News

Usai Putusan MK, PPP Siap Maksimalkan Diri Hadapi Pemilu 2024

Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi (Awiek) megaku pihaknya merasa lega dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal sistem pemilu. Dengan putusan tersebut menunjukkan sikap MK tetap konsisten.

“PPP menghormati putusan MK yang konsisten dalam penerapan sistem terbuka, yang sudah diterapkan sejak pemilu 2009. Maka kini tak ada lagi spekulasi terkait sistem pemilu,” terang Awiek kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Kamis (15/6/2023).

Mungkin anda suka

Menurutnya, dengan putusan MK ini juga dapat memberikan kepastian kepada penyelenggara pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), sehingga bisa lebih fokus untuk mempersiapkan pemilu.

“Begitupun parpol sebagai peserta pemilu, (tentu) akan lebih maksimal mempersiapkan langkah-langkah menuju pemilu 2024, termasuk para caleg tak perlu lagi untuk turun ke dapil,” jelasnya.

“Sistem terbuka merupakan representasi pilihan rakyat terhadap wakilnya di parlemen. Selanjutnya adalah tugas memperkuat pelembagaan parpol kepada kader,” pungkas Awiek.

MK Tolak Gugatan Sistem Pemilu Proporsional Terbuka

Sebelumnya, Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak gugatan uji materi sistem pemilu proporsional terbuka.

“Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar hakim MK, Anwar Usman, ketika membacakan putusan, di Gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6/2023).

Salah satu pertimbangan dikatakan Hakim MK, Suhartoyo, bahwa sepanjang sejarah, konstitusi Indonesia tidak pernah mengatur soal jenis sistem pemilu yang digunakan dalam memilih anggota legislatif.

“Menimbang bahwa setelah membaca secara seksama ketentuan-ketentuan dalam konstitusi yang mengatur ihwal pemilihan umum, khusus berkenaan dengan pemilihan umum anggota legislatif, pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950 tidak menentukan jenis sistem pemilihan umum yang digunakan untuk anggota legislatif,” ujar Suhartoyo.

Putusan ini diambil oleh 8 hakim MK dengan satu hakim yang berpendapat berbeda atau dissenting opinion, yakni hakim Arief Hidayat.

Sidang pleno pembacaan putusan ini dihadiri oleh 8 hakim konstitusi, yakni Anwar Usman, Arief Hidayat, Suhartoyo, Manahan Sitompul, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan Guntur Hamzah. Sementara hakim konstitusi Wahiduddin Adams tidak hadir karena sedang menjalankan tugas MK di luar negeri.

Back to top button