News

WFH ASN: Demi Atasi Polusi atau Persiapan KTT ASEAN?

“Kebijakan publik adalah suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktik-praktik yang terarah,” demikian kata Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan dalam buku ‘Power and Society’.

Kutipan di atas, bisa menjadi cerminan bahwa pemerintah saat ini sedang panik dan terburu-buru mengambil kebijakan dalam menangani polusi udara.

Pemberlakuan work from home (WFH) bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN) belum berdampak signifikan dalam mengatasi persoalan buruknya kualitas udara.

Data yang dirilis IQAir pada Sabtu (26/8/2023) malam, menyebut indeks kualitas udara di Jabodetabek masih masuk kategori tidak sehat. Wilayah Tangerang berada di posisi puncak dengan angka 153. Untuk urutan kedua, adalah wilayah Depok di angka 152, kemudian diikuti Bogor 133, Jakarta 127, dan Bekasi 111.

Kelima wilayah ini memiliki tingkat konsentrasi polusi yang sama yakni PM2,5 atau sekitar 9 kali melebihi nilai panduan kualitas udara tahunan WHO.

Tak hanya kualitas udara yang masih buruk, kebijakan WFH juga tidak mampu mengurai kemacetan di Jakarta, wilayah pertama yang menerapkan kebijakan WFH bagi 50 persen ASN sejak Senin (21/8/2023) lalu.

Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto, mengatakan penerapan sistem kerja dari rumah merupakan solusi singkat dan tidak efektif, perlu ada langkah penanganan secara sistemis.

”Kerja dari rumah ini satu solusi singkat terhadap polusi udara di DKI Jakarta, tapi tidak efektif. Perlu dilakukan juga penanganan di sektor hulu dan hilir yang memberikan efek panjang terhadap penanganan polusi,” ujar Hery di Jakarta, baru-baru ini.

Di sisi lain, publik juga khawatir kebijakan WFH ini bisa menjadi celah bagi para oknum ASN untuk bermalas-malasan. Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansah mengatakan pengawasan dengan mengandalkan video call atau zoom meeting seperti saat pandemi COVID-19, terbukti tidak mampu menjaga kinerja para ASN.

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah - inilah.com
Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansah. (Foto: jpnn).

Menurutnya, Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, mesti punya terobosan nyata dalam menghadirkan sistem pengawasan bagi bawahannya yang bekerja dari rumah. Trubus menyarankan adanya kewajiban bagi para ASN yang WFH memberikan laporan kerja secara berkala.

“Sifatnya setiap jam, misalnya setiap jam 8-10 pagi apa yang dilakukan, tugas yang didelegasikan ada laporannya, lalu nanti jam 1 siang sampai pulang itu mengerjakan apa,” jelas dia kepada Inilah.com di Jakarta, dikutip Minggu (27/8/2023).

Ketidakefektifan ini akhirnya memunculkan kecurigaan, jangan-jangan pemerintah memberlakukan WFH ASN bukan karena ingin menangani polusi udara, melainkan demi kelancaran persiapan KTT ASEAN, yang rencananya akan digelar pada tanggal 5-7 September mendatang di Jakarta Convention Center (JCC).

Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Hardiyanto Kenneth juga mempertanyakan mengapa kebijakan WFH ini hanya berlaku bagi para ASN yang berada di sekitaran wilayah penyelenggaraan KTT ASEAN saja. “Lalu bagaimana daerah-daerah lain yang masih diselimuti polusi buruk, mengapa tidak diberlakukan hal yang sama agar tidak ada kesenjangan sosial,” ucapnya heran.

Penataan Hunian

Pengamat kebijakan publik Andrinof Chaniago mengatakan persoalan polusi udara ini sejatinya sama seperti persoalan publik lainnya, bersumber dari banyak faktor penyebab. Maka tidak bisa diselesaikan secara parsial saja melalui satu kebijakan ‘merumahkan’ ASN.

Persoalan ini harus dilihat dari jauhnya jarak hunian para pekerja dengan kantor dan pusat kegiatannya. Kebanyakan para ASN di Jakarta tinggal di kawasan pinggiran Ibu Kota. Sehingga, untuk menuju pusat kegiatan harus melakukan perjalanan jauh.

Situasi ini diperparah dengan masalah sistem transportasi publik yang sangat terbatas, sangat minim dan buruk. Maka, kata Andrinof, pilihan penggunaan kendaraan pribadi jadi tak terelakan. “Akibatnya  terjadi  intensitas peningkatan pencemaran udara yang tinggi,” ujar dia kepada Inilah.com, saat dihubungi di Jakarta, dikutip Minggu (27/8/2023).

Pakar Kebijakan Publik Sekaligus Mantan Kepala Bappenas Ri, Andrinof Chaniago - inilah.com
Pakar kebijakan publik sekaligus mantan Kepala Bappenas RI, Andrinof Chaniago. (Foto: Dok. Fisip UI).

Andrinof mengakui bahwa WFH memang sebuah keniscayaan di era digital, namun kebutuhan adanya manusia di kantor tetap tidak bisa dihindari. Mengingat sistem pengarsipan dan pelayanan publik masih berbasis cara lama, bergantung pada kegiatan di dalam kantor dan pelayanan tatap muka.

Ia mengusulkan agar adanya penataan hunian bagi para ASN yang tinggal di luar Jakarta, tujuannya agar mendekatkan para ASN dengan kantor tempat mereka bekerja. Jadi tidak perlu lagi menghabiskan perjalanan jauh, yang bisa menambah buruk kualitas udara, karena emisi kendaraan pribadi mereka.

Sejatinya, pemerintah memiliki banyak sumber daya yang bisa dimanfaatkan bagi kebijakaan penataan hunian ASN. Tidak perlu membuang anggaran untuk membangun hunian vertikal yang baru.

Andrinof mencatat, di Jakarta terdapat 151 gedung milik PD Pasar Jaya yang bisa dipugar sebagai hunian para ASN. Konsepnya, bagian bawah tetap pasar, lalu lantai-lantai di atasnya diubah menjadi hunian.

Namun eks Kepala Bappenas RI ini mengingatkan, bila usulan ini diterima dan dijalankan pemerintah, harus diimbangi juga dengan penambahan fasilitas umum seperti halte, terminal, stasiun MRT dan Busway. Sehingga masyarakat tidak sulit untuk beraktivitas.

“Apakah sistemnya sewa, atau beli itu diatur oleh pihak manajemen keuangannya. Nanti ditambah syarat, yang tinggal di situ tidak ada fasilitas parkir mobil yang ada hanya fasilitas parkir sepeda gratis. Kalau pakai mobil harus dikenakan biaya berdasarkan jam seperti masuk Mall. Karena misi kita itu membuat jakarta dan masyarakatnya sehat,” ucap dia. [Reza/Rizki/Reyhaanah]

Back to top button