News

Sempat Jadi Kontroversi, Program Pelepasan Nyamuk Wolbachia di Kembangan Jakbar Segera Dimulai


Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tengah mempersiapkan pelepasan nyamuk Aedes aegypti yang mengandung bakteri Wolbachia di Jakarta Barat. Hingga kini, belum ada kepastian waktu pelaksanaan pelepasan ini.

“Daftar pertama ada di Jakarta Barat, kita mulai dari Kecamatan Kembangan. Saat ini, belum kita mulai, masih persiapan. Jika semuanya siap, termasuk masyarakat, baru kita akan melepaskan nyamuk,” kata Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ani Ruspitawati, Mengutip Antara, Minggu (9/6/2024).

Wolbachia merupakan bakteri alami yang ditemukan pada 60 persen serangga seperti lalat buah dan lebah. 

Sebelumnya telah muncul kontroversi luas dan penolakan di masyarakat. Beragam alasannya, antara lain metode ini dituding sarat kepentingan bisnis. Nyamuk Wolbachia dicurigai bisa menginduksi penyakit japanese encephalitis dengan konsekuensi keharusan membeli dan menggunakan vaksin untuk mengatasinya.

Sebagian menuding nyamuk ini produk rekayasa genetika dengan beragam potensi negatif terkait perubahan strain dan mutasi. Sebagian berspekulasi nyamuk ini diciptakan untuk menyebarkan penyakit lain agar populasi manusia berkurang.

Bali adalah salah satu daerah yang menolak metode ini. Oleh karena itu, penyebaran jutaan telur nyamuk Wolbachia di beberapa daerah di Bali ditunda.

Meskipun Wolbachia tidak ditemukan pada nyamuk Aedes aegypti, bakteri ini ditransfer ke dalam tubuh nyamuk dan terbukti mengurangi penularan berbagai virus, termasuk demam berdarah.

Menurut Kementerian Kesehatan, Wolbachia dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti dapat menurunkan replikasi virus dengue, sehingga mengurangi kemampuan nyamuk tersebut sebagai penular demam berdarah.

Ani menambahkan bahwa pelepasan nyamuk Aedes aegypti yang mengandung Wolbachia ini merupakan salah satu upaya untuk mengendalikan angka kasus demam berdarah dengue (DBD), selain kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan upaya lainnya yang telah dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta.

Pada Mei lalu, tercatat sekitar 2.900 kasus DBD di Jakarta. Ani juga mengimbau masyarakat untuk ikut serta menjaga lingkungan sekitar dengan memeriksa berkala ada atau tidaknya jentik nyamuk atau tempat perkembangbiakan nyamuk.

“Menjaga lingkungan adalah tanggung jawab semua orang. Untuk memastikan bahwa lingkungan tidak menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti, harus dicek kembali,” ujarnya.

Pemprov DKI Jakarta membantah akan langsung menerapkan sanksi berupa denda Rp50 juta bagi warga yang rumahnya kedapatan jentik nyamuk Aedes aegypti.

“Itu hanya imbauan supaya masyarakat juga peduli untuk mengatasi demam berdarah. Kewajiban seorang warga negara di lingkungan rumah masing-masing harus sehat,” kata Penjabat Gubernur (Pj) DKI Jakarta, Heru Budi Hartono.

Berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue, sanksi pada warga yang melanggar ketentuan PSN 3M Plus dan yang tempat tinggalnya ditemukan jentik nyamuk Aedes aegypti sifatnya bertahap. Sanksi dimulai dari teguran tertulis, kemudian teguran tertulis diikuti pemberitahuan kepada warga melalui penempelan stiker di pintu rumah, dan denda paling banyak Rp50 juta atau pidana kurungan paling lama dua bulan.

Pencegahan penyakit DBD merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah (Pemda) dan masyarakat melalui upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M Plus, pemeriksaan jentik berkala (PJB), pemantauan penyebaran penyakit, dan sosialisasi. Penanggulangan DBD dilakukan melalui penyelidikan epidemiologi berupa pelacakan kasus pasien DBD, penanggulangan kasus, pengasapan (fogging) massal, dan tatalaksana penanganan kasus.

Back to top button