Ototekno

Tanpa Listrik dan Sinyal, Begini Cara Warga Gaza Tetap Terhubung di Media Sosial

“Hello from Gaza — I’m still alive,” pesan ini menjadi semacam mantra di pagi hari bagi banyak warga Palestina yang terperangkap di wilayah Gaza yang terkepung dan dibombardir. Di tengah kondisi perang dan blokade total yang dikenakan oleh Israel sejak 9 Oktober lalu, berkomunikasi dengan dunia luar menjadi sebuah tantangan tersendiri.

Sejak serangan oleh penguasa Hamas di Gaza terhadap Israel Selatan pada 7 Oktober, militer Israel telah membombardir Gaza secara sembarangan, menewaskan ratusan warga sipil setiap harinya. Israel juga memutus pasokan listrik ke Gaza, serius menghambat komunikasi antara wilayah Palestina ini dengan dunia luar.

“Jika ini adalah pesan terakhir saya, harap dengarkan,” kata Eksekutif di Medical Aid for Palestinians, Mahmoud Shalabi, sebuah NGO asal Inggris, dari Beit Lahia di Gaza Utara, sebagaimana dikutip dari Arabnews, Selasa (24/10/2023). Ia mengakhiri pesan suaranya dengan kalimat, “Saya tidak akan meninggalkan rumah saya… Saya akan mati berdiri, keberadaan saya di tanah ini adalah perlawanan,” ungkapnya.

Tanpa layanan seluler 3G di Gaza, penduduk setempat harus mencari saluran telepon darat yang langka atau berharap mendapatkan koneksi internet. Namun, blokade telah memberikan dampak serius pada fasilitas ini. Dua dari tiga jalur komunikasi seluler dan internet utama telah hancur akibat serangan udara, menurut agensi kemanusiaan PBB, OCHA.

post-cover
Masyarakat di Gaza mengisi daya ponsel mereka dengan menggunakan stasiun pengisian daya portabel pada tanggal 15 Oktober 2023, di tengah pemadaman listrik. Mustafa Hassona/Anadolu melalui Getty Images

Hebh Jamal, seorang wanita Gaza yang tinggal di Mannheim, Jerman, mengatakan bahwa keluarganya terpaksa menggunakan minyak goreng untuk menyalakan generator dan mengisi daya ponsel mereka. Namun, bahkan dengan itu, hanya ada cukup koneksi “untuk satu pesan WhatsApp,” katanya.

Kesulitan komunikasi ini juga membuat sulit bagi jurnalis untuk mendapatkan berita dari Gaza dan bagi penduduknya untuk mendengar berita dari dunia luar. “Kami benar-benar terputus,” kata jurnalis dan penulis Jamileh Tawfiq, yang mengungsi ke Khan Yunis bersama seluruh keluarganya.

Di tengah kesulitan ini, penting untuk menceritakan apa yang terjadi di Gaza. “Menceritakan apa yang terjadi di sini adalah peran penting, itu penting bagi saya, itu adalah tanggung jawab yang penting,” kata Tawfiq.

Dalam keadaan perang dan blokade yang tak adil ini, komunikasi menjadi senjata dan saksi bisu. Pesan-pesan dari Gaza, meski terputus-putus dan sporadis, menjadi jendela bagi dunia luar untuk memahami penderitaan dan perlawanan rakyat Palestina.

Back to top button