News

YLBHI: Polisi Berupaya Menutup-nutupi Fakta Peristiwa di Pulau Rempang

Koordinator Solidaritas Nasional untuk Rempang, Rozi menyampaikan bahwa pernyataan Polisi Indonesia (Polri) soal kasus Rempang banyak kejanggalan. Hal tersebut ia sampaikan seiring dengan temuan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang melakukan investigasi langsung selama tiga hari, mulai dari tanggal 11 September 2023 hingga 13 September 2023 mengenai fakta di lapangan.

“Dan akhirnya menemukan sejumlah hal (temuan baru),” kata Rozi dalam paparannya secara daring, diakses di Jakarta, dikutip, Senin (18/9/2023).

Rozi menjelaskan bahwa selama melakukan investigasi tersebut pihaknya mengalami kesulitan, baik dari sisi koordinasi masyarakat hingga aparat yang terkesan tidak memberikan kepercayaan penuh. 
Selain itu, ia juga menyebut pasca kasus yang meledak pada tanggal 7 September lalu, situasi di wilayah tersebut masih sangat mencekam. “Jadi di waktu kami melakukan kunjungan banyak sekali aparat-aparat yang bersiaga, berlalu-lalang,” ujar Rozi.

Akibat dari ulah aparat tersebut, ia mengaku bahwa timnya mengalami kendala, yaitu keterbatasan, dalam mengumpulkan sejumlah informasi. Rozi menyebut bahwa campur tangan aparat juga terjadi kepada masyarakat yang diminta untuk menghilangkan seluruh bukti foto dan video mengenai keanarkisan mereka.

“Masyarakat yang melakukan dokumentasi terhadap kejadian kekerasan itu banyak yang kemudian menghapus dokumen-dokumen pribadinya karena merasa takut,” jelas Rozi.

Dengan berbagai keterbatasan tersebut, Rozi mengatakan bahwa pihaknya tetap berhasil mengumpulkan beberapa bukti yang menunjukan bahwa pernyataan yang diberikan oleh Polda Kepulauan Riau mengenai kasus ini dengan fakta di lapangan terdapat perbedaan yang cukup signifikan. Salah satunya mengenai korban akibat penembakan gas air mata yang jaraknya cukup dekat dengan sekolah setempat.

“Menurut menelusuri fakta dan data bahwa ternyata memang ada data korban, setidaknya kami mendapatkan 20 (korban penembakan gas air mata),” kata Rozi.

Rozi menjelaskan dari 20 korban, sebanyak 10 orang merupakan murid dan satu orang guru dari SMPN 22 Batam. Kembali, data yang dimiliki oleh YLBHI nyatanya bertentangan dengan pernyataan pihak kepolisian yang menyebut tidak ada korban dalam peristiwa sengketa tanah ini.

Selain itu, Rozi juga menyoroti korban lainnya yang mengalami luka cukup serius, yaitu Ridwan (60). Dirinya diketahui terkena tembakan peluru karet dari aparat akibat aksi unjuk rasa atas kasus proyek Rempang Eco City yang dinahkodai oleh Badan Pengusaha Batam dan PT Makmur Elok Graha tersebut.

“Dan akhirnya (Ridwan) mendapatkan 12 jahitan. Terakhir pun ketika kami turun ke depan, kami dapatkan informasi bahwa beliau dilarikan kembali ke rumah sakit,” jelas Rozi.

Untuk itulah Rozi menyebut bahwa pengumuman yang dilakukan oleh pihak kepolisian beberapa waktu lalu mengenai kasus Rempang banyak mengalami kejanggalan. Ini menjadi salah satu contoh perbedaan pernyataan tersebut dengan fakta dan data yang ada sebenarnya.

“Kami menganggap bahwa statement yang juga disampaikan oleh Mabes Polri, yang kemudian itu juga disampaikan oleh Polresta dan kemudian Polda Kepulauan Riau merupakan pernyataan yang keliru bahkan menyesatkan,” ujarnya, menegaskan. 

Sekadar informasi, publikasi bertajuk “Keadilan Timpang di Pulau Rempang” ini, merupakan hasil investigasi gabungan banyak lembaga, di antaranya Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Pekanbaru, Eksekutif Nasional WALHI, WALHI Riau, KontraS, Amnesty International Indonesia, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan Trend Asia. 

Back to top button