News

Tambal Sulam Masalah, Subsidi Kendaraan Listrik Menambah Kemacetan

Pemerintah secara resmi mengumumkan besaran subsidi bagi pembelian kendaraan listrik. Aturan ini akan dimulai pada 20 Maret 2023 sampai akhir tahun ini. Ada anggapan, yang menilai langkah ini sebagai kebijakan tambal sulam masalah. Satu sisi ingin atasi permasalahan surplus pasokan listrik di Pulau Jawa, tapi di sisi lain dikhawatirkan bakal menambah kemacetan.

Target pemberian subsidi yang dipatok pemerintah mencakup 35.900 unit mobil listrik, 200.000 unit sepeda motor listrik, 138 unit bus listrik, dan 50.000 unit kendaraan listrik konversi. Khusus untuk motor listrik, subsidi pemerintah diberikan kepada kendaraan yang diproduksi di Indonesia dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) 40 persen atau lebih.

Secara gamblang pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menyebut bahwa upaya ini dilakukan untuk mendorong akselerasi industri otomotif berbasis listrik dalam negeri.

Pemberian insentif atau subsidi Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) agar Indonesia menjadi tempat yang menarik bagi industri KBLBB. Targetnya pada tahun 2025, setidaknya sebanyak 400.000 unit atau 20 persen kendaraan yang beredar di Indonesia adalah mobil listrik.

Namun pengamat transportasi Darmaningtyas menduga, kebijakan obral subsidi ini didasari dari sikap panik pemerintah karena kebijakan yang salah mengenai pembangunan pembangkit listrik 35.000 megawatt (MW) yang digenjot sejak tahun 2016, sehingga mengakibatkan adanya surplus pasokan listrik di Pulau Jawa.

“Kontrak dengan vendor katanya dipakai atau tidak dipakai negara harus bayar. Tentu saja bayarnya tidak sedikit, tapi puluhan triliun rupiah setahun. Atas dasar itulah pemerintah mendorong percepatan pemakaian kendaraan listrik agar dapat memanfaatkan pasokan listrik yang surplus tersebut. Dengan kata lain, kebijakan obral subsidi kendaraan listrik itu dalam rangka menutup lobang menganga yang ditimbulkan oleh kebijakan yang kurang perhitungan dengan membangun 35.000 MW tadi,” ujarnya kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Kamis (18/5/2023).

Dia menegaskan, subsidi bagi kendaraan pribadi berbasis listrik ini tidak tepat dan berpotensi menambah kemacetan di kota-kota besar di Indonesia. Karena berdasarkan data yang dirilis Polri pada tahun 2022, jumlah kendaraan bermotor di Indonesia sudah mencapai 152,51 juta unit pada 2022. Dari jumlah tersebut, sebanyak 126,99 juta unit atau 83,27 persen di antaranya berupa sepeda motor.

Sebanyak 19,31 juta kendaraan bermotor di Indonesia merupakan mobil penumpang. Lalu, ada 5,76 juta kendaraaan berjenis mobil beban Indonesia hingga akhir tahun lalu. Polri juga mencatat 212.744 bus yang berlalu-lalang di Indonesia hingga 31 Desember 2022. Sementara, 84.378 unit lainnya merupakan kendaraan khusus.

Berdasarkan wilayahnya, Jawa Timur tercatat menjadi provinsi dengan kendaraan bermotor terbanyak di Indonesia. Jumlahnya mencapai 24,27 juta unit per 31 Desember 2022. DKI Jakarta menempati urutan kedua dengan jumlah kendaraan bermotor mencapai 21,65 juta unit. Lalu, ada 19,90 juta unit kendaraan bermotor yang berada di Jawa Tengah.

“Kalau subsidi motor atau mobil listrik itu sama saja akan menambah banyak jumlah kendaraan bermotor yang beredar di jalan sehingga selain akan menambah macet, juga akan menimbulkan kesemrawutan lalu lintas dan menyumbang jumlah kecelakaan lalu lintas yang makin meningkat,” tegas Darmaningtyas.

Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansah, mengatakan boleh saja pemerintah ingin menggenjot industri KBLBB di Tanah Air, tapi harus dilakukan secara bertahap, jangan ujug-ujug langsung menggalakkannya melalui obral subsidi.

Tahap pertama yang harus dilakukan, tutur dia, adalah memulai pembatasan produksi mobil berbasis BBM. Kemudian para pemilik mobil pribadi mesti ditawarkan skema penukaran kendaraan, tujuannya agar bisa mengurangi jumlah kendaraan di jalan.

