Ototekno

KTT Energi Bahas Kebiasaan Memasak yang Membunuh Jutaan Orang Setiap Tahun

  • Menurut Badan Energi Internasional, 2,3 miliar orang di 128 negara menghirup asap berbahaya ketika mereka memasak di atas kompor biasa atau di atas api terbuka 
  • Praktik memasak yang berbahaya mengakibatkan kematian 3,7 juta orang setiap tahunnya, anak-anak dan perempuan merupakan kelompok yang paling berisiko.

 

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) energi yang akan dihadiri perwakilan 50 negara di Ibu Kota Prancis akan membahas persoalan yang sepertinya sepele tetapi berdampak besar terhadap kematian dini jutaan orang di dunia. Ini terkait dengan kebiasaan memasak ibu-ibu yang harus menjadi perhatian seluruh dunia.

KTT energi yang berupaya mengurangi jutaan kematian dini di seluruh dunia, terutama di Afrika bertujuan untuk mengumpulkan miliaran dolar guna mendanai perluasan akses terhadap metode memasak bersih. Perwakilan dari 50 negara bertemu di Prancis Selasa (14/5/2024) untuk membahas cara membantu miliaran orang memperbaiki kebiasaan dapur, yang dapat menghasilkan polutan mematikan dan memicu pemanasan global .

Menurut Badan Energi Internasional (IEA), yang memimpin KTT ini, 2,3 miliar orang di 128 negara menghirup asap berbahaya ketika memasak di kompor biasa atau di atas api terbuka. Dalam laporan terbaru yang dilakukan bersama Bank Pembangunan Afrika (ADB), IEA mengatakan praktik memasak tersebut mengakibatkan kematian 3,7 juta orang setiap tahunnya, dan anak-anak serta perempuan adalah kelompok yang paling berisiko.

“Masalahnya menyentuh gender, menyentuh kehutanan, menyentuh perubahan iklim, menyentuh energi, menyentuh kesehatan,” kata Direktur Teknologi dan Keberlanjutan IEA Laura Cozzi, kepada wartawan mengutip Al Jazeera.

Sepertiga penduduk dunia memasak dengan bahan bakar yang menghasilkan asap berbahaya ketika dibakar, termasuk kayu, arang, batu bara, kotoran hewan, dan limbah pertanian. Mereka mencemari udara dalam dan luar ruangan dengan partikel halus yang menembus paru-paru dan menyebabkan berbagai masalah pernapasan dan kardiovaskular, termasuk kanker dan stroke.

Praktik memasak ini merupakan penyebab kematian dini tertinggi ketiga di dunia dan tertinggi kedua di Afrika. Pada anak-anak, penyakit ini merupakan penyebab utama pneumonia atau suatu peradangan pada paru yang menyebabkan adanya gangguan fungsi pada paru.

Penelitian dari Badan Energi Internasional dan Kelompok Bank Pembangunan Kawasan Afrika menyebutkan bahwa dampak terburuk dari cara memasak yang kurang higienis atau tidak bersih lingkungan paling rentan terpapar terhadap kesehatan perempuan. Kaum perempuan di banyak belahan dunia biasanya bertanggung jawab mengumpulkan bahan bakar dan memasak.

Untuk meminimalisir risiko tersebut, para peneliti menyarankan agar para pengambil kebijakan di berbagai negara lebih memperhatikan kondisi domestik dengan memberi bantuan akses memasak yang bersih lewat subsidi bahan bakar dan energi ramah lingkungan.

Beralih ke yang Lebih Hemat

Beralih ke metode memasak yang ramah lingkungan, seperti dengan gas atau listrik, akan menghemat 1,5 miliar ton emisi karbon dioksida per tahun pada tahun 2030. Ini kira-kira sama dengan jumlah yang dikeluarkan oleh kapal dan pesawat pada tahun lalu, menurut IEA. Namun, mengubah metode dan praktik lama akan memakan biaya miliaran dolar.

Bank Pembangunan Asia (ADB) berupaya mengumpulkan US$4 miliar atau sekitar Rp64,4 triliun untuk menyediakan akses memasak bersih bagi 250 juta warga Afrika pada tahun 2030. Jumlah tersebut hanyalah “sebagian kecil” dari US$2,8 triliun sekitar Rp45.093 triliun yang diinvestasikan secara global di bidang energi setiap tahunnya, kata ADB dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan sebelum KTT tersebut. Namun investasi sekecil itu akan menghasilkan penghematan yang lebih besar dalam jangka panjang.

Menurut ADB, biaya ekonomi tahunan yang dikeluarkan perempuan dan anak perempuan untuk mencari kayu bakar diperkirakan mencapai US$800 miliar atau sekitar Rp12.883 triliun dan biaya kesehatan mencapai US$1,4 triliun sekitar Rp22.546 triliun 

“Dolar demi dolar, sulit membayangkan sebuah intervensi yang dapat memberikan dampak lebih besar dalam hal emisi kesehatan dan pembangunan dibandingkan intervensi ini,” kata Dan Wetzel, pakar IEA.

Dukungan keuangan seperti ini sangat penting karena banyak rumah tangga di Afrika  tidak mampu membeli kompor atau bahan bakar yang sesuai. IEA juga merekomendasikan kepemimpinan nasional yang kuat serta upaya akar rumput untuk mengubah norma-norma sosial.

Sebelumnya, para pemimpin Afrika menyerukan negara-negara kaya untuk berinvestasi di benua ini. Afrika menyumbang paling sedikit terhadap pemanasan global. Namun, benua yang kaya sumber daya ini kehilangan hingga 15 persen output ekonominya setiap tahun akibat dampak buruk emisi karbon. Benua ini hanya menerima sebagian kecil dari dana yang dibutuhkan untuk membantu mengatasi cuaca ekstrem.

Masyarakat Afrika telah lama dipandang sebagai korban perubahan iklim, namun kini para pemimpin di kawasan ini ingin mengubah narasi tersebut – dan menjadi pendukung solusi iklim. Mereka juga menginginkan keringanan utang untuk membantu membuka dana bagi solusi iklim.

Sementara itu negara-negara dengan penduduk besar seperti Tiongkok dan India telah mampu mengatasi separuh jumlah warganya yang tidak memiliki akses memasak bersih sejak 2010. Kondisi ini berbeda dengan wilayah Afrika yang terlihat semakin memburuk, ditambah dengan kebijakan saat ini yang tidak bisa menyelesaikan masalah tersebut dalam tiga dekade mendatang. 

 

Back to top button