Memanggil Kembali, Soroti Kekacauan Pemilu 2024 dan Cawe-cawe Jokowi


Aliansi Rakyat Bergerak melakukan aksi “Gejayan Memanggil Kembali” sebagai protes terhadap kacaunya demokrasi di Pemilu 2024 akibat adanya “cawe-cawe” dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Mungkin anda suka

Aksi ini akan dilakukan di Pertigaan Gejayan, Jalan Colombo, Caturtunggal, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Senin (12/2/2024). Sebelum itu, massa aksi akan terlebih dulu berkumpul di Bundaran Universitas Gadjah Mada (UGM).

Melalui akun Instagram @gejayanmemanggil, tercantum bahwa aksi ini bertujuan untuk mengkritik berbagai kecurangan yang terjadi selama proses Pemilu 2024.

“Kecurangan dalam Pemilu/Pilpres 2024 harus dilawan karena jelas kecurangan yang didalangi oleh Jokowi sudah bersifat terstruktur, sistematik, dan masif (TSM). Pelanggaran etika dan moral yang dilakukan Jokowi dengan terang-terangan mengesankan bahwa ia sedang melawan arus menghadapi suara kritis masyarakat. Saatnya kekuasaan Jokowi harus kita preteli, hadirlah bawa pasukan, rapatkan barisan, bersama turun ke jalan,” demikian ajakan melaluai akun Instagram tersebut.

Berikut adalah berbagai tuntutan yang dituliskan melalui akun Instagram @gejayanmemanggil:

-Praktik-praktik pemilu kotor dipertontonkan secara telanjang oleh Jokowi, para calon pemimpin, maupun partai-partai pengusung. Dengan turut serta menggandeng sejumlah tokoh masyarakat, mereka menipu hingga mengintimidasi rakyat.

-Di sisi lain, pengelolaan pembangunan semakin amburadul, kemiskinan rakyat tak pernah diatasi, ruang hidup terhampas, dan pendidikan semakin mahal. Pelanggaran HAM juga tidak pernah selesai, bahkan terus bertambah.

-Bukannya mengatasi masalah-masalah rakyat, Jokowi dan kroni-kroninya malah membunuh demokrasi dengan sadis di akhir masa jabatannya. Pun, tengah melaksanakan dinasti politiknya.

-Demokrasi tengah berada dalam kondisi darurat. Ororitarianisme telah mencengkeram demokrasi rakyat. Inilah saatnya rakyat bersatu untuk memenggal otoritarianisme oligarki, sebagaimana Revolusi Prancis pada akhir abad ke-18 dan Reformasi Indonesia tahun 1998.

-Bukan lagi saat berdiskusi, apalagi bernegosiasi. Kami mengajak saudara-saudara sekalian turun ke jalan. Aksi sipil bersama ini harus menjadi tanggung jawab seluruh masyarakat, termasuk akademisi, guru besar, hingga tokoh agama.
 

Back to top button