News

Warga Air Bangis Butuh Ganti Untung, Pemerintah Didesak Turun Tangan

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mendesak pemerintah untuk turun tangan dalam menghadapi konflik agraria antara masyarakat Air Bangis, Pasaman Barat, Sumatra Barat (Sumbar) dan PT Abaco Pasifik Indonesia.

Selain itu, perusahaan tersebut juga mesti bertanggung jawab dalam memberikan hak kepada pemilik tanah yang terdampak Proyek Strategis Nasional (PSN) ini. “Apapun yang terjadi, apapun adanya dia (perusahaan) tetap bertanggung jawab,” kata Trubus saat dihubungi Inilah.com di Jakarta, Senin (7/8/2023).

Keterlibatan pemerintah diharapkan Trubus dapat memberikan penyelesaian masalah secara menyeluruh, komprehensif dan tuntas. Karena jika kasus ini mencapai peradilan, akan sulit bagi masyarakat Air Bangis untuk menang gugatan. “Karena menang kalau masyarakat menggugat langsung ke perusahaan biasanya di peradilan kesulitan,” jelas Trubus.

Akan tetapi, Trubus tidak menutup kemungkinan bahwa tidak sedikit oknum pemerintah yang memanfaatkan keuntungan dari konflik tersebut. Menurutnya ini yang menjadi bahaya sebab jika dibiarkan akan berlarut-larut. “Jadinya konfliknya lama, berlarut-larut, apalagi melibatkan penguasa-penguasa setempat dan ini agak rumit lagi,” ungkap Trubus.

Untuk itu, Trubus menegaskan perlu ada ketegasan aparat penegak hukum untuk menyelesaikan kasus ini. Karena jika dibiarkan maka masyarakat lah yang akan terus terkena imbasnya. “Dan Air Bangis itu sudah berkali-kali dilakukan tapi hasilnya selalu tataran warga juga yang jadi korbannya,” pungkas Trubus.

Diketahui, PT Abaco Pasifik Indonesia akan menanamkan modal sebesar Rp150 triliun untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) Air Bangis. Nantinya akan dibangun kilang minyak di lokasi tersebut. Jika proyek ini berjalan akan menjadi kilang minyak terbesar di Indonesia dan banyak membuka lapangan kerja.

Akan tetapi PSN ini membutuhkan lahan sekitar 30 ribu hektare maka lahan-lahan sawit yang selama ini mereka tanam akan termasuk dalam bagian proyek tersebut. Kabarnya, warga sudah dilarang untuk memanen hasil lahannya, sehingga terdampak pada ekonomi keluarga mereka. Oleh karena itu mereka menuntut agar proyek itu dihentikan, dengan berdemonstrasi.

Total ada 1.500 massa yang ikut dalam aksi tersebut. Demonstrasi ini dilakukan sejak Senin (31/7/2023). Namun, hingga Jumat (4/8/2023), Gubernur Sumbar tak pernah menemui pedemo, justru menemui massa tandingan dan bersilaturahmi di saat salat subuh.

Puncaknya, pada Sabtu (5/8/2023), warga dan mahasiswa melakukan dialog dengan Pemprov Sumbar di Kantor Gubernur Sumbar. Belum selesai dialog antara perwakilan masyarakat, mahasiswa dan Pemprov Sumbar, anggota Kepolisian Polda Sumbar melakukan tindakan represif untuk membubarkan secara paksa masyarakat dan pendamping yang berada didalam Masjid Raya. Aparat, tidak hanya melakukan pembubaran secara paksa, tetapi juga melakukan penangkapan terhadap masyarakat, mahasiswa dan pendampingan hukum.

Back to top button