News

Tak Puas dengan Hasil Pilpres? Begini Cara Ajukan Gugatan ke MK


Tak lama lagi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menetapkan hasil perolehan suara Pilpres 2024. Per Minggu (17/3/2024) proses rekapitulasi nasional sudah rampung di 32 provinsi, tersisa enam provinsi lagi. Pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka unggul di 30 provinsi, berpeluang besar menjadi presiden dan wakil presiden terpilih.

Tentu, tidak semua pihak akan merasa puas dengan hasil ini. Namun, tenang saja, konstitusi sudah menyediakan wadah yang tepat untuk menyalurkan rasa ketidakpuasan tersebut, salah satunya dengan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Mengacu pada Peraturan MK nomor 17 tahun 2009 mengenai pedoman beracara dalam perselisihan hasil pemilu presiden dan wakil presiden, permohonan pembatalan penetapan perolehan suara hasil pemilu presiden dan wakil presiden wajib diajukan ke MK 3×24 jam sejak penetapan secara nasional hasil perolehan suara pemilu presiden dan wapres oleh KPU.

Bila menggunakan skenario KPU yang mengumumkan hasil pemilu pada 20 Maret 2024, maka pendaftaran permohonan sudah diterima paling lambat pada 23 Maret 2024. Peraturan MK pasal 5 juga menyebut bahwa permohonan itu diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia sebanyak 12 rangkap.

Dokumen permohonan itu harus diteken oleh pemohon (paslon) atau kuasa hukumnya yang diberi surat kuasa khusus dari pemohon. Berikut dokumen yang harus dilampirkan di dalam permohonan gugatan sengketa pemilu: 

  • Identitas lengkap pemohon dan fotokopi Kartu Tanda Pengenal (KTP). 
  • Bukti sebagai peserta pemilu presiden dan wakil presiden.
  • Uraian yang jelas mengenai kesalahan hasil penghitungan suara yang ditetapkan secara  nasional oleh KPU dan hasil penghitungan yang benar menurut pemohon.
  • Permintaan untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang ditetapkan secara nasional oleh KPU dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon. 
  • Bukti-bukti yang mendukung.

Sementara, di pasal 9 dalam peraturan yang sama, tertulis apa saja yang bisa diklasifikasikan sebagai bukti dan dapat diajukan di sidang MK: 

  • Surat atau tulisan. 
  • Keterangan saksi. 
  • Keterangan ahli. 
  • Keterangan para pihak. 
  • Petunjuk. 
  • Informasi elektronik. 
  • Dokumen elektronik.

Sementara, di pasal 6 Peraturan MK nomor 17 tahun 2009, tertulis sidang perdana sengketa pilpres diselenggarakan tiga hari sejak permohonan masing-masing paslon diregistrasi oleh panitera di MK. 
Baik pemohon dan KPU wajib diberi tahu tanggal sidang pertama paling lambat 1X24 jam sebelum persidangan dimulai. Sidang perdana beragendakan pemeriksaan pendahuluan.

Di dalam pasal 7 Peraturan MK tertulis, sidang perdana itu terbuka untuk umum dan dihadiri oleh panel hakim yakni minimal tiga hakim konstitusi. 

“Dalam pemeriksaan pendahuluan, panel hakim atau pleno hakim memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi permohonan. Selain itu, hakim wajib memberi nasihat kepada pemohon untuk melengkapi atau memperbaiki permohonan bila terdapat kekurangan,” demikian isi pasal tersebut. 

Setelah sidang pendahuluan baru diputuskan apakah lanjut atau tidak ke tahap berikutnya, sidang pemeriksaan, yang minimal harus diikuti oleh tujuh hakim konstitusi. 

Sementara, di pasal 8 ayat (3) tertulis proses pemeriksaan persidangan dilakukan dengan tahapan berikut: 

  • Jawaban termohon (KPU). 
  • Keterangan pihak terkait (paslon nomor urut dua atau pihak lain).
  • Pembuktian oleh pemohon (paslon 1 dan 3), termohon, pihak terkait.
  • Kesimpulan.

Back to top button