“Skema yang mengatur mobil berusia di atas lima tahun atau lebih itu tidak boleh jalan dan bisa ditukar tambah dengan mobil listrik yang ada subsidinya jadi masyarakat tertarik menukarkan dengan harga yang lebih terjangkau. Atau bisa juga skema dari sisi industri mobil yang tadi saya bilang, batasi jumlah produksi mobil BBM sehingga industri fokus ke mobil listrik,” jelas dia kepada Inilah.com di Jakarta, Kamis (18/5/2023).

Dia menambahkan, sembari menjalankan skema-skema tersebut, pemerintah harus juga mensinergikan pembangunan infrastruktur pendukung KBLBB di seluruh Indonesia. Misalnya tempat pengisian daya, karena di DKI Jakarta saja masyarakat masih kesulitan mencari tempat pengisian daya, apalagi untuk di luar kota.

“Sekarang infrastruktur pengisian mobil listriknya juga belum siap bahkan di Jakarta juga masih terbatas, terus service-nya juga di mana untuk mobil listrik. Di sini kan kesannya infrastrukturnya belum siap sepenuhnya dan kesannya hanya pencitraan untuk go green,” tandas Trubus.

Alihkan ke Subsidi Transportasi Massal

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan pemberian subsidi kendaraan listrik tidak tepat karena yang menerimanya tentu orang dari kelas menengah ke atas, sedangkan esensi dari kata subsidi itu sendiri adalah meringankan beban masyarakat miskin, kelas menengah ke bawah.

Ia menyarankan, pemerintah untuk mengalihkan subsidi kendaraan listrik ke subsidi transportasi massal saja, karena akan dirasakan langsung oleh masyarakat berekonomi lemah yang sehari-harinya beraktivitas menggunakan kendaraan umum.

Menurutnya, tingkat kepadatan dan terkoneksinya moda transportasi di tanah air masih menjadi persoalan cukup serius. Di negara-negara maju, sambung dia, angkutan umum harus terkoneksi dari first mile sampai last mile dan setiap orang maksimal hanya boleh berganti tiga kali kendaraan untuk sampai ke tempat tujuan.

“Bagaimana mengusahakannya ya terserah pemerintah. Kalau enggak yang angkutan jadi kurang menarik buat masyarakat, khususnya kelas menengah atas,” terang dia kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Kamis (18/5/2023).

Senada, pengamat transportasi Darmaningtyas mengatakan pemerintah harusnya berkaca ke Norwegia. Dia menuturkan, Kota Oslo di Norwegia akan menjadi ibu kota pertama di dunia dengan sistem transportasi serba listrik. Kota itu menargetkan bebas emisi pada tahun 2030.

“Harusnya ikuti Norwegia saja jadi listrik semua kendaraan umumnya dulu. Baru habis itu industri-industri yang produksi mobil BBM itu secara bertahap dikurangi produksinya atau dibatasi untuk yang BBM, jadi pemilik mobil pribadi juga tertarik dengan yang listrik,” tutur dia.

Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansah, menambahkan, ketimbang memberikan subsidi bagi orang mampu, lebih baik pemerintah memberikan subsidi ke para pengusaha angkutan umum, terkait pengadaan bus berbasis listrik.

“Dengan memberikan subsidi kepada perusahaan angkutan umum, selain akan mendorong pengembangan industri kendaraan listrik, juga dapat memperbaiki layanan angkutan umum dengan sarana transportasi yang lebih ramah lingkungan, dan dapat mengurangi kemacetan,” tandas dia.

Sekadar informasi, saat ini pemerintah Norwegia tengah berencana mengganti transportasi bus kota berbahan bakar diesel menjadi 450 bus listrik. Tidak hanya itu, sebagian besar jaringan angkutan umum di Oslo seperti trem dan kapal feri sudah menggunakan listrik. Mereka juga memperluas jalur sepeda untuk mendukung kegiatan bersepeda bagi penduduk.

Komitmen Norwegia membangun jaringan transportasi umum nol emisi juga terlihat pada aktivitas di bandara Norwegia. Pada bulan September lalu, Avinor pengelola bandara mengumumkan akan mengganti sistem transportasi antar-jemput bandara menjadi transportasi listrik. Dengan itu, mereka juga mencoba untuk menghemat sekitar 140.000 liter solar setiap tahun. [Emirald Julio/Muhammad Reza Panangian].

Back to top button