News

Pengamat Khawatir Lembaga Pengawas Buatan Budi Arie Digunakan Awasi Gerak Lawan Politik di Pemilu 2024

Pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin khawatir dengan rencana Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) baru, Budi Arie Setiadi yang ingin membentuk lembaga pengawas konten di media sosial. Menurutnya, bisa jadi salah satu tujuan pembentukan tersebut untuk mengawasi gerak-gerik dari lawan-lawan politik yang akan bertarung pada pemilu 2024.

“Kelihatannya salah satu arah pembuatan lembaga baru ini terkait dengan politik untuk mengawasi lawan-lawan politik dan mengontrol gerak-gerik lawan politik di media sosial, ini yang tidak bagus kalau lembaga baru ini dibuat untuk kepentingan politik. Ini harus kita kritisi,” kata Ujang saat dihubungi Inilah.com, Selasa (18/7/2023).

Ujang beranggapan bahwa usulan kebijakan tersebut sangat bagus untuk mengawasi banyaknya konten berisikan narasi negatif di media sosial. Namun tidak untuk memantau lawan-lawan politik.

“Dalam konteks untuk menjaga narasi media sosial agar tetap positif, konstruktif, dan objektif, serta untuk membangun kebijakan dan keadaban maka harus media sosial itu diawasi. Tapi jangan pula lembaga ini dijadikan alat untuk mengawasi pihak lawan politik atau mengawasi orang-orang yang tidak sepaham dengan pemerintah, ini yang tidak boleh,” tutur Dosen Al- Azhar ini.

Lebih lanjut, kata Ujang, Kominfo perlu mencari orang-orang yang berintegritas atau melibatkan tokoh masyarakat dan akademisi untuk mengisi lembaga tersebut agar kebijakan yang dibuat bisa terlaksana dengan baik.

“Cari orang-orang yang berintegritas yang memang ahli di situ, takutnya hanya untuk mengakomodir teman atau relawannya dia lalu tidak bekerja maksimal. Oleh karena itu harus diatur siapa orang-orangnya, seperti apa format lembaganya dan tarik juga dari tokoh masyarakat atau akademisi agar berjalan objektif,” ungkapnya.

Diketahui, Menkominfo Budi Arie Setiadi, merencanakan akan membantuk sebuah lembaga yang bertugas mengawasi konten-konten media sosial. Alasan utama di balik kebijakan ini adalah banyaknya konten di media sosial yang meresahkan masyarakat.

“Konten yang meresahkan masyarakat saat ini berbentuk macam-macam, seiring dengan perkembangan teknologi,” kata Budi Arie saat berbicara di kantor Kominfo, Jakarta, Senin (17/7).

Back to top button