News

Tutup Buka Keran Ekspor CPO, Pertaruhan Reputasi Indonesia

Unjuk rasa yang dilakukan para petani kelapa sawit berbuah manis. Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya membuka kembali keran ekspor minyak sawit mentah (CPO) mulai Senin (23/5/2022). Tutup buka keran ini tak lepas dari kontroversi.

Jokowi mengumumkan pembukaan ekspor minyak goreng, minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya. “Berdasarkan pasokan dan harga minyak goreng saat ini, serta mempertimbangkan adanya 17 juta orang tenaga di industri sawit baik petani, pekerja, dan juga tenaga pendukung lainnya, maka saya memutuskan bahwa ekspor minyak goreng akan dibuka kembali pada Senin, 23 Mei 2022,” kata Presiden, Kamis (18/5/2022).

Jokowi mengakui telah terjadi penurunan harga rata-rata nasional minyak goreng curah menjadi Rp17.200 hingga Rp17.600 per liter. Turun dari sekitar Rp19.800 per liter sebelum pelarangan ekspor diberlakukan. Kebutuhan nasional untuk minyak goreng curah sekitar 194 ribu ton per bulan, tetapi pada Maret sebelum larangan ekspor diberlakukan, pasokan yang ada di pasar domestik hanya mencapai 64,5 ribu ton.

“Alhamdulillah pasokan minyak goreng terus bertambah… setelah dilakukan pelarangan ekspor di bulan April pasokan kita mencapai 211 ribu ton per bulannya, melebihi kebutuhan nasional bulanan kita,” kata Jokowi. Ia pun menjelaskan, pemerintah terus melakukan pemantauan sekaligus mendorong berbagai langkah untuk memastikan ketersediaan minyak goreng bagi masyarakat, sejak larangan ekspor diberlakukan bulan lalu.

Sebelumnya, pada Selasa (17/5/2022), ribuan petani sawit yang tergabung dalam Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) menggelar demo besar-besaran terkait larangan ekspor minyak goreng dan CPO di Istana Negara, Jakarta. Tak hanya di ibu kota, petani sawit di 22 provinsi dan 146 kabupaten dan kota melakukan aksi serupa.

Sejak resmi dilakukan pelarangan ekspor pada 28 April 2022, menurut petani harga TBS memang anjlok secara drastis bahkan hingga 70 persen di beberapa daerah. Para petani itu meminta Presiden Jokowi melindungi 16 juta petani sawit yang terdampak penurunan harga TBS sawit di 22 provinsi produsen sawit. Beberapa kepala daerah penghasil sawit juga sudah mendesak presiden untuk membuka keran ekspor CPO.

Harga Minyak Goreng Belum Turun

Apakah dengan kebijakan membuka keran ekspor ini, masalah minyak goreng akan selesai? Beberapa kalangan menilai pencabutan larangan ekspor ini belum waktunya mengingat target penurunan harga minyak goreng yang ditargetkan pemerintah belum tercapai. Jokowi mengungkapkan telah terjadi penurunan harga rata-rata nasional minyak goreng curah menjadi Rp17.200 hingga Rp17.600 per liter.

Sekadar mengingatkan, pada saat mengeluarkan larangan ekspor CPO dan minyak goreng, pemerintah menyebut akan kembali membuka ekspor jika harga minyak goreng curah sudah menyentuh Rp14.000 per liter.

Dirjen Kementerian Perdagangan Oke Nurwan sebelumnya mengatakan larangan ekspor CPO akan kembali dievaluasi jika harga minyak goreng curah menyentuh harga eceran tertinggi (HET) yakni Rp14.000/liter atau Rp15.500/kilogram.

“Tidak hanya petani yang butuh ekspor, negara pun butuh ekspor?” kata Oke Nurwan di Jakarta, Selasa (17/5/2022). Ia melanjutkan, ketika harga sudah sesuai HET dan konsisten, maka keran ekspor CPO akan kembali dibuka pemerintah.

Tata Niaga Minyak Goreng

Yang juga menjadi pertanyaan publik, apakah dengan membuka kembali ekspor CPO berarti pemerintah sudah menemukan formula tata niaga minyak goreng yang tepat? Demikian pula ulah para spekulan dan mafia minyak goreng apakah sudah diantisipasi? Hal ini mengingat penyelidikan soal mafia minyak goreng yang dilakukan Kejaksaan Agung masih berlangsung.

Saat larangan ekspor ini diberlakukan, seharusnya sekaligus bisa menjadi momentum bagi pemerintah untuk mengurai masalah tata niaga minyak goreng. Jangan sampai ketika keran ekspor CPO dan turunannya kembali dibuka namun sisi distribusi dan mekanisme pengendalian harga belum siap. Bisa jadi masalah yang sama terhadap minyak goreng muncul kembali.

Jangan sampai pula kita rugi dua kali. Kebijakan larangan ekspor itu jelas-jelas berpengaruh besar menggerus potensi devisa dari perdagangan CPO dunia, namun juga di sisi lain persoalan besar yang membuat perdagangan minyak goreng carut marut juga belum ada solusinya. Ingat lho, sumbangan devisa ekspor minyak sawit saja pada 2021 mencapai US$35 miliar atau lebih dari Rp500 triliun. Belum lagi pajak ekspor (bea keluar) dan pendapatan dari pungutan ekspor.

Pemerintah seyogyanya memiliki kebijakan dengan visi jangka panjang yang mampu mengakomodir dinamika permintaan CPO dan turunannya baik untuk kebutuhan domestik dan global. Apalagi Indonesia saat ini memiliki peran penting sebagai eksportir terbesar CPO ke pasar global. Selain itu, kebijakan domestic market obligation (DMO) dan harga eceran tertinggi (HET) sebaiknya lebih mendapat pengawasan ketat untuk ketersediaan pasokan di dalam negeri dengan harga wajar.

Kita sadari, kebijakan tutup buka keran ekspor CPO berdampak luar biasa pada reputasi Indonesia di dunia internasional. Kebijakan yang reaktif dan berubah-ubah tanpa mempertimbangkan komitmen perdagangan yang sudah disepakati sebelumnya, dapat melemahkan sentimen kepercayaan global. [ikh]

Back to top